8. The Fireflies and Make-Believe

5.1K 909 610
                                    

"Kenapa, Va? Sini cerita sama aku."

Bukannya menenangkan. Kalimat itu malah membuatku takut. Aku takut akan bagaimana reaksi Calum setelah membaca sms dari Indy. Sempat terpikir di benakku untuk tidak memberitahunya, namun merahasiakan hal ini dari Calum malah akan memperburuk suasana.

Aku kecewa dengan Indy. Padahal, kami sudah berteman lama sekali, walaupun tidak selama aku berteman dengan Calum. Kami mulai berteman dengan Indy sejak SMP kelas 2, karena Indy merupakan siswa pindahan. Awal pertemanan kami dimulai karena kami sekelas dengannya, lalu kami ditugaskan untuk mengantarnya keliling sekolah.

Aku berusaha menenangkan diriku terlebih dahulu sebelum akhirnya memberitahu Calum. Sepertinya Calum mengerti, jadi dia tetap diam memelukku tanpa berusaha mendesakku untuk menjawab pertanyaannya.

"Kabarnya buruk banget, ya?" Ucapnya setelah aku melepaskan pelukannya. "Nggak kok, ini kabar baik." Balasku sarkastik. "Lah, terus tadi lo kenapa marah-marah?" Tanyanya bingung. Entahlah, anak yang satu ini memang lolot banget, jadi mohon dimaklumi, ya.

"Ngh, untung gue sabar." Jawabku mencubit pelan perutnya."Tapi janji, ya. Jangan marah." Lanjutku sambil menyodorkan jari kelingkingku. "Pinky promise, then." Calum menautkan jari kelingking kami sambil tertawa ringan.

Dengan ragu-ragu aku memberikan handphoneku untuk memberi tahu isi sms dari Indy. Setelah selesai membacanya, Calum malah diam menatapku. "Cal, kok malah diem aja? Gak marah?" Aku melambai-lambaikan tanganku ke depan mukanya yang tidak memiliki ekspreksi.

"Gue gak marah, Va. Gak guna juga. Cuma kecewa aja gitu sama dia, ternyata sifat aslinya kayak gitu." Calum merebut handphoneku, lalu menempelkan ke telinganya. "Anjir, ngapain lo?" Tanyaku yang malah dibalas dengan tangannya yang membekap mulutku.

Calum lalu menaruh handphoneku diantara kami dan memencet tombol loud speaker. Ternyata ia menelpon Indy. Hanya butuh waktu sebentar sebelum akhirnya Indy mengangkat telponnya.

"Halo, Varisca? Kenapa? Lo abis ditolak Calum, ya? Sadar diri dong, makannya. Calum tuh sukanya sama gue. Bukan sama lo! Gak usah kegatelan. Atau jangan-jangan nanti lo mau ngerebut Luke juga? Dia gak bakalan mau juga sih sama lo, maaf-maaf aja. AHAHAHAH."

Aku dan Calum belum sempat mengucapkan sepatah kata pun, tetapi Indy langsung berkata panjang lebar seenak diri. Mukaku memerah, geram. Calum terlihat tenang mendengarkan kata demi kata yang keluar dari mulut Indy. Setelah Indy selesai berbicara, Calum menjawab.

"Gue gak nyangka, Ndy. Ternyata sifat asli lo kayak gini, ya. Dan satu hal lagi, gak usah kegeeran lo, gue gak pernah suka sama lo."

**
Calum POV

Sumpah, tai banget itu orang. Gak nyangka gue. Bayangin, orang yang lo sayang setengah mampus di maki-maki gitu aja di depan lo. Untung dia bilangnya lewat telpon. Coba aja kalo langsung, gak bisa bayangin gue apa yang bakalan terjadi nantinya. Apalagi kalo gue lagi khilaf, bisa-bisa gue goreng jadiin perkedel.

Gue langsung narik tangannya Varisca balik ke warkop gitu aja, tanpa penjelasan sama sekali. Bajingan banget emang, gara-gara Indy gue hampir keceplosan.

Ancur semua rencana gue kalo sampe gue keceplosan ngomong.

Gue udah khatam sama Varisca, udah tau sifat aslinya luar dalem. Pasti itu anak cuma sok-sok kuat aja, padahal dia lagi nahan nangis. Gue gak pernah tega liat dia nangis, iyalah. Cowok mana sih yang tega ngeliat ceweknya nangis?

Gue jalan disebelah kanan dia, kayak biasa. Gue jalan pelan-pelan aja, sengaja. Biar dia bisa nenangin dirinya dulu. Semoga sampe warkop nanti pesenan gue udah jadi deh. Indomie selalu bisa jadi moodboosternya Varisca. Gampang sih, waktu gue SMP, kalo dia lagi bete sama gue, tinggal gue bikinin indomie goreng jumbo pake cabe 2 biji terus ditaburin keju yang banyak. See? Gue udah khatam sama Varisca.

astray • hoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang