Wattpad Original
Ada 30 bab gratis lagi

Part 9 - The Devil Who Bring The Bad Luck

361K 26.3K 1.6K
                                    

"Evelyn! Di sini kau rupanya. Pak Warno mencari-carimu."

"Aku sudah mengatakan pada Pak Tua itu kalau aku sedang membersihkan toilet," keluh Nic sambil mencuci tangannya di wastafel. Masker penutup hidung masih melekat di wajahnya. Untunglah ia sudah selesai melakukan tugasnya saat Dilan menginterupsi.

"Tunggu dulu. Meski kau acuh tak acuh tapi sebenarnya kalau dilihat-lihat kau memiliki mata yang bagus, Ev. Aku baru menyadarinya sekarang."

Nic langsung menoleh waspada dan memicingkan mata. Dilan seringkali mengucapkan pujian semacam itu padanya. Atau Dilan memang suka memuji semua wanita, entahlah.

"That's it! Apalagi kalau kau sedang menatap seperti itu!" Dilan mengacungkan jempolnya.

"Apa maumu?"

"Tentu saja mengajakmu makan siang bersama. Kita bertiga bersama Pak Warno."

"Di tempat ini sudah disediakan katering. Kau hanya membuang-buang uang."

"Sudahlah, tidak usah bertele-tele dan berpura-pura tidak mau. Pada akhirnya kau juga pasti akan memakannya. Lihat saja."

"Tidak akan!" Nic mendengus.

Lima menit kemudian mereka sudah duduk bersama di balkon dan Nic memakan makanannya dengan lahap. Ia mendongak dan menyadari Dilan dan Pak Warno menatapnya.

"Apa?" protes Nic.

"Tadi kau bilang..."

"Aku tidak tahu kalau ternyata kau sudah membelinya! Kalau aku tidak memakannya, makanan ini akan mubazir." Nic membela diri.

"Alasan!" gumam Pak Warno. "Kalau doyan bilang saja..."

"Enak saja! Ini makanan cepat saji! Aku tidak suka makanan cepat saji."

"Tapi kau sudah menghabiskannya, Ev," ujar Dilan.

"Sudah kubilang aku tidak suka membuang-buang makanan."

"Terserah kaulah," seperti biasa Dilan mengambil sebatang rokok dan menyulutnya. "Omong-omong kenapa kau selalu duduk menjauh seperti itu?"

"Karena aku tahu kau pasti akan merokok sesudah makan."

"Tolong jangan mulai berkhotbah tentang bahaya merokok, karena aku tidak akan mendengarkannya."

"Siapa yang ingin berkhotbah? Aku hanya menjaga diriku karena perokok pasif lebih berisiko dibanding perokok aktif." jelas Nic.

Dilan hanya memutar bola mata.

"Sudah! Sudah! Tiap makan ribut melulu!" Pak Warno bersungut-sungut. "Membuat nafsu makanku hilang saja!"

Dilan dan Nic melirik kotak kertas makanan Pak Warno yang sudah bersih. Apanya yang hilang nafsu makan?

Sebenarnya Nic juga tidak ingin seperti ini. Ia tidak pernah bermimpi akan memiliki teman seperti dua orang yang ada di hadapannya. Sungguh tidak bonafit. Setidaknya ia ingin seorang teman wanita yang bisa diajaknya berkeluh kesah seperti Livia, lebih terkesan feminin. Bukannya OB tua pelupa dan pemuda bertampang kriminal, meski mereka sering mentraktirnya makan.

"Evelyn memang seperti itu, Pak. Saya sudah maklum dengan sifatnya. Buktinya dia bilang tidak mau bekerja, eh... ternyata dia mau juga." ejek Dilan.

"Ternyata begitu. Dasar anak labil memalukan! Sudah menuduh orang germo pula." Pak Warno terdengar bergumam lagi.

"Jangan berkomentar lagi, Pak!" Nic membuang muka sambil merengut.

Sudah beberapa hari ini ia memang bekerja di kelab sebagai waitress meski tidak setiap hari. Nic sebenarnya merasa risih karena di sana begitu berisik dan penuh asap rokok. Ia terpaksa harus membeli stok antiseptik lebih banyak untuk mandi. Tapi ternyata hasil yang diterimanya lumayan. Sepertinya Nic akan berhasil mengumpulkan uang untuk membayar hutangnya jika ia berhasil bertahan dalam waktu dua bulan.

DANIEL AND NICOLETTE  (SUDAH DISERIESKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang