Intro

2K 126 65
                                    

Dia pemilik rambut ikal merah model short bob dengan poni mengunci dahi, dan berpipi semerah saga. Caliandra Rowana. Tiada banyak hal yang disukainya dalam hidup. Baginya, dunia ini tidak ada yang menarik. Itu mengapa pula banyak hal yang dia benci. Dalam mobil yang melaju, ia menghela napas, menatap keluar jendela kaca. Embun dari titik-titik air hujan membentuk bias-bias mengaburkan pandangan.

"Stop sini, pak!"

"Belum sampai gerbang sekolah, Calin." Mora menyahut dari jok belakang.

Calin memberi isyarat kepada Pak Sholeh, sopirnya. Begitu mobil menepi, dia membuka pintu, kemudian keluar. Menghempas keras pintu mobil hingga tertutup. Payung merah telah dibuka lebar. Lengkap dengan gaya fashionnya yang selalu up to date dari jam tangan, tas dan sepatu model terbaru, Calin bersantai jalan melenggang tanpa menghiraukan seruan Mora dari dalam mobil yang mulai melejang mengabaikan.

Hujan hingga pagi ini seperti sudah ditebak Calin. Sepanjang waktu setelah matahari tenggelam berhamburan air tercurah dengan deras dari langit. Hari-hari berlalu, air bak ditimpakan langit memang belum juga turun. Hujan datang dimohon penduduk Jakarta yang gerah akan panas jahaman kota, terutama akar tumbuhan yang tidak sabar menyerapnya. Tapi tidak bagi Calin. Dia sangat menghujat. Menyalahkan hujan pertama yang membuat taksi jarang lewat. Hujan mengantarkan Calin berangkat berbarengan saudara tirinya ke sekolah. Calin tidak nyaman jika mesti semobil dengannya ke sekolah.

Teringat pertama kali berangkat bersama momen masuk pertama Calin, beberapa laki-laki di sekolah langsung mendekatinya. Mereka melakukannya bukan karena tertarik terhadap Calin. Tidak. Syahdu paras Mora bak air yang meneduhkan, terlebih saat bibirnya tersenyum ibarat dunia menyaksikan bunga merekah yang menumbuhkan lesung elok di pipi. Tingginya sekitar 164 cm, rambut tergerai panjang sepinggang, dan mata boneka seperti magnet yang menarik cepat setiap pandangan padanya.

Itulah alasan mereka mendekati Calin setelah seluruh penghuni sekolah mengetahui mereka bersaudara. Karenanya Calin menghindari kedekatan dengan Mora, apalagi untuk berangkat sekolah bersama. Calin lebih memilih menggunakan taksi. Ia tidak ingin lebih banyak laki-laki yang bertanya ini itu mengenai Mora.

Hal itu sangat menyebalkan bagi Calin, tidak menanyakan kabar atau hal-hal mengenai dirinya malah berbincang semua hal tentang saudara tirinya itu. Apakah di mata mereka, dia asisten pribadi Mora yang siap sedia menjawab semua pertanyaaan.

Calin benar-benar tidak suka. Dibanding dengannya, Mora adalah segala yang disenangi banyak orang. Membuatnya semakin membenci gadis cantik itu. Calin sudah membayangkan petanda hari-harinya bakal kelabu.

Hanya kesabaran yang harus dipikulnya hingga permintaan mempunyai mobil baru terlaksana. Sudah lama Calin merujuk mamanya untuk membujuk Pak Danian, papa Mora, memenuhi. Calin tidak mau lama-lama menggunakan taksi untuk berangkat justru menumpang mobil Mora seperti keadaan terpaksa saat ini.

Calin merapatkan mantel wol merah yang dikenakan menutupi seragam. Lima puluh meter jarak tempatnya berhenti dengan sekolah, tak masalah bagi Calin menapaki jalanan becek di bawah langit pagi kelabu penuh hujan.

Carita CalinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang