Part 17 : Malam Pertama (2) [WARNING 18++]

Start from the beginning
                                    

Freya mengangguk menyadari kebenaran kata-kata Ryu. Mereka membutuhkan banyak waktu namun keadaan saat ini hampir tidak memungkinkannya.

"Bolehkah aku tidur sambil memelukmu?" pinta Freya.

Ryu menelan ludah, "Tentu."

Freya tersenyum manis dan segera memeluk Ryu. Ia menyandarkan kepalanya pada dada bidang Ryu. Suara detak jantung Ryu terdengar seperti lagu pengantar tidur baginya, ia menyukai detak jantung Ryu untuknya. Detak itu memberikan perasaan aman bahwa Ryu tidak akan meninggalkan dirinya sendirian dan mengubur mimpi buruk Freya.

Beberapa menit kemudian terdengar dengkuran feminin. Ryu menyikap rambut yang menutupi wajah Freya, gadis itu tidur dengan air muka damai.

"Kau tidak tahu betapa aku mencintaimu Freya," bisik Ryu di telinga Freya dan mengecupnya. Lama Ryu memandangi Freya.

Ryu berpikir dalam hati, apa langkah selanjutnya yang harus ia tempuh untuk melindungi Freya dari segala mara bahaya dan yang terpenting, bagaimana cara untuk membahagiakan gadis itu hingga ia tidak teringat lagi oleh masa lalu kelam yang terus menghantuinya.

Ia meraih ponsel yang berada di nakas, menelpon seseorang. "Halo Bam? Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"

---**---

Freya membuka matanya, tangannya mencari-cari sesuatu. Ketika ia tidak menemukannya ia bangkit dari tidurnya dan terlihat panik.

"Mencari sesuatu?" seru sebuah suara.

"Ryu." kekhawatiran Freya mereda, "Kukira aku hanya bermimpi."

Ryu duduk di tepi ranjang, menatap langsung Freya, "Tidak, Freya. Aku melihatmu begitu nyaman dalam tidurmu dan tidak tega untuk membangunkanmu."

Freya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Belakangan ini ia melankolis sekali, Freya malu jika mengingat kembali sikapnya.

Ryu menepuk kepala Freya dengan lembut sambil tersenyum sayang. "Tidak apa-apa, aku mengerti." Detik berikutnya Ryu menyapukan bibir dengan ringan dan perlahan. Tanpa menuntut, namun memberikan efek memabukkan.

Tanpa disadari Freya telah melingkarkan tangannya pada leher Ryu, membuka dirinya untuk menerima lebih.

"Apakah tidak apa-apa?" tanya Ryu dengan suara serak.

Freya mengangguk dan kembali mencium Ryu dengan lapar. Betapa Freya menantikan momen seperti ini, mencintai dan dicintai sepenuhnya. Cinta yang mampu mengisi lubang besar di hatinya bahkan hidupnya.

Ryu naik ke ranjang dengan mantap, mulutnya masih mengecap manisnya mulut Freya sementara tangannya bergerak dengan cekatan melepaskan piyama Freya. Ryu semakin terbakar ketika kulit selembut beludu Freya menyentuhnya. Ia hampir gila ketika itu, namun ia tahu harus berlaku hati-hati demi wanita yang dicintainya.

"Aku bertanya sekali lagi, apakah kau yakin Freya?" tanya Ryu sambil melepas pakaian terakhir yang membungkus Freya. Ia sebenarnya tidak berdaya dengan pemandangan yang ada di hadapannya, namun sekali lagi, keinginan Freya adalah prioritas utamanya. Walaupun tubuhnya sudah sangat kesakitan akibat kebutuhan primitifnya.

"Ya, lakukanlah." Freya menyapukan bibirnya dengan jemari yang menari-nari dan menyelusuri tubuh kokoh Ryu.

Ya tuhan, terkutuklah aku jika aku tidak menyentuh Freya, batin Ryu.

Beberapa detik kemudian piyama Ryu sudah teronggok di lantai. Kini tak sehelai benang pun yang dapat menutupi kegagahan tubuhnya.

Jari jemari Ryu yang ramping menyelusuri setiap inci tubuh Freya, mencari-cari daerah sensitif gadis itu. Namun, dimanapun Ryu menyentuh Freya reaksi gadis itu begitu menggemaskan.

"Oh, Freyaku yang cantik. Biarkanlah aku menyentuhmu." Bibir Ryu mengecap payudara Freya, menggodanya dengan sangat kejam menggunakan lidahnya. Ketika desahan nikmat lolos dari tenggorokan Freya, Ryu semakin bersemangat menyiksa Freya dengan sentuhan mautnya.

Freya bergerak-gerak dengan gelisah, ia hampir kehilangan kekuatannya. Matanya dipenuhi oleh kabut. Tidak bisakah Ryu menghentikan siksaan ini? Freya hampir kehilangan dirinya.

"Ryu ...." panggil Freya parau.

Ryu menatap Freya, sepertinya ia mengerti apa yang diinginkan istrinya. Alih-alih mewujudkannya, pria itu justru semakin menyiksa Freya dengan sentuhan-sentuhannya yang membakar.

Freya kembali mendesah, ia mulai meracau kepada Ryu untuk menghentikan siksaan ini. Tubuh Freya melengkung, meminta Ryu segera menghentikannya.

Ryu menenangkan Freya dengan ciumannya, kemudian ia berbisik, "Sabarlah cintaku, aku tidak ingin menyakitimu," kembali ia melumat bibir Freya. "Gigit atau cakarlah aku jika nanti terasa sakit, jika itu membuatmu lebih baik tidak perlu sungkan melakukannya. Aku memberimu kuasa penuh terhadapku."

Kemudian Ryu mendorong dirinya masuk ke dalam tubuh Freya, menembus penghalang terakhir dan masuk semakin dalam. Ryu berhenti sejenak, membiarkan tubuh Freya terbiasa dengan dirinya terlebih dahulu sebelum melanjutkan kembali.

"Apakah terasa sakit? Maafkan aku jika terlalu kasar," Ryu terlihat khawatir, ia tidak pernah bosan mengecup Freya untuk menenangkan gadis itu. Tidak, bukan gadis lagi. Sekarang Freya seorang wanita. Wanita miliknya.

"Tidak terlalu ... kau tahu aku telah merasakan sakit yang lebih dari ini," jawab Freya. Entah kenapa Ryu merasa sakit mendengarnya.

Ryu membelai rambut merah jahe yang tergerai bak bunga mekar, "Aku berjanji padamu setelah ini akan terasa lebih baik."

"Aku meragukannya sir," tantang Freya dengan senyumnya.

Ryu menyeringai, "Oh, Nyonya Isaiah. Kau telah melakukan kesalahan besar."

Dan Ryu menjawab tantangan Freya.

---**---

To be Continued.

Maaf ya lama updatenya.. 😂😂😂
karna satu dan beberapa hal author tidak dapat melanjutkan cerita ini.. tapi mulai sekarang akan update lagi...

terima kasih yang sudah vote dan komen. jujur, itu dorongan besar yang membuat author melanjutkan cerita ini.

Love you all as always.

Nina MusIn.

Pieces of Heart [COMPLETED]Where stories live. Discover now