Sebuah suara lembut dan ramah menyapa Aluna membuat Aluna mendongak.

"Kau tidak tahan dengan pengharum ruangan? Oh...ayo kita keluar saja."

Aluna mengangguk. Dia memang menjadi sensitif Dengan pengharum ruangan selembut apapun.

Dan tak urung Aluna menatap tangan wanita itu, Rosita Sandjaya yang membimbingnya keluar dari butik dan mereka menuju sebuah restoran berkonsep taman dengan menyeberangi jalan kecil di samping butik.

"Duduklah. Ibu akan pesan minum untukmu. Teh hangat? Kau mau?"

Aluna mengangguk dan merasa terbius dengan suara wanita itu. Telinganya seperti sangat terbiasa dengan suara itu. Dan entah dimana dan kapan dia pernah mendengar suara itu. Aluna menatap Rosita Sandjaya yang berjalan ke arah seorang pekerja restoran dan berbicara dengannya.

Anggun. Itu yang terpikir oleh Aluna ketika melihat Rosita Sandjaya. Wanita itu sangat luwes berjalan dengan sepatu hak tinggi yang dia kenakan. Semua yang menempel di tubuhnya terlihat sederhana namun tidak bisa menyembunyikan kesan mahal yang tercetak samar.

Aluna menunduk ketika Rosita Sandjaya kembali menghampirinya.

"Kau sedang hamil. Sebaiknya kita pindah ke sana." Rosita menunjuk halaman belakang restoran yang terlihat lebih hangat karena sinar matahari yang melimpah ruah.

Aluna mengangguk dan berjalan bersisian dengan Rosita Sandjaya yang terlihat sangat berhati-hati dan terkesan sangat menjaga langkah Aluna yang sedang hamil

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Aluna mengangguk dan berjalan bersisian dengan Rosita Sandjaya yang terlihat sangat berhati-hati dan terkesan sangat menjaga langkah Aluna yang sedang hamil. Mereka akhirnya duduk berhadapan tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Aluna tahu Rosita mengamatinya.

"Kau sehat?"

Aluna mendongak dan mengangguk.

"Kau pasti punya banyak sekali pertanyaan."

"Saya memang punya banyak sekali pertanyaan."

Pembicaraan mereka terhenti ketika pelayan restoran datang dengan 2 gelas teh hangat. Aluna menerima gelas teh itu dan menggenggamnya erat. Rasa hangat menyelimuti telapak tangannya yang tiba-tiba terasa dingin.

"Minumlah. Ibu juga dulu seperti itu waktu hamil."

"Huum." Aluna bergumam lirih dan mengangguk.

"Kau ingin kita mulai darimana?"

Aluna menatap Rosita Sandjaya dan mengambil sepasang kalung dengan liontin yang bisa menyatu dengan sendirinya ketika mereka didekatkan dari dalam tasnya.

"Huum... sebenarnya ini menjelaskan segalanya bukan? Bahwa masing-masing pemilik kalung ini related satu sama lain."

Aluna menghela napas pelan. Dia memikirkan kemungkinan itu. Kemungkinan bahwa dia dan pemilik kalung itu terhubung satu sama lain.

"Apa anda seseorang yang penting untuk saya?"

Aluna bertanya pelan.

"Kata penting itu rasanya menjadi sesuatu yang sangat muluk, Aluna. Aku tidak memiliki hak untuk disebut penting untukmu. Kata penting itu terkikis tahun demi tahun semenjak kami meninggalkanmu di panti asuhan 17 tahun lalu. Kau masih sangat kecil."

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Aug 05, 2023 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

ALUNA UNTUK BARADove le storie prendono vita. Scoprilo ora