Part 7

9.8K 930 32
                                    

Clerina Langley. Tinggi semampai, cantik, punya senyum yang menyenangkan. Gadis itu memiliki warna mata coklat abu-abu, nyaris seperti bola transparan yang indah, seolah hujan menyisakan embun di dahan pohon, berkilau dalam cahaya pagi. Rambutnya pirang madu halus, digelung ke atas, beberapa helai anak rambut di lehernya seolah menggoda untuk disentuh.

Berpakaian berani, gadis itu memakai gaun berpotongan rendah, memperlihatkan lekuk tubuh mempesona, belahan dada indah yang membuat mata pria tanpa sadar melirik dan tertahan sesaat di sana.

Anthony mendesah.

Seandainya Clerina bergigi tonggos, bermata juling, atau sejumlah kekurangan fisik lainnya, ia bisa dengan mudah menghindari pernikahan ini. Ia bisa dengan jahat menyakiti hati gadis itu, mengatakan ia bukan tipenya, kemudian pergi dan melupakan perjodohan ini.

Sayangnya, gadis itu cantik. Cantik dan memukau. Yah, sesaat mulut Anthony kering karena tiba-tiba yang terpikir di otaknya adalah, kali ini, sialnya, ia tidak bisa menolak semudah itu. kali ini ia sudah skak mat.

"My Lord?"

Anthony tersenyum, "Tidak perlu terlalu kaku," ucap Anthony sambil berusaha melengkungkan bibir supaya orang menyangka dirinya tersenyum. Ironis, karena yang ada di pikiran Anthony adalah. Skak mat. Skak mat. Skak mat. "Bukankah kita akan segera bertunangan?"

"Ah, betapa menariknya," Clerina tersenyum tanpa sedikit pun terlihat terkejut. "Apakah Anda bermaksud menyatakan niat Anda untuk mulai mendekati saya, Sir?"

Anthony berjengit. Hebat, bahkan gadis ini punya selera humor sarkastis, persis siapa? Sialnya, benar-benar persis dirinya. Ia bisa membayangkan masa depan mereka. Menggendong anak, saling melemparkan sindiran sarkasme sementara kedua anak mereka yang sudah lancar membaca saling menghina di sudut ruangan dengan sindiran sarkasme lainnya.

"Oh, aku akan datang, Lady Clerina..." senyum Anthony terlihat berbahaya, naik dan tercermin di matanya. "Bersama buket bunga besar yang mungkin cukup untuk vas indah di ruang tamumu."

Lady Clerina mengangguk, lalu berpura-pura menyesal, ia menatap Anthony sambil tersenyum manis. "Sayangnya, vas cantik yang ada di sudut ruang tamuku sebenarnya bekas tempat membuang jamban..."

Anthony tersedak. Oh, gadis ini bukan lady biasa. Ia bahkan menyebut kata jamban semudah membalik telapak tangan. Mengingatkan Anthony pada Lucy yang bahkan menyebut kata payudara dan bokong dengan berani. Bukankah ini semakin menarik saja?

"Bunga teratai mekar dari lumpur," Anthony mengutarakan. Ia ingat Lucy pernah mengucapkan kalimat itu sebelumnya, saat mereka membahas system rumah kaca dan berbagai tanaman di dunia yang pernah Lucy baca. "Kurasa mawar yang akan kuberikan nanti, dengan senang hati menganggap segala sisa kotoran itu sebagai pupuk."

Lady Clerina tersenyum dan memberikan hormat. "Kalau begitu, Sir, aku akan menunggu kedatanganmu dengan tangan terbuka. Silahkan datang kapan saja ketika kau bisa." Gadis itu membuat Anthony lebih terkejut dengan berkata, "Tidak perlu bingung, aku tentu saja menerimamu dengan senang. Kau calon terbaik untuk kehidupan nyamanku beberapa tahun mendatang."

Anthony memaksakan seulas senyum di bibirnya. Gadis cantik di depannya. Cantik, sarkastis, dan praktis. Sepertinya gadis itu menganggap menikahi Anthony jelas demi kepraktisan semata. Seolah akhirnya ia bisa berhenti beristirahat dan mengistirahatkan kakinya yang lelah berdansa di atas sofa cantik di ruang keluarga. Mungkin dengan kucing angora cantik di sebelahnya.

Sebuah kesadaran lain menghantamnya. Gadis itu adalah tunangannya. Lady Clerina Langley, putri tertua Duke of Lincester.

                                                                        -00000000-

[18+]The Second Waltz - 1st Ballroom Series  (HALF PUBLISHED): Ebook AvailableWhere stories live. Discover now