#14 - Dunia Sempit

5K 370 1
                                    

Tahun 2016.

Kiran sengaja bangun siang karena hari ini dia memutuskan untuk bolos kelas. Wajahnya yang sedang bertatapan dengan kaca membuat tangannya memencet-mencet pipinya yang dirasa agak menebal, pipinya digembungkan, dikempiskan kemudian dimiringkan kekanan dan kekiri, entah apa maksutnya. Baju yang ia kenakan semi rapi, rambutnya sengaja digerai dan bibirnya diolesi sedikit lipgloss merah. Kiran siap berangkat untuk menemani Enda dan Lafry.

Beberapa jam kemudian.

Ruko bertingkat dimasuki Kiran, kakinya menapak ke lantai dengan suara pelan yang berasal dari ketukan sepatu ber-haknya. Sesaat akhirnya duduk dikursi ruang tamu dilantai dua. Rumah minimalis yang rapi, membuat Kiran berdecak kagum.

"Bro.." Sapa seorang lelaki paruh baya  yang memanggil kearah Lafry dengan sumringah. Kiran mendelik, air ludahnya dipaksa masuk kedalam. "Astaga, lama ya gak ketemu. Apa kabar?"

"Baik dong. Lo sama keluarga gimana?" Tanya balik Lafry pada lelaki itu yang duduk tepat disebelahnya.

"Alhamdulillah baik. Ini.." Lelaki itu menatap Kiran juga, kernyitan didahi lelaki itu membuatnya ingat akan sesuatu.

"Anak gue. Kenalin bro." Lafry memberi kode pada Kiran untuk menjabat tangan temannya. Dan Kiran langsung menjabat dengan senyum seperti biasa yang cuma seimprit. Tidak lama akhirnya dia ingat siapa lelaki itu.

BRAAAAAKKK!!!

Lelaki yang keluar dari mobil tempo hari, yang mobilnya tidak sengaja ditabrak oleh mobil yang dikendarai Pak Kinot ketika OSPEK keduanya. Iya, Kiran yakin itu adalah lelaki paruh baya yang sama yang menatapnya juga. 

Dunia cukup sempit untuk mempertemukan orang-orang macam kami yang tidak sengaja bertemu, lelaki paruh baya di insiden itu. Insiden janggal.

"Oh ini anak kamu bro.." Lelaki itu manggut-manggut, sedangkan Lafry hanya menatap bingung. "Jadi mobil gue pernah disenggol sama mobil anak lo." Tambahnya sambil terkekeh.

"HAH!" Lafry mempertebal telinganya, tidak begitu faham akan yang ia dengarkan saat ini.

"Iya, jadi gue sama emm.. Kiran ya." Tunjuk Lelaki itu pada Kiran yang akhirnya mengangguk. "Iya, jadi mobil kami pernah gak sengaja tabrakan gitu Laf. Gue inget banget wajah anak lo. Cantik sih abisan.." Kekeh Lelaki itu lagi. Dan Kiran tebak masa muda lelaki itu adalah seorang playboy.

"Oh, jadi gitu. Iya, iya." Lafry manggut-manggut. "Eh, anak gue memang cantik macam mamanya kan." Lafry memeluk bahu Enda yang tersipu malu. Lelaki itu setuju, wajah Kiran dan Enda memang beda tipis, sama-sama cantik.

"Maaf ya San." Ucap Enda akhirnya.

"Untuk?" Tanya Lelaki itu yang rupanya bernama Sande.

"Soal tabrakan itu. Supir saya bilang soalnya dia yang nabrak duluan." Jelas Enda.

"Santai aja Nda. Lecet dikit kok gak banyak." Sande terkekeh, wajahnya benar-benar nampak sumringah. Tidak lama akhirnya Lafry memutuskan untuk berbincang-bincang dengan Sande di atap ruko. Sedangkan Enda dan Kiran tetap ditempat awal, dibarengi dengan istri Sande.

Kiran mengaduk-aduh tehnya, teh merah dengan aroma semerbak wangi membuatnya ingin menyeruput teh itu lagi. Saat akhirnya cangkir putih itu berpapasan dengan bibir Kiran, saat itu juga matanya melotot dan tehnya tidak jadi diseruput.

---

15 menit sebelumnya.

Mobil sport berwarna merah melaju dengan kecepatan tinggi diarea komplek Cireme. Jalanan nampak begitu lenggang karena jam sudah menunjukkan ke angka 11. Karan melirik kekiri untuk memastikan temannya dalam keadaan sadar, tadi lagi tidur. Cowok yang ditatap meliriknya, tatapannya mengintimidasi karena risih dipandangi. Karan menatap lurus ke jalanan lagi, sesekali membenarkan sabuk pengamannya yang miring.

"Belok kanan Ran." Ujar cowok itu pada Karan yang kemudian mengangguk.

"Rumah lo masih jauh bang." Tanya Karan.

"Kaga, bentar lagi."

Karan mengangguk. "Eh, kata nyokap gue, Om Sande buka toko ya?"

"Iya. Jadi satu sama rumah gue."

Karan mengangguk lagi sebelum akhirnya mobil itu diparkir diarea ruko berjejer tiga. Mereka sudah sampai.

Karan membuntuti cowok itu dengan pandangan meneliti. Ruko yang berada diujung kanan adalah rumah milik cowok yang disebutnya abang itu. Kaki keduanya melangkah masuk, melewati toko yang kemudian naik ke lantai dua. Sesaat kemudian melihat 3 wanita duduk bercengkrama di ruang tamu yang membuat kedua cowok itu sama-sama mendelik.

"Nak Karan ya. Apa kabar?" Sapa istri Sande langsung menyalami Karan yang sedang tersenyum. Kiran tidak bergeming, dia lantas menyubit lengan mamanya yang ingin merespon cepat. Sepertinya Enda sadar dengan cowok yang disebut Karan itu adalah anak yang sama yang berteman dengan Kiran di masa kecil. Anak dari Giotraf.

Kiran menelan ludahnya sampai dua kali. Bukannya dia kaget hanya melihat Karan saja, tapi matanya menatap si cowok yang bercepika-cepiki dengan istri Sande.

"Bram, Karan, kenalin ini teman mama dan anaknya." Ujarnya memperkenalkan. Bram menyeringai menyapa, sedangkan Karan ikut tersenyum tidak sampai dua detik.

"Bram kenal sama anaknya tante Enda? Kok liatinnya begitu amat." Tanya istri Sande menyelidik. Bram tidak menyaut, dia hanya terus memandang Kiran yang pandangannya malah lurus kearah Karan, Karan sendiri memandangi Enda yang sedang memandanginya.

"Kenal Ma, adik kelas." Jawab Bram singkat seraya duduk disebelah mamanya.

Seriously! Ini gue gak mimpi kan. Bram anaknya om Sande? Njir. Dunia emang sempit banget. Lalu... Karan ada hubungan apa dengan Bram? Kenapa mereka bisa kenal. ASHHH!!!

Kiran merutuki dirinya sendiri, teh yang tadi tidak jadi diseduh langsung diseruput paksa. Enda juga begitu, air putih digelasnya sampai habis diteguk. Matanya masih lekat memandangi Karan.

"Karan kenal dengan.."

Glek. "Tante." Potong Kiran. Semua mata tertuju padanya. Kecuali Karan, huh!

Mata Enda menatap lekat kearah anaknya, yang langsung ditangkap oleh Kiran dengan sebuah kode. Alis Enda terangkat, matanya berkedip kemudian pandangannya diarahkan kedepan. Kedua ibu dan anak ini memang memiliki telepati yang kuat.

"Kami mau pamit dulu." Ujar Enda akhirnya dibarengi dengan kedatangan Lafry dan Sande.

Bram mendengus, wajahnya nampak lesu. Padahal baru beberapa menit yang lalu ia senang dengan kedatangan Kiran ke rumahnya yang tidak disangka-sangka. Sedangkan Karan tetap berwajah datar, sama sekali tidak mau memandang Kiran.

Lafry menghampiri Enda, matanya menatap istrinya lekat setelah berhasil memandangi Karan beberapa detik. Baik Kiran maupun Enda sudah tau reaksi apa yang akan dilayangkan Lafry, tapi Enda dengan sigap mencubit perut suaminya hingga bungkam. Tidak jadi bertanya. Sebelum akhirnya mereka benar-benar pamit.

Boleh gue katakan sekali lagi. Dunia ini sempit, tapi kenapa harus bertemu Karan disini, kenapa harus Bram? Kenapa?

***

Quotes => Saat akhirnya pertemuan tidak disengaja menjadi takdir untuk dua manusia.

Hai, KARAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang