Chapter III : Serangan

41 4 1
                                    

Gelap. Itulah yang kurasakan saat ini, sebuah tempat hitam menjadi tempatku saat ini.

Sebuah sensasi dingin menjalar ditubuhku, aku berguling guling diatas kasurku seperti dadar guling. Kemudian, sensasi hangat terasa menggantikan sensasi dingin.

"ZzzzzzZ" suara dengkuran terdengar dari arah July.

Dengkuran itu membuatku terganggu dan ditarik paksa dari alam bawah sadarku.

Perlahan aku membuka mataku sedikit. Tempat ini masih terang. "Rupanya listrik gratis disini ya?" tanyaku pada diriku sendiri. Aku mengurutkan setiap kejadian yang terjadi kemarin dalam memoriku. Keringat dingin bercucuran dari pori poriku.

Ditempat ini aku sementara beristirahat. Sunyi, tenang dan tanpa kegaduhan, itulah yang kurasakan sekarang. Ternyata tidak ada alarm malam saat ini, semuanya terkendali dan tenang, tidak seperti di asrama prajurit yang selalu ada alarm peringatan palsu setiap malamnya.

"July sialan," gumamku melihat July yang sedari tadi masih mendengkur dalam tidurnya, dan kali ini hanya Julylah yang menjadi alarm palsu. Ternyata sensasi hangat yang kurasakan tadi hanyalah beberapa keringat dingin yang entah mengapa terasa hangat ditubuhku.

Dan saat kulihat jam tanganku ternyata masih jam 04.55. Tapi tiba-tiba seseorang membanting pintu ruangan ini.

"Bangun! Bangun! Sekarang sudah jam 05.00 pagi! Kalian disini tidak akan bisa bermalas-malasan...." teriak seseorang pria bersuara berat sambil mondar-mandir dan melepas selimut kami satu persatu.

Aku terkejut mendengar suara lantang pria itu. Dan saat kulihat ternyata ia adalah bapak yang kemarin membawa kami kesini.

"Bangun pemalas!" melihatku masih terbengong nagntuk, pria itu mengetuk kepalaku menggunakan besi.

"Aww...." aduhku lalu berdiri dengan tegap dan sigap. Kulihat semua perempuan sudah bangun dengan peralatan yang lengkap.

"Siap pak!" sahutku dengan lantang dan jantan.

"Hari ini saya akan melatih fisik dan keakuratan kalian... Cepat bangun! Kita kelapangan, bawa senjata masing-masing." perintah bapak itu. Akupun menurutinya dan berjalan malas kearah locker yang ada didekatku lalu mengambil Busur dan anak panahku.

Aku kembali berjalan malas keluar gedung ini dengan Luke dan July disampingku untuk pergi ke lapangan. Kulihat Rin, Alifa dan Sally ada dibelakang kami yang tengah berbincang-bincang.

"Pak!" panggilku pada bapak yang didepanku.

"Iya?" balasnya.

"Nama bapak siapa?" tanyaku. Aku sangat penasaran dengan namanya sejak lama.

"Nama saya Alexander De Albercci."

Aku terkagum dengan nama yang sulit disebutkan itu, dan satu pertanyaan lagi muncul di benakku.

"Nama panggilnya?" tanyaku lagi.

"Panggil saja saya Alex." balasnya lagi. Aku terdiam saat mendengar namanya. Kayanya gua pernah ketemu sama orang ini? Dimana ya? Pikirku.

"Alasan bapak memanggil kami?" tanyaku kemudian. Alex terlihat kebingungan. July juga memasang ekpresi yang sama denganku tetapi Luke, ia menggunakan keahliannya untuk menganalisis keadaan dengan tatapan tajamnya.

"Itu karena... " Alex kebingungan dengan jawabannya. "Nah! Kita sudah sampai ditempat pelatihan." ucap Alex mengalihkan pembicaraan.

Saat sudah di lapangan aku terpaku melihat puluhan barisan tentara tengah melakukan baris berbaris dan dengan hanya 1orang komando didepan mereka.

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Sep 18, 2016 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

The End Of The WorldDove le storie prendono vita. Scoprilo ora