PART VI (BAG.3)

5.5K 276 2
                                    

Gabriel menghela napasnya berat. Saat ini dia sedang berada didalam mobilnya menatap bangunan rumah mewah didepannya. Dia melirik jam tangannya. 6,30p.m. Itu artinya sebentar lagi jam makan malam. Dia ragu apakah dia akan masuk atau kembali ke Apartemennya saja. Namun dia kembali mengingat ucapan Adiknya kemarin pagi.

"Pokoknya kalo Abang nggak mau ikut tinggal dirumah, Ify akan ngambek sama Abang dan akan ikut Ayah kembali ke UK biar Abang disini sendirian!" ancam Ify saat Iel menolak untuk ikut dengannya tinggal di Rumah Umari selama Ayah dan keluarganya ada di Indonesia.

Gabriel mengusap wajahnya frustasi. Sungguh dia tidak ingin berpisah dengan Adiknya lagi. Kecuali jika Ify menikah nanti, itu akan jadi hal yang berbeda. Gabriel menarik dalam napasnya lalu menghembuskannya, meyakinkan dirinya sebelum masuk kedalam bangunan mewah itu. Lalu setelah dia merasa yakin dia kembali melajukan mobilnya memasuki pelataran Rumah itu. 

Penjaga Rumah yang sudah sangat hafal dengan Gabriel langsung membukakan pintu gerbang begitu tahu yang ada didalam mobil BMW X6 putih itu adalah Tuan Mudanya.

"Tuan Muda Gabriel" sapa salah satu satpam Rumah itu. Iel tersenyum.

"Bisa tolong buka gerbangnya Pak" pinta Iel yang langsung diangguki oleh satpam itu.

"Baik Tuan Muda" beberapa saat kemudian pintu gerbang rumah itu terbuka lebar dan menampakkan pekarangan Rumah yang sangat luas. Iel tersenyum miris melihat pekarangan Rumahnya membuatnya kembali pada kenangan-kenangan indah dimasa lalu. Lalu Iel kembali melajukan mobilnya memasuki pekarangan Rumah itu setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih dengan satpam yang tadi membukakan pintu gerbang untuknya.

_____

"Kakak kamu kapan sampai Fy?" tanya Hanafi. Saat ini Keluarga Umari sedang duduk dimeja makan, menunggu satu anggota Keluarga Umari yang masih belum sampai.

"Sebentar Yah biar coba Ify telpon" kata Ify sambil beranjak akan menelpon Iel karena ponselnya ada dikamar. Namun baru beberapa Ify melangkah Iel sudah masuk ke ruang makan sambil masih menenteng tas kerjanya. 

Ify tersenyum melihat Kakaknya yang ternyata menepati janjinya. Dia sempat takut jika Iel tidak datang ke Rumah Umari, karena itu artinya dia akan berpisah dengan Kakaknya itu. Sesungguhnya Ify tidak benar-benar ingin mengucapkan ancaman itu pada Kakaknya namun Ify tak punya pilihan lain. Dia ingin memperbaiki hubungan Ayahnya dan Kakaknya. Dan ini adalah saat yang tepat. Apalagi ada Mama Lily dan juga Deva, Ify juga ingin Iel menerima Mama dan Saudara tirinya itu.

"Maaf semuanya, aku terlambat!" ucap Gabriel setenang mungkin tak ingin terlihat gugup menyapa semua yang ada dimeja makan. Semua mata langsung mengalihkan pandangannya kearah Gabriel dengan tatapan beragam. Hanafi dengan tatapan penuh kerinduan, Lily dengan tatapan bahagianya akhirnya bisa bertemu dengan putra sulung Suaminya, dan Deva dengan tatapan kagum dan takut.

"Sini biar Ify bawain Bang! Abang mau mandi dulu apa langsung makan?" tanya Ify yang sudah sampai disamping Iel sambil mengambil alih tas kerja Iel. Iel tersenyum kearah Adiknya.

"Abang udah mandi di Kantor tadi sekalian ambil beberapa berkas buat sidang besok. Abang boleh langsung makankan? Abang laper." Kata Iel manja membuat Ify tersenyum senang sambil mengangguk semangat.

"Ayok Bang!" kata Ify sambil menarik lengan Iel mendekat kemeja makan setelah meletakkan tas kerja Iel dinakas pojok ruang makan lalu mendudukkan Iel disamping kursinya. Kini Iel duduk disebelah kiri sang Ayah yang duduk dikursi kepala keluarga. Dihadapannya duduk seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik sedang tersenyum hangat kearahnya, dia yakin ini pasti Istri Ayahnya. Lalu disebelah wanita itu duduk seorang anak laki-laki yang lebih muda darinya sedang menundukkan kepalanya, dia yakin anak ini pasti yang bernama Deva adik tirinya yang sering diceritakan oleh Ify. Iel mengerutkan keningnya menatap Deva yang masih menunduk. 

Bukankah kata Ify dia anak yang berisik. Kenapa yang ada malah pendiam gini? Iel heran melihat Deva yang lebih terlihat pendiam, sangat berbanding terbalik dengan yang selalu Ify ceritakan.

"Gimana sidang kamu hari ini Yel?" tanya Hanafi mencoba menghentikan keheningan dan kecanggungan dimeja makan. Iel mengalihkan pandangannya menatap sang Ayah dengan tatapan penuh kerinduan. Sungguh Iel sangat merindukan pria paruh baya yang dia panggil Ayah ini. 14 tahun tidak tinggal dengan Ayahnya telah membuat jurang diantara dia dan Ayahnya menganga lebar. 

Dia tidak pernah membenci Ayah maupun Bundanya yang memutuskan untuk berpisah dan harus memisahkannya dengan salah satu Adiknya juga membuatnya beranjak remaja dan dewasa tanpa kasih sayang seorang Ayah. Iel tahu dan sadar bahwa memang seperti inilah takdir yang harus dijalaninya. Dia juga tidak membenci dan menyalahkan Ayahnya yang memutuskan untuk menikah lagi, karena itu hak Ayahnya untuk bahagia. 

Dia hanya kecewa pada keadaan, dia juga tidak ingin menyakiti hati Bundanya jika dia dekat dengan Keluarga Ayahnya. Namun saat mendengar cerita Ify tentang Keluarga Ayahnya sungguh dia ingin merasakan kehangatan berada diantara mereka semua, dan kini karena Ify dia akan mencoba untuk menerima Keluarga Ayahnya juga menjadi Keluarganya, dia akan mencoba untuk memperbaiki hubungan mereka dan memulai semuanya dari awal. Setelah ini tinggal bagaimana caranya membuat Bundanya mau memaafkan Ify.

"Lancar Yah" jawab Iel dengan yakin dan tetap memanggil Hanafi dengan panggilan Ayah. Hanafi terhenyak mendengar Putra sulung kebanggaannya masih mau memanggilnya Ayah. Semua yang ada disitu tersenyum mendengar Iel yang sepertinya tidak menunjukkan tanda-tanda perlawanan. Iel mengalihkan pandangannya menatap Ify yang kini juga tengah menatapnya dengan pancaran mata penuh kebahagian. 

Abang akan lakukan apapun untuk menjaga senyummu selalu terukir Dek! Tekad Iel dalam hati sambil membalas senyuman Ify dengan senyum lembutnya.

_____

LOVE GREET Seri 1 : When Love Say Hello #W.L.S.HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang