Prolog

49K 1.9K 56
                                    

Cinta itu bukan tentang berapa lama kamu mengenalnya, bukan tentang tipe ideal, tapi tentang perasaan, jika dialah orangnya.

Prolog

Bonus seratus ribu dolar sudah di tangan! Nada tidak pernah menyangka jika dia bisa menjadi kaya! Tapi Tuhan memang memiliki caranya sendiri untuk mengubah nasib umatnya. Siapa yang sangka, kaburnya dia ke Bali menjadi jalannya meraih seratus ribu dolar, atau setara dengan satu miliar tiga ratus juta rupiah jika mengikuti harga dolar saat ini.

Tapi sayang, bukannya membagi kesenangan itu pada keluarganya, malah untuk kesekian kalinya dia bertengkar dengan Bapak.

Dia tertegun, menatap ponsel yang beberapa saat lalu jadi alat komunikasinya dengan Bapak. Dia menelpon untuk membagikan kesenangan, tapi belum sempat dia memberikan kabar baik itu, Bapak langsung mendampratnya dengan serangkaian omelan yang memanaskan telinganya.

"Nada! Ngapain ngelamun aja? Kamu udah telpon orangtuamu?" Vanesha, teman satu kostnya masuk ke dalam kamar, dan langsung duduk di sisinya, di pinggir tempat tidur.

"Cha... aku dalam masalah!"

Temannya itu mengerutkan kening. "Masalah apa lagi?"

"Kamu tau kan aku ke Bali untuk kabur dari perjodohan yang Bapak atur?"

"Dan wajar kamu kabur, kalau lelaki yang mau dijodohkan sama kamu itu lelaki tua bangka!"

"Aku udah 28 tahun, Cha, dan tinggal di kampung. Bukan perkara mudah denger omongan orang kampung kalau anak perawan mereka belum laku, belum menikah juga. Aku ngerti itu, tapi aku tidak bisa menuruti perkataan Bapak. Tadi, waktu aku telpon untuk kasih kabar kalau aku dapat bonus besar, Bapak marah-marah. Ada tetangga lagi yang ngomong kalau aku gak laku karena orangtuanya yang gak bener. Aku udah cerita kan, Cha, kalau dulu Bapak itu pemabuk dan penjudi?"

"Tapi kan bapakmu udah lama gak kayak gitu."

"Iya, tapi kadang perbuatan buruk seseorang itu lebih diingat dari pada perbuatan baik."

"Lalu, apa masalahnya kali ini?"

"Aku kesal dengan omelan-omelan Bapak, terlebih dengan omongan-omongan orang tentang Bapak. Aku... aku bilang... kalau aku udah punya calon suami, dan bulan depan akan pulang bersamanya."

"Apa?!"

"Aku tau itu konyol, Cha! Gimana bisa pulang bawa calon suami kalau calon pacar aja gak punya!" Nada menangkup kepalanya karena frustasi.

Echa berdiri mulai berjalan mondar-mandir di dalam kostan petak seluas 5x5 meter itu. Khas Echa kalau lagi berpikir. "Kamu harus mulai cari pacar dari sekarang."

"Satu bulan, Cha! Cari pacar sih mungkin, tapi kalau calon suami? Bapak pasti sudah sesumbar ke tetangga, kalau gak lama lagi aku akan nikah."

"Kamu gila ya, Nada? Gimana bisa..."

"Makanya... aku bilang aku dalam masalah!"

Mereka diam, berkutat dalam pikiran masing-masing. Nada emang kurang beruntung, pikir Echa pahit, lahir di keluarga awam yang berpikir jika perempuan lahir hanya untuk dapur, sumur, dan kasur. Tapi lebih tidak beruntung lagi karena seluruh warga desanya berpikiran yang sama. Dijodohkan dengan Bapak Haji tua yang waktu itu sudah dua tahun ditinggal mati oleh istrinya, membuat Nada berontak dan kabur. Echa menampungnya di sini, di kostnya di daerah Jimbaran, Bali. Membantunya mencari pekerjaan, dan setelah dua tahun berjalan, keberuntungan menimpanya ketika berhasil menjual sebuah properti jutaan dolar.

"Aku ada ide!" ujar Echa tiba-tiba, mengagetkan Nada yang sedang tertegun. "Tapi, ini membutuhkan modal yang tidak sedikit."

"Katakan, apa idemu?"

"Kamu sedang di Bali, Nada! Di sini banyak bule muda yang kere. Bagaimana jika... kau menyewa mereka untuk kamu bawa pulang dan menikah denganmu!"

"Apa sih maksudmu?"

"Beri mereka sepuluh ribu dolar untuk kamu bawa pulang. Menikah dan tinggal denganmu selama satu bulan. Bapakmu pernah bilang kan, jika lebih baik menikah lalu bercerai, dari pada melihatmu menjadi perawan tua. Kamu bisa membuat kekhawatiran orangtuamu hilang, membuat dirimu terbebas dari Pak Haji tua yang sampai saat ini masih setia menunggumu, bisa membungkam mulut orang-orang dengan membawa seorang bule ganteng. Semua masalahmu bisa selesai, sayang!"

"Aku tau kalau kamu seorang penulis, Cha. Dan idemu ini bagus sekali... untuk bahan tulisanmu selanjutnya. Sekarang, mulailah menulis. Aku yakin cerita ini akan jadi Best Seller! Melangkahi novel-novelmu yang lainnya."

"Jangan sarkartis begitu." Echa kembali duduk di sisi Nada. "Pikirkan baik-baik, kamu bisa bilang jika suamimu harus kembali pulang ke negaranya untuk bekerja. Lalu, kamu bisa bilang jika uang yang kamu punya sekarang ini adalah pemberian suamimu. Seandainyapun suamimu tidak lagi kembali, orang-orang tidak akan membicarakanmu lagi, karena tidak penting orangnya ada atau tidak, tapi uangnya yang ternyata bisa membuat kehidupan keluargamu jadi jauh lebih baik. Setelah beberapa lama, kamu bisa bilang jika suamimu meninggal karena kecelakaan, dan kamu bisa berpura-pura pergi ke negara suamimu untuk beberapa lama. Selesailah sudah. Semua masalahmu teratasi, kan?"

Nada tertegun, mencoba mencerna setiap ide-ide gila temannya. Tapi bagaimanapun dia memikirkannya, itu terasa tidak masuk di akal. "Kenapa harus orang bule. Kamu tau bahasa Inggris-ku tidak begitu bagus. Walau dua tahun di Bali membuatku bisa berkomunikasi pada turis cukup baik, tapi tidak sebaik itu. Kenapa tidak orang Indonesia saja? Lebih mudah."

"Pemikiramu salah! Jika kamu bersama dengan orang Indonesia, kamu sulit membuat alasan jika pada akhirnya suamimu tidak kembali. Lagi pula kita ambil amannya saja, ada kemungkinan orang itu akan memerasmu jika dia tamak. Pikirkan, jika bule, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa untuk memerasmu. Dia bahkan tidak bisa berkomunikasi dengan keluargamu."

Echa mungkin benar. Tapi perkara ini tidak semudah ucapan Echa pastinya. Bagaimana dia mencari lelaki yang sempurna, yang bisa menjadi jawaban atas setiap do'a-nya?

"Aku harus memikirkannya dulu."

"Pikirkanlah, tapi waktu kita tidak banyak. Kita harus mencari lelaki yang tepat untuk misi ini, dan itu tidak akan mudah." Echa meraih tangan temannya. "Aku akan selalu ada di dekatmu untuk membantu. Lagi pula, ini pasti menyenangkan! Biasanya, aku memikirkan adegan untuk tokoh-tokoh novelku. Sekarang, aku bisa memikirkan adegan untuk dirimu yang lebih nyata." Echa tersenyum, dan Nada berusaha tersenyum bersamanya, walau dia sungguh tidak merasa yakin.

A Prince For Rented #1stTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang