02 . Crying A Lot

19K 2.8K 546
                                    

Jungkook tidak bisa tidur.

Kepalanya masih diisi dengan kepingan ingatan buruk yang belum lama terjadi padanya. Dua, ah bukan, ini bahkan genap tiga hari sejak kejadian itu tetapi Jungkook merasakan bahwa waktu berjalan cukup lamban. Dia masih mengingat beberapa hal yang dia tahu, dan jangan lupakan bagaimana rasa khawatir serta perasaan cemas yang masih menguasai dirinya.

Dia memikirkan banyak hal sampai membuat tubuhnya didera lelah yang aneh, tetapi dari itu semua, hal paling signifikan terjadi pada Jimin. Pemuda itu semakin jarang terlihat tersenyum, Namjoon bahkan berulang kali menegurnya untuk setidaknya mengisi perutnya yang beberapa hari ini Jungkook tahu belum terisi apapun.

Jimin hanya terus-terusan mengurung diri di dalam kamar jika mereka berada di asrama, menggenggam ponsel seperti benda itu adalah satu-satunya nyawa yang ia punya.

Bukan hal yang mudah untuk Jungkook, tetapi lebih dari itu semua Jimin adalah individu yang paling banyak terluka di sini. Jimin berupaya menjadi pemuda yang tegar, menerima segala sesuatunya dengan baik, lagipula ini semua adalah kecelakaan yang tidak pernah diinginkan siapapun.

Namun dasar hatinya tak mampu menampik, sakit menggerogoti, kesedihan mendominasi, terluka, dan kecewa adalah hal baik yang menggantung pada puncak kepalanya.

Dia sudah memutuskan setelah diam cukup lama, menatap layar ponsel berisi gambar dirinya bersama Seolbi sebelum dia berangkat menuju Seoul, Jimin akan mengakhiri perasaan sakit ini. Dirinya harus mengambil sebuah tindakan yang cukup terlihat, dia tidak bisa hanya diam, lagipula sejak kejadian kemarin Seolbi bahkan tak dapat dihubungi.

Jungkooo sedang duduk di sofa besar ruang tengah seorang diri saat Jimin melewatinya dengan pakaian rapi. Kaus putih berlapis jaket jeans favoritnya yang berwarna biru langit, celana hitam yang membungkus kakinya serta sebuah masker yang menutupi wajahnya.

Aroma Jimin tercium, sedikit menari di depan lubang hidung Jungkook yang membesar saat pemuda itu hanya duduk terpaku menatap layar televisi yang bahkan tak terlihat benar-benar di tonton. Jungkook tersentak, menoleh beberapa derajat saat menemukan Jimin mencoba mengenakan sepatu hitamnya tanpa suara.

"Hyung, mau kemana?" Itu adalah kalimat pertama yang bisa ia ucapkan setelah semua hal yang telah berlalu.

Jimin diam sejenak, mengatur isi kepalanya lantas berbalik sementara tangannya masih terlihat sibuk membantu kakinya masuk ke dalam lubang sepatu yang sempit.

"Menemui Seolbi." Hanya itu yang bisa Jimin katakan saat ini. Jimin bahkan kelihatan begitu payah saat berusaha menjaga suaranya agar tak ikut bergetar.

Keduanya masih sama-sama diam saat Jimin menyelesaikan pekerjaannya dengan dua buah sepatu yang telah melekat pada kakinya. Jimin tak pantas pergi. Dia diam sejenak, menatap Jungkook yang terlihat menatap dirinya tak fokus, ada banyak kebingungan dan tekanan di balik netranya.

"Jadi... namanya Seolbi? Gadis itu?"

Jimin hanya mengangguk. "Ada apa?"

Jungkook kehilangan kalimatnya. Seluruh ucapannya kembali tertelan, beberapa bagian bahkan hanya menggantung pada kerongkongannya dan hal itu membuat dia kesulitan untuk menelan salivanya sendiri. Ini lebih dari sulit, pikirnya.

Lama hanya diam membuat Jimin menjadi semakin tidak sabaran. Dia harus segera menemui Seolbi sebelum dia kembali diikat oleh pekerjaan, dia harus melihat perempuan itu setidaknya sekali setelah pertemuan terakhir mereka yang dipenuhi badai, awan menggantung duka, dan Seolbi tenggelam di dalam gulungan ombak nestapa, hancur.

"Jika tidak ada lagi hal yang ingin kau katakan aku akan pergi. Katakan pada yang lain aku menemui Seolbi."

Jimin tidak perlu repot mendengar balasan Jungkook, dia hanya memacu langkah lebih dulu, masuk ke dapam kotak lift dengan begitu tergesa-gesa, menarik tiap langkahnya dengan begitu terburu-buru melupakan Jungkook yang baru saja menemukan kalimat baik untuk diungkapkan padanya.

End And Beginning (Re-write)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang