XVI - Ketika Semesta (Tak) Berpihak

Start from the beginning
                                    

"Aaakkk!" tiba-tiba Nadiana dikejutkan dengan sesuatu berbulu yang menggerayangi pergelangan kakinya. Refleks ia merapatkan diri ke Ijal dan meremas kemeja Ijal di bagian punggung. Keduanya langsung melirik apa yang membuat Nadiana hampir jantungan tadi. Seekor kucing kampung duduk leha di bawah meja mereka. Tepatnya di dekat kaki Nadiana.

"Takut kucing?" tanya Ijal.

Nadiana memasang tampang melas. "Iya..."

Ijal tertawa kecil melihatnya. "Katanya lucu?" balas Ijal sembari kakinya menyingkirkan kucing tadi dari kaki Nadiana. Menariknya ke arah Ijal.

"Lucu kalo diliatin doang. Kalo pegang geli sama takut dicakar," ujar Nadiana dengan nada melas.

Ijal tertawa kecil mendengar cerita Nadiana. "Pus... sini, Pus..." Ijal menjentikkan tangannya untuk memanggil kucing di bawah kakinya agar berpindah tempat ke sebelah Ijal. Si kucing mengikuti suara jentikan tangan Ijal. Lalu Ijal mengelus-elus kepala kucing itu.

Nadiana tertegun sejenak melihat Ijal yang bermain dengan kucing itu. Karena setelah itu kucingnya menggelepar-menggelepar manja di kaki Ijal. Kenapa kelakuan kucing itu suka menggemaskan sekali sih?!

"Ijal, akan selalu ada tempat untuk orang baik seperti lo tanpa lo harus meminta izin untuk diberi kesempatan," ujar Nadiana tiba-tiba. Nadiana sendiri tidak mengerti kenapa ia begitu lancar mengucapkan itu. Ada sesuatu dalam dirinya yang seolah memaksanya untuk berkata jujur apa yang selama ini menjadi bisikan di hatinya.

Ijal terdiam sejenak, seolah berusaha mencerna ucapan Nadiana. Cowok itu tersenyum sejenak dan menghentikan kegiatannya mengelus kucing kampung tadi. "Emang gitu, Di, cowok kalo nggak ganteng sama tajir harus baik banget. Kalo nggak, nggak laku di pasaran," jawab Ijal dengan bercanda. Saking bingungnya harus merespon apa. Ijal is just being Ijal after all. Membuat Nadiana tertawa keras lagi. Tawa yang Ijal suka.

***

Nadiana membaca undangan Emergenetics workshop yang dikirim dari HR kantornya. Seperti biasa, Nadiana mencari nama teman-temannya di list nama penerima email tersebut. Ia menemukan nama Adin dan ... Aidil. Nggak tahu, ini masih konspirasi teman-temannya atau memang tidak sengaja. Soalnya setau Nadiana workshop tersebut disesuaikan dengan waktu pengumpulan online test-nya.
(Baca: Emergenetics test itu semacam Psikologi test untuk menentukan pola pikir dan profil seseorang yang dikelompokkan berdasarkan warna)

Adinda : Mantap. Emergenetics gue bareng Didi dan Aidil.

Gila, jari cepat banget si Adin! Baru juga Nadiana mau ngechat di grup.

Fanya : Ini sengaja apa ya HR-nya

Fanny : Hahahaha kali ini nggak kok. Emang lagi jodoh berarti.

Maysa : Bocoran dong Mbak Fan, warnanya sama nggak. Kalo sama nanti sekelompok kan?

Fanny : Hahahaha.. biar jadi kejutan

Rieke : Yang penting makan2nya Didi..

Adinda : Oh iyaaa.. pasti kan dapet makan siang buffet gitu. Ih, mantap jiwaaa!

Fanya : "Mas Aidil, mau aku ambilin apa? Sini Didi layanin.."

Celine : Aduh, udah wife material banget

Maysa : "Wah ternyata kita beda warna ya.. aku kuning, mas merah." "Tapi kan bukan berarti kita nggak cocok. Bisa aja perbedaan itu bikin kita saling melengkapi."

Fanya : "Didi nggak ambil pasta? Mau aku ambilin?" "Nggak usah, Mas, aku lagi diet." "Loh diet kenapa? Kamu udah pas kok segitu.." uluuuhhh...

Celine : Rasanya langsung kayak diajak terbang ke langit ya Di?

Maysa : Tapi lagi enak-enak terbang ke langit, Ijal datang. "Ebonyyyy.... iiiihhh apa ini di lengaaaannn?? Cubit yaaaa!" langsung cubit-cubit lengan Didi yang lembek

Adinda : Hahahahahaha dihempas langsung

Rieke : Didi, lebih baik sama yang udah jelas-jelas suka sama lemak lengannya Didi daripada yang cuma bilang "udah pas kok segitu" :p

Fanny : Uluuuh... yang paling tua bijak banget

Maysa : Dengerin tuh petuah emak, Di

Nadiana : Heh.. pada liar-liar amat sih otaknya!

Ini apa sih, teman-temannya udah bikin skenario sendiri. Jauh banget pula! Eh, sebentar... Nadiana kayaknya lihat nama Ijal di daftar penerima email?

***

Ketika hari itu datang, Nadiana datang ke kantor terlebih dahulu sebelum pergi ke hotel tempat diadakannya workshop. Karena acaranya baru dimulai pukul 10.00 pagi. Jadi Nadiana pikir, lebih baik ke kantor dulu, lumayan bisa menyelesaikan 1 atau 2 case.

"Din, lo sama siapa kesana? Bareng yuk!" ujar Nadiana di telepon ketika menelepon Adin ke nomor ponselnya. Karena tak ada jawaban ketika menelepon nomor extenstion Adin.

"Gue duluan sama Fanny, Di. Fanny bawa mobil hari ini jadi gue nebeng dari deket rumah hehehe," jawab Adin di telepon.

"Oh, ya udah deh."

"Eh, tanya Aidil deh dia langsung apa ke kantor dulu. Kali aja bisa bareng! Kesempatan tuh, Di..."

"Ugh, liat nanti aja," jawab Nadiana sekenanya sebelum akhirnya mereka mengakhiri pembicaraan. Sebenarnya, Nadiana nggak kepikiran itu sama sekali. Dia nggak mau kelihatan cari kesempatan banget sama Aidil.

Saat Nadiana berjalan di lobi untuk pergi menuju tempat workshop, seseorang menepuk pundaknya.

"Eh? Aidil?" sapa Nadiana kala ia melihat sosok yang menyapanya tadi.

"Mau kemana?"

"Mau ke Intercontinental nih." Nadiana pura-pura nggak tahu kalau Aidil hari ini ada jadwal workshop juga.

"Lo workshop juga? Gue juga nih. Mau bareng?" tanya Aidil. Nadiana bagai terkena hembusan angin surga mendadak. Ini nggak salah, Aidil ngajakin bareng?

"Hmm... boleh." Jujur aja ya, Nadiana anaknya nggak suka nolak rejeki juga. Keduanya pun berjalan bersama menuju parkiran.

Ijal yang telat beberapa menit untuk kesempatan yang diambil Aidil itu, melihat punggung Nadiana dan Aidil berjalan menjauh darinya dari radius beberapa meter.

***

Red CherryWhere stories live. Discover now