Chapter 5

11.7K 1K 58
                                    

Felix menyetir dengan kencang, membuatku sedikit mual. Mobil melaju tanpa hambatan.
L Daun-daun di jalan beterbangan setiap kami melewatinya hingga menimbulkan suara gemerisik yang kering. Aku melempar pandangan keluar jendela sembari mengamati pepohonan yang berdiri kokoh di tepi jalan-seperti mengiringi perjalanan kami.

Jujur, aku tak tahu kemana Felix akan membawaku. Jika dilihat dari jalanan yang kami lalui, bisa ditebak bahwa ia mengajakku ke wilayah terpencil. Entah apa yang dialaminya akhri-akhir ini sampai ia melakukan perjalanan sejauh ini hanya untuk menceritakannya padaku. Apa begitu penting dan sangat mengganggunya?

Mungkin begitu, kerutan di dahinya menunjukan bahwa ia sedang stres berat. Juga sepertinya-ia tidak ingin ada orang lain yang mengetahuinya kecuali aku. Cukup membuatku tersanjung.

Sinar senja di ufuk barat menembus kaca dan menerpa wajahku saat kami melewati sebuah padang ilalang yang terhampar luas. Aku tidak bisa berpikir untuk sekarang, kecuali hanya memikirkan 'Diriku yang lain' beserta gambaran-gambaran yang berkelebat di kepala.

Karin. Ya, ia terlahir bersamaku-katanya. Jika dia memang diriku yang lain, apa itu berarti aku memiliki dua kepribadian yang berbeda? Jika iya, ini akan menjadi hal yang paling memalukan jika sampai ada orang lain yang tahu bahwa aku mengidap DID.

Namun, sepertinya Axcel memiliki pandangan lain tentang itu. Sesuatu yang misterius dan sepertinya ia tak bisa menjelaskannya padaku. Malah dia memintaku untuk melakukan interaksi. Astaga, sebenarnya apa yang terjadi denganku?

Akhirnya aku bisa merasa lega ketika Felix memarkirkan audinya. Kami berhenti disebuah bangunan yang sepi dan satu-satunya di tengah hutan. Aroma pinus yang menyengat langsung merasuki penciuman. Kulihat hari mulai petang dan binatang malam terdengar berisik di tengah kesunyian yang agung.

"Masuklah, Ini villaku." Felix membuka pintu.

"Kenapa kau mengajakku ke sini?" Aku melangkah masuk dan mengedarkan pandangan sekitar.

Felix menutup pintu dan menguncinya. "Di sini suasananya tenang dan membuat pikiranku jernih. Dengan begitu, aku bisa menceritakan sesuatu padamu dengan tenang tanpa khawatir."

Felix menyalakan lilin dan memasukannya ke dalam tabung kaca yang di atasnya terbuka. Kemudian ia menggantungnya.

Bangunan ini tergolong kecil untuk dikatakan sebagai villa pada umumnya. Namun, bangunan ini sangat unik dengan bentuk lingakaran. Dindingnya menggunakan kaca berwarna putih buram secara menyeluruh dengan kayu yang dibuat seperti akar merambat dengan indah. Kursinya terbuat dari kayu, saling berhadapan dengan meja yang berada di antaranya. Di tepi ruangan ada tangga kayu yang melingkar menuju lantai dua.

"Inikah tempatmu untuk menyendiri?" tanyaku masih memperhatikan ruangan secara detil.

"Aku harap kau menyukainya." Felix melepas sepatu dan memasukannya ke rak. "Ayo naik," ajaknya.

Aku melepas sepatu lalu mengikutinya menuju lantai dua.

Di lantai dua, ruangannya sama seperti lantai utama, tapi tidak seluas lantai di bawah. Di sini hanya berisi satu tempat tidur kecil di lantai tanpa ranjang dan satu lemari meja di sampingnya. Felix menyalakan lilin lagi dan memasukannya ke tabung, sama persis sebelumnya. Kemudian menggantungnya.

Aku masih dibuat takjub oleh hunian ini. Rasanya seperti berada di rumah peri dalam versi besar. Benda-benda yang berada di tempat ini begitu unik dengan bentuk seperti ukiran klasik yang indah. Entah dari mana ia mendapatkan barang-barang seperti ini.

"Ririn." Felix berdiri tepat di depanku tanpa kusadari. "Apa kau menyukainya?"

"Ini benar-benar menakjubkan. Bagaimana ada benda berbentuk seperti ini?" Aku berlari dan meraih sebuah pena dari kayu yang tergeletak di atas meja. Pena itu juga memiliki ukiran dengan cat berwarna emas.

Loizh III : ReinkarnasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang