Liam terpaku di tempatnya dan tak bersuara. Dirasanya hal ini begitu mustahil mengingat ia telah datang demi menemui adik satu-satunya itu, tetapi justru ia datang tepat di hari peringatan kematiannya. Sekelebat memori yang ia miliki bersama Lily langsung merasuki pikirannya saat ini. Terutama hari dimana Lily menolongnya untuk pergi menyelamatkan Amanda membuatnya semakin tidak tahan untuk meneteskan air mata. Akhirnya, Liam mengernyit dan membiarkan tangisannya pecah sebelum Amanda menariknya dalam pelukan.
Arthur yang berada di dekat mereka saja langsung merasa prihatin pada sosok ayahnya itu. Mengingat, tak jarang Liam sering bercerita mengenai bibinya, Lily, yang telah berjasa akan hubungan kedua orang tuanya tersebut.
Raungan pelan terlontar dari mulut Liam. Wajahnya begitu merah dan terbasahi oleh air mata. Entah kapan terakhir kali Liam menangis seperti ini. Well, kalau tidak salah, terakhir kali Liam menangis deras adalah disaat dirinya nyaris kehilangan Amanda tiga belas tahun yang lalu.
Kini yang bisa Amanda lakukan hanya mengusap punggung Liam dan mencium pipinya. Tanpa terasa pelupuk matanya sendiri juga sudah tergenang dengan air mata dan memerah.
Lily, sosok wanita cantik dan berhati mulia, kini sudah tiada sejak lima tahun yang lalu. Semua angan-angan mereka untuk dapat bertemu kembali dengannya telah pudar begitu saja. Hanya harapan kosong dan relung hati yang menganga yang mereka dapatkan. Mereka bahkan tidak menduga bahwa Tuhan akan membawa mereka kembali tepat di hari peringatan kematiannya.
"Liam, tenanglah. Aku tahu ini berat bagimu, tapi kita harus tetap ke istana." Amanda berusaha menjaga nada suaranya yang hampir bergetar.
Mendengar hal itu, wanita yang sempat ditanyai oleh Liam kembali angkat bicara, "Kalian ingin ke istana? Sebaiknya jangan sekarang karena Raja tidak memperbolehkan siapa pun masuk ke lingkungan istana di hari seperti ini. Hanya para pejabat dan bangsawan yang di undang lah yang diperbolehkan."
Kontan keduanya langsung memalingkan wajah dengan pandangan keheranan. Akan tetapi hal itu tidak membuat mereka berdua mengurungkan niat. Toh, Lily adalah adik kandung Liam, mana mungkin Zayn melarangnya datang. Jikalau Zayn masih menyimpan dendamnya terhadap Liam, ia akan tetap bersikeras untuk bisa melihat pusara adiknya itu.
Pun dengan segera Liam, Amanda, beserta Arthur ikut mengenakan jubah hitam dan mengambil setangkai bunga Lily yang disediakan oleh warga. Mereka bergegas pergi menuju istana dan berharap mereka dapat diperbolehkan masuk.
***
Saat ini Zayn bersama kedua anaknya berdiri di dekat pusara Lily. Tak jauh dari mereka Putri Demetria, Niall, dan seorang pendeta yang memimpin pembacaan doa ikut serta dalam hari yang berkabung ini.
Suasana yang begitu sakral sekaligus pilu meliputi sebagian orang yang berada di dekat taman bunga milik Ratu Scandinova itu. Zayn memang lebih memilih untuk mengubur jasad Lily di dekat taman bunga kesayangan istrinya. Selain agar bisa melayatnya setiap hari, Zayn juga ingin tetap merasa dekat dengan wanita berambut hitam mengkilat itu.
Terlihat kini para anggota kerajaan mulai menaruh tangkai bunga Lily yang mereka bawa di dekat batu nisan yang terukir nama Lily disana.
Putri Demetria yang merupakan sahabat sekaligus kakak iparnya mulai menitikkan air mata. Ia sungguh merindukan senyuman Lily dan gelak tawanya yang renyah. Ia rindu bercengkrama dan berbagi cerita pada sosok gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak lima belas tahun yang lalu.
Tak lama, setelah ritual yang penuh akan rasa duka itu hampir selesai, terdengar suara teriakan para pengawal yang berjaga di pintu utara. Zayn yang menyadari hal itu langsung beranjak dari tempatnya, hendak mencari tahu apa yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love Affairs [Sequel to: The Secret Affairs] - REVISI ✔️
FanfictionKisah ini masih menceritakan tentang perjalanan cinta dari Liam, Zayn, Harry, Niall, dan Louis. Kali ini kelimanya akan kembali diuji untuk mempertahankan tulang rusuk mereka yang sudah menjadi kekasih hati dan mengisi kekosongan dalam hidup masing...