Prolog

4.9K 276 65
                                    

Tuan Orlin yang tinggal di penghujung kota Lindor tahu betul tentang perangai para tetangganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tuan Orlin yang tinggal di penghujung kota Lindor tahu betul tentang perangai para tetangganya. Tapi beruntunglah, karena ia sama sekali tak pernah mau menanggapinya. Tuan Orlin berbadan kurus tinggi. Kumisnya tipis seperti ikan lele. Janggutnya hitam pekat dan lusuh. Ia bekerja sebagai petani jagung sekaligus buruh di ladang gandum. Nyonya Orlin punya tubuh yang gemuk pendek. Kulitnya hitam dan berambut keriting. Walaupun begitu, tak ada alasan bagi Tuan Orlin untuk berhenti menyayanginya, karena mereka sudah hidup bersama selama empat belas tahun, dan mereka terlihat begitu tentram.

Keluarga Orlin adalah keluarga yang sangat sederhana, namun hal itu bukan berarti mereka tak pernah diselimuti kegelisahan, mereka tidak punya anak, dan sebab itulah para tetangga terus menjerit-jerit bahwa ada pria mandul di samping rumah mereka. Tuan dan nyonya Orlin terus berharap akan sebuah mukjizat. Dengan sebuah doa yang tak pernah lelah, sebuah keajaiban pun telah datang dan menanti mereka.

Kisah ini dimulai di suatu pagi yang cerah dan dingin. Matahari muncul seolah-olah memamerkan cahayanya. Tuan Orlin meraih topi jerami yang baunya seperti rumput kering. Ia sempat menghela napas saat memakainya, mengekspresikan kebosanan dan hampir putus asa, tapi ia sadar, ia tak mau menunjukkannya pada Tania.

"Para malaikat akan selalu melindungimu, Jaleyah," kata Tania saat Jaleyah telah siap untuk berangkat bekerja.

"Jangan buang-buang waktumu untuk hal itu, Tania. Kau tahu kan? Aku tak percaya, bahkan dengan keberadaan mereka."

Tania tersenyum dan menanggapi, "Tapi tak ada salahnya jika kita berdoa."

Jaleyah Orlin—begitulah nama lengkapnya—adalah seorang pria yang idealisme. Ia tak akan percaya dengan omong kosong yang sama sekali tak pernah dilihatnya. Di luar sana, kabut semakin tebal dan dingin. Tapi Jaleyah tak melihat adanya tanda-tanda akan suatu hal yang luar biasa.

Ia pergi menuju kebun jagungnya dengan berjalan kaki. Melewati hamparan rumput yang serba hijau dan sejuk. Ia berjalan dengan langkah lebar. Melewati lahan kebun para tetangganya. Ia menundukkan kepala ketika melewati beberapa orang yang telah sampai lebih dulu di kebun mereka masing-masing. Saat ini, tak ada yang ia harapkan selain menyingkir secepat mungkin dari mereka.

"Hei Jaleyah, kenapa buru-buru?" kata salah satu di antara mereka.

"Bukannya lebih baik di rumah saja? Kenapa repot-repot tanam jagung?" kata yang lain.

"Bagaimana dengan akar bawangnya, sudah direbus belum?" Mereka pun tertawa terpingkal-pingkal.

Jaleyah tahu mereka mengolok-olok dengan akar bawang. Dan Jaleyah pun mencobanya dengan bodoh. Mana mungkin akar bawang bisa membuatnya punya anak.

Setiap harinya setelah pulang bekerja, ia berharap Tania menyambutnya dengan kabar bahwa istrinya telah hamil dan membalas semua ejekan mereka. Tapi itu tak pernah terjadi. Ia hanya bisa mempercepat langkah, ada banyak jagung yang harus diberi pupuk.

Samael and the Angel of SeraphimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang