#25

3.9K 190 19
                                    

Satu minggu berlalu tanpa ada Helena di sampingku. Aku mencoba menahan rasa rindu yang menggebu ini. Ahh anak itu memang butuh di kasih pelajaran. Apaan coba? Okelah Helena memang baru menempuh ujian semester dan dialah yang membuat aturan konyol ini.

"Nadine, aku butuh konsentrasi jadi kamu jangan ganggu aku ya satu minggu ini"

Jadilah aku di sini, di rumah Maya menghabiskan waktuku jika penat di cafe. Sekalian menemani Vero yang setiap hari sendirian sampe Maya pulang dari cafe. Aku bosan, uring-uringan, sampai kadang emosi sendiri jika rinduku mulai menjalar. Helena gila, aku susah sekali menghubunginya. Itu tak seberapa, pernah aku sengaja untuk mampir ke rumahnya yang ada malah aku seperti di rumah sendirian. Hanya ada Oci dan ibu yang menemani sekedar mengobrol santai di rumahnya. Helena benar-benar tak ingin di ganggu. Bertemu pun hanya beberapa menit, lalu dia kembali ke kamar.

"Mom, tadi di sekolah kakak nitip pesen katanya besok Momi di minta ke rumah kakak"

"Oke sayang. Vero mau ikut? Kan besok Minggu , ajak Bunda sekalian ntar"

"Mauuuu.. Yeyeyeyey ke rumah kakak"

Vero tertawa kegirangan, tubuh mungilnya melompat-lompat. Aku memang belum pernah mengajaknya kesana, yah mau kesana buat apa? Helena juga lebih sering mengahabiskan waktunya dirumahku. Aku rindu Helena ya ampuun, rasanya kepalaku pusing saat memikirkannya. Oke, aku sebenarnya hanya takut dia meninggalkanku. Siapa yang tahu bukan? Helena yang memang sekeren dan secantik itu, sering aku di buat cemburu buta karenanya. Setiap aku menjemput Vero, aku bisa melihatnya dari luar sekolahnya, dia yang sedang duduk di halaman depan di bawah pohon rindang pas di depan kelasnya selalu di kerubungin murid-murid perempuan. Seolah Helena itu makanan manis yang mengundang para semut. Aku memijit pangkal hidungku, kepalaku semakin sakit rasanya.

"Momi gak makan siang? Udah jam 2, mau Vero masakin emih?" Vero menarik tanganku lalu berganti dia yang memijit keningku. Astaga ponakan gue ini memang dewasa kadang.

"Makasih sayang. Namanya tu mie Vero, bukan emih"

"Suka-suka Vero ihh, Momi rewel deh"

"Verooo.. Ngomongnya itu lhoo, Momi lebih suka kalo Vero ngomongnya manis"

"Hehe, iya Mom. Maaf"

"Ahh Momi laper beneran nih jadinya, masakin emiih ya, emih goreng" aku menarik Vero dalam pelukanku, menciumi rambutnya. Semakin mengeratkan pelukanku. Malaikat kecilku, Momi sayang kamu.

"Lepas dulu Mom, aku mau masak"

"Gak mau" aku masih memeluk Vero

"Momii, nanti telat makan siang"

"Pokoknya Momi gak mau lepasin. Vero gak boleh ninggalin Momi sendirian"

"Terus Vero gimana dong masaknya?"

"Terserah. Yang penting Momi mau sama Vero"

"Iyaa Momi bandel! Lepas dulu, Vero cuma ke dapur"

"Gak mauuu, Vero gendong Momi aja"

"Huuh, Mom ayolah. Vero serius"

"Momi juga serius"

"Momii! Vero juga laper ini"

"Hahahha, iya deh. Di lepasin nih, Momi boleh ikut kedapur?" Aku melepaskan pelukanku lalu ikut berjalan ke dapur

"Hemm. Momi duduk di sana aja"

Aku menuruti Vero, menunggu di meja makan yang ada di dapur ini. Aku memperhatikan semua kegiatannya. Dimulai dari menyiapkan sayuran, memotong, memanaskan air, memasukan mi, meniriskan. Vero tak sekalipun meminta bantuanku, ia hanya menoleh sebentar memberi isyarat 'tunggu ya mom' dengan senyuman imutnya. Sekarang Vero sudah mulai memasak irisan bumbu, di lanjutkan dengan potongan sayur tak lupa bahan utamanya, emih. Aku tertawa saat Vero memasang muka seriusnya, mencoba mengira-ira apa yang kurang dari masakannya. Layaknya seorang chef, Vero mulai plating. Memilih piring mana yang akan di gunakan, selada yang sudah disiapkan di awal tadi dan juga potongan acar. Entah kapan dia membuat acar itu, aku tak melihatnya. Lalu ia beralih mengambil penggorengan yang masih bersih, diletakkan kembali di atas kompor. Menyalakan kompornya, menuang minyak goreng, berjalan menuju kulkas mengambil dua telor. Setelah dirasa panas, tangan mungilnya kembali dengan lincah bekerja. Aku mulai mencium aroma mi goreng dan telor ceplok, perutku semakin berteriak. Setelah semua selesai, Vero berjalan membawa nampan berisi dua piring mi goreng itu. Aku menyambutnya dengan senyuman manisku. sebagai seorang Tante, siapa yang tak bangga saat melihat anak kakaknya yang semakin beranjak tumbuh mandiri dan cantik.

LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang