○ dua sembilan

23.8K 3.7K 364
                                    

Besok adalah hari pemaparan, tapi malam ini gue malah berakhir di sebuah bar karena Rey dan juga Jasmine.

Gue tidak mempedulikan panggilan masuk dari Rey meskipun terhitung sudah ada enam belas panggilan tak terjawab darinya di ponsel gue, gue tetap mengabaikan.

Dia orang yang meminta gue untuk membuka diri, dan di saat gue sudah mulai membuka diri, dia juga yang menghancurkan kepercayaan gue.

Gue masih terus meminum minuman yang ada di depan gue ini yang gue harapkan akan mengurangi sedikit beban gue.

Entah karena minuman yang membuat gue berhalusinasi atau apa, gue melihat seseorang yang mirip dengan Andra masuk ke dalam bar ini.

Gue hanya tertawa pelan dan merasa sudah gila saat ini. Andra sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Dan yang gue lihat pasti cuma khayalan gue, atau mungkin itu hantu.

"Minuman seperti biasa?" Tanya bartender yang berada di depan gue ke sosok itu.

Jadi dia nyata? Dan bukan cuma gue yang bisa ngeliat?

Gue pun kembali meminum minuman yang ada di gelas gue sampai tandas. Rasa membakar di kerongkongan gue membuat perasaan gue sedikit membaik.

Persetan dengan Jasmine dan Rey. Untuk saat ini gue membutuhkan waktu sendiri.

"Mas satu lagi," ujar gue kepada bartender itu.

"Tapi anda sudah mabuk," ucapnya yang membuat gue terkekeh pelan.

"Saya belum mabuk," ucap gue sambil mengeluarkan dompet gue dari dalam tas. Gue mengambil salah satu kartu kredit gue untuk diberikan pada bartender tadi.

"Saya gak akan kabur, pakai kartu ini untuk semua tagihannya, dan saya ingin satu gelas lagi," kata gue.

Bartender itu pun memberikan gue segelas lagi yang langsung gue minum sampai habis tanpa ragu.

Gue merasakan kepala gue semakin ringan dan sebuah suara menyapa indera pendengaran gue.

"Anda sudah terlalu mabuk,"

Dan gue kehilangan kesadaran gue setelahnya.

.......

Rey's POV

Ini sudah jam sebelas malam, tapi dia  belum pulang. Panggilan gue pun tidak di angkat sama sekali sama dia. Hal itu membuat gue khawatir.

Sejujurnya banyak yang membebani gue hari ini, hari ini adalah hari ulang tahun Jasmine sekaligus peringatan hari jadi kami.

Gue tahu gue sama sekali tidak pantas merayakannya karena gue sudah berstatus jadi suami orang lain. Jadi tadi gue menemui Jasmine untuk memberikan dia kado ulang tahunnya.

Gue dua kali menemui Jasmine hari ini, saat dia membuka tokonya dan menolak untuk berbicara dengan gue, dan saat setelah gue pulang kerja tadi. 

Gue mungkin sudah melanggar point kontrak untuk kesekian kalinya, tapi gue akui gue cukup menyesal tadi. Gue bahkan tudak sempat menjelaskan apapun. Dan gue sadar kalau gue menjelaskan pun sepertinya tidak akan merubah keadaan yang ada.

Tidak lama gue mendengar bel apartemen gue berbunyi, dan disaat gue membuka pintu, gue melihat istri gue ada di dalam gendongan seorang laki-laki yang gue yakini pernah gue lihat sebelumnya.

Dengan reflek gue mencoba mengambil alih dia dari gendongan orang itu, tapi saat gue ingat kondisi tangan gue, gue kembali menarik tangan gue.

"Bisa minta tolong untuk bawa dia ke kamar?" Tanya gue yang diangguki laki-laki itu.

Setelah gue membuka pintu, Pria itu masuk ke dalam kamar kami dan menaruh tubuh istri gue di kasur.

"Dia mabuk berat," kata Pria itu.

Gue memang sempat mencium bau alkohol yang cukup menyengat tadi, dan gue yakin istri gue emang mabuk.

"Anda orang yang waktu itu kan?" Tanya pria itu ke gue.

Ya, gue baru sadar kalau pria yang ada di depan gue ini adalah pria di pemakaman waktu itu.

"Ah iya, anda benar."

"Perkenalkan saya Andre, kebetulan bertemu dengan ... "

"istri saya," timpal gue karena kalimat Andre yang terdengar menggantung.

"Ah, kami bertemu di sebuah bar tadi, dan ia sudah mabuk."

"Terimakasih telah membawanya pulang."

"Sama-sama."

Setelah mengantar Andre keluar, gue kembali ke dalam kamar. Dan di dalam kamar istri gue udah mengigau dengan kata-kata cowok brengsek keluar dari mulutnya.

Gue pun mengambil pakaian tidurnya dalam lemari untuk mengganti bajunya dengan baju yang lebih nyaman.

Dengan perlahan gue membuka blazer dan juga kemeja yang dia gunakan.

Gue mencoba untuk tidak melihat apa yang ada di depan gue tapi gagal.

Dan di saat gue mengancingi kemeja tidur milik di tubuhnya, matanya terbuka dan dia mendorong tubuh gue menjauh tanpa tenaga yang sama sekali tidak menggeser posisi gue.

Dia terus-terusan bergumam kata cowok brengsek sambil memukul tubuh gue masih tanpa tenaga, dan sekarang gue bisa melihat air mata yang mengalir di pipinya.

Sekarang wajahnya terlihat memerah karena efek alkohol dan juga karena menangis.

"Git, berhenti," kata gue mencoba menghentikan pukulannya. Tapi dia masih terus melakukan itu.

Akhirnya gue menyatukan kedua tangannya dan menahannya untuk berada diatas kepala dengan satu tangan gue. Sementara tangan gue yang lain gue pakai untuk menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Sehingga tubuh kami menjadi lebih dekat.

"Lo bilang lo suami gue, tapi kenapa?" Racaunya tidak jelas sambil tersenyum miris.

Gue yang sama sekali tidak mengerti maksudnya pun bertanya.

"Kenapa gimana?"

"Lo tau? Lo brengsek! Cowok paling brengsek yang gue kenal!" Kata dia sambil terkekeh pelan.

Gue salah sudah mengajaj ngobrol orang mabuk, nanya apa di jawab apa.

"Lo cowok brengsek yang sayangnya ganteng," kata dia yang membuat gue mendengus geli.

Dan di saat gue masih tertawa dia malah mengecup bibir gue tiba-tiba.

"Lo gila ya kalo mabok?" Tanya gue yang masih dijawab kekehan oleh dia.

"Kenapa harus dia?" Tanyanya tidak lama kemudian dengan lirih.

Gue bingung sendiri melihat perubahan dia karena mabuknya ini.

"Tidur," titah gue.

Tapi bibir dia kembali menawan bibir gue dengan sebuah ciuman yang cukup panjang, dan dia juga yang melepaskan duluan pagutan kami duluan.

Gue hanya bisa menghela napas melihat kelakuannya saat lagi mabuk begini.

Dia tidak mencium semua orang saat lagi mabuk kan?

"Tidur, jangan banyak tingkah, gue laki-laki normal," kata gue sambil mengelus rambutnya lembut dan melepaskan tangannya yang gue tahan diatas kepalanya tadi.

Dia malah tertawa dan memainkan pola acak di badan gue yang membuat gue kepanasan sendiri.

Baju tidurnya yang belum terkancing sempurna membuat gue bisa melihat dengan jelas beberapa bagian tubuhnya.

"Please, gue gak mau kelepasan," kata gue sambil menahan tangannya untuk kembali berada diatas kepalanya.

Dan dia malah mencium rahang gue yang membuat gue ikutan kehilangan akal.

Dan gue melakukan kesalahan fatal yang tidak seharusnya gue lakukan.

[Sudah Terbit] Dua SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang