Bab 14 Di bawah Tirani Si Mas

10.1K 1.1K 73
                                    

Jadi budakku.

Ah elah, jadi istrimu pun gue sanggup, Mas Gema. Anything for you.

Kernyitan di dahi Mas Gema bikin gue tersadar. Ya ampun, Senja. Lo nggak boleh jual murah, apalagi obral urusan beginian, elah. Gue nggak boleh kayak Chacha. Tapi, lapak dia rame karena nggak jual mahal kayak gue sebelum-sebelumnya. Gimana ya? Gue galau.

Perlahan gue menggeleng. Meralat anggukan spontan tadi.

"Kamu nggak mau?"

Gue memundurkan kepala gue. Padahal dalam hati gue pengen majuin aja biar cipok langsung aja gitu. Tapi jual mahal, Senja. Lo jangan gampangan. Mungkin di mattpad lo sering nemuin cerita dengan lo tidak berdaya di bawah kekuasaan sang CEO—dalam hal ini Mas Gema bukan CEO, tapi Mas Editor—kebanyakan berakhir bahagia, ena-ena selamanya. Tapi wake up, Senja! Ini dunia nyata, bloody hell, segala kemungkinan bisa terjadi. Lagian—berpikir cerdas, Nja, kayak Ella....

"B-Bukannya saya nggak mau...." Sebodo lah sama harga diri sebenernya, gue nggak keberatan. Cuma.... "K-Kenapa harus saya, Mas Gema? Kita nggak saling kenal sebelumnya. Saya kenal Mas Gema sebagai editor dan ini kerja sama yang murni profesionali—"

"Saya kenal kamu. Itu cukup jadi alasan saya take action begini. Sekarang, perintah pertama, kamu makan sosisnya sampai habis sebelum nanti ikut saya ke kantor. Seharian ini kamu harus ikut ke mana pun saya pergi."

"Tapi—" Mulut gue udah mau protes saat Mas Gema meletakkan telunjuknya di bibir gue. Seringaian yang tercetak di wajah ganteng tapi diktatornya bikin gue speechless.

"Kalau kamu tidak menurut dan tidak mau menepati poin-poin dalam perjanjian—"

Matih gue, ini sih beneran kayak cerita mattpad. Mata gue membelalak ngikuti pemain drama yang biasa Emak tonton gitu. "Mas Gema akan menuntut uang puluhan milyar pada saya dan keluarga saya?" tebak gue udah katam sama drama mattpad.

Mas Gema menautkan alisnya. "Itu kejam, Cinta. Saya nggak terpikirkan. Meski lumayan juga, tapi bukan. Saya—"

"Buku saya nggak jadi terbit, gitu?" potong gue lagi. Bukannya mengangguk, Mas Gema malah makin menautkan alis hitam tebalnya. Kayaknya Mas Editor ini punya darah Arab deh, cakepnya bikin mata seger. Duh, fokus, Nja.

"Saya tahu mana pekerjaan dan pribadi. Surat kontrak penerbitan yang sesungguhnya nanti setelah kelar proofread. Tapi boleh saja. Anggap saja ini sebuah permainan pribadi antara kita berdua, Senja Cintasmara." Gue bergidik ngeri lihat senyuman Mas Gema. "Yang sangaaat... ra-ha-si-a."

Glek.

"T-Tapi, itu dokumen-dokumen saya—"

"Keputusan saya akan balikin dokumen pribadi kamu atau menahan selamanya tergantung perilaku kamu dan sanggup atau tidaknya memenuhi perjanjian."

Gue menelan ludah lagi. Mengikuti tangan Mas Gema memasukkan dokumen itu ke dalam tasnya.

Padahal gue belum selesai ngomongnya. Nggak masalah ditahan selamanya, tapi kalo bisa ke KUA dulu biar diproses kan bisa. Kalau gini ceritanya.... "Baiklah, saya akan mengikuti semua permainannya, entah apa tujuan kamu, Mas Gema. Tapi dengan satu syarat."

Mas Gema kayaknya ikut tertantang. "Apa syaratnya?"

Gue meminum Es Susu Kocok gue seteguk sebelum melanjutkan. Duh, kering kerongkongan dari tadi ngomong melulu. Menjawab raut muka penuh pertanyaan Mas Gema dengan bersedekap dan dagu terangkat tinggi. "3N."

"3N?"

Gue menyeringai. "No kiss, No ena-ena sebelum halal dan No penindasan."

Meskipun gue yakin kalau Mas Gema ini suka sama gue sampai bikin skenario kayak gini, gue juga harus punya harga diri sebagai perempuan. Laki-laki ini adalah laki-laki. Dan laki-laki itu bukan perempuan. Gue nggak tahu bagaimana laki-laki nyata berpikir dan bertindak. Sejauh ini gue cuma pakai referensi dari aktor vokev yang jelas bertindak sesuai yang kemaluannya tuju.

Pinangan (Mas) EditorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang