Part 16

255K 21.9K 546
                                    

"Halo Assalamu'alaikum Bu Ibram, selamat pagi ... Izin Ibu, ini saya Bu Hari."

"Wa'alaikumsalam ... Oh iya Bu Hari, gimana Bu?" jawabku saat menjawab teleponnya sambil mengingat-ingat, halah .. Bu Hari ini yang mana pula ...

"Izin Bu, gimana keadaannya sekarang Bu?"

"Saya udah membaik Bu alhamdulillah ... mungkin besok sudah boleh pulang."

"Oh, iya bu alhamdulillah kalau gitu. Izin Bu, jangan capek-capek ya Bu, orang hamil trimester awal memang gampang teler bu, tetapi harus jaga kondisi ya Bu. Harus ada makanan yang masuk walaupun mual-mual." Aku melongo mendengar kalimat terakhir Bu Hari. Entah berita apa yang sudah tersebar di asrama sana.

"Hah? Saya nggak hamil kok Bu." Jawabku datar.

"Lho? Siap salah, Bu! Izin Bu, mohon maaf Bu, berarti saya salah dengar. Maaf ya Bu ..." ucap Bu Hari panik.

"Udah ... nggak papa kok, Bu. Memangnya yang Bu Hari dengar beritanya gimana?" tanyaku iseng.

"Izin Ibu, katanya Bu Ibram hamil, terus ini mondok karena dehidrasi muntah-muntah terus, nggak mau makan." Aku mendengus tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala, jauh banget dari demam berdarah jadi hipermesis gravidarum ... yakin gue nggak Cuma ini berita yang kesebar di sana.

"Hehehe ... nggak kok, Bu Hari. Saya ini kena demam berdarah Bu ... saya nggak hamil kok. Emang siapa Bu yang bilang gitu?"

"Izin Bu, Bu Teguh yang bilang ..." kok nggak kaget ya gue ternyata dia sumber berita hoax-nya.

"Oh ... pantesan. Yaudah kalau gitu nanti sampaikan ke Ibu-ibu yang lain ya Bu, saya sudah baikan dan saya nggak hamil." Ucapku menegaskan.

"Siap Bu, akan kami sampaikan. Mmm ... Izin Bu, ibu kenapa nggak minta tolong saya atau ibu-ibu yang lain waktu kunjungan kemarin bungkus cinderamata sendirian?" tanya Bu Hari lagi.

"Eh? Bu Hari denger dari siapa itu?" karena setauku memang tidak ada yang tau aku lembur malam itu selain Mba Astrid dan Ibram. Kupikir keduanya juga tidak mungkin memberitahu orang lain tentang hal itu, karena yang pertama orangnya tidak mungkin buka kartu sendiri, sementara orang yang kedua aku yakin bukan orang yang hobi gosip.

"Kemarin itu Bu, kan ada giat keterampilan anggota. Petunjuk Ibu Ketua, keterampilannya supaya kreasi membungkus cinderamata karena menurut beliau cinderamata untuk Ibu Panglima kemarin dibungkus dengan apik dan kreatif. Yasudah akhirnya Bu Agung nyuruh Bu Teguh yang ngajarin, karena Ibu Ketua kira kan Bu Teguh yang ngerjakan. Waktu Bu Teguh jawab nggak bisa, kagetlah Bu Agung, terus ngaku deh Bu Teguh kalau ternyata kemarin yang bungkus cinderamata sebanyak itu Bu Ibram sendirian." Samar-samar aku teringat sosok Bu Hari ini, Ibu setengah baya yang semangat sekali mengobrol denganku, menceritakan si ini dan si itu tanpa aku minta ceritakan.

"Saya nggak bungkus sendirian kok Bu, suami saya ikut bantu."

"Ya tetap saja Bu, kami-kami yang junior ini kan merasa bersalah sekali Bu. Apalagi Pak Ibram ikut turun tangan."

"Nggak apa-apa Bu, seperti yang Bu Teguh bilang kemarin waktu nyuruh saya itu, saya belum ada anak Bu, jadi saya nggak ada kegiatan di rumah."

"Tapi Bu Teguh memang seperti itu Bu orangnya, gila hormat tapi gampang iri sama orang lain. Semua orang di asrama tau kok Bu, itu suami sama istri kan sama saja Bu. Kasian itu Pak Ibram Bu, dari awal masuk udah ditekan terus sama Pak Teguh. Eh sekarang Bu Ibram dateng sama saja diperlakukan seperti itu. Jangan mau Bu!" Ucap Bu Hari semakin bersemangat ketika membicarakan kejelekan orang lain.

"Udah Bu ... jangan ngomongin orang ya ... Biarin deh beliaunya mau gimana, saya nggak rugi kok Bu Teguh mau ngomong apa tentang saya, toh itu nggak bener juga. Kalau memang dia jahat sama saya yaudah Bu, nanti kena batunya sendiri."

Sillage (Doctor Soldier Romance)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang