Positif

2.6K 100 0
                                    

(Rie's POV)

Sudah 1 bulan ini aku tinggal di apartemen Edward. Tiap hari dia selalu mengantarkanku ke kantor dulu sebelum berangkat ke kantornya. Begitu pula saat pulang kerja, dia menjemputku dulu sebelum pulang ke apartemen.

Awalnya aku sudah menawarkan untuk pergi dengan mobil masing-masing, agar tak merepotkannya. Tapi dia hanya menatapku tajam membunuh, seolah akan menelanku bila aku mengatakannya lagi. Fine, sekarang aku tahu, dia tipe pemaksa yang egois. Yang harus kuakui, aku tetap mencintainya meski dia sedikit menyebalkan.

Pagi ini ini aku terbangun lebih pagi, padahal ini hari minggu. Lengan besar Edward melingkar dipinggangku. Aku berusaha untuk meminggirkan lengannya, agar aku bisa bangun dan membersihkan tubuhku dari sisa-sisa percintaan kami semalam. Kami hampir tak pernah melewatkan malam tanpa bercinta. Dia seperti kafein untukku, yang membuatku ketagihan.

Setelah mandi, aku mulai membuat sarapan untuk kami berdua. Aku merebus spaghetti, dan mulai menumis saus bolognese yang kutambahkan meatballs kedalamnya. Aku juga membuat milkshake, milkshake strawberry untukku, dan milkshake chocolate untuk Edward.

Baru saja akan plating, kurasakan lengan besar melingkar di pinggangku. Hembusan nafas hangat terasa dileherku.

"Morning, honey" suara berat Edward menyapaku. Aku membalikkan badanku dan mengecup bibirnya.

"Morning, baby" balasku. Kulihat Edward sudah segar dengan rambutnya yang masih basah. Dia tampak begitu santai dengan kaos polo shirt dan celana pendeknya.

"Duduklah dimeja makan sayang, aku akan menyiapkan sarapan untuk kita berdua." Edward kemudian berjalan menuju meja makan menungguku dengan sabar. Aku menyajikan sarapan untukku dan Edward.

Baru dua suapan, kurasakan mual yang teramat sangat diperutku. Karuan saja, aku langsung lari ke kamar mandi. Makanan yang semalam aku makan, langsung keluar dengan sukses. Kurasakan pijatan lembut di tengkukku.

"Baby, kamu kenapa?" Edward menatapku cemas.

Perutku kembali mual, tapi yang kumuntahkan kali ini hanya air. Aku segera membuka kran wastafel dan mencuci mulut dan tanganku.

"Entahlah sayang, tiba-tiba perutku mual sekali. Kepalaku juga pusing" aku membalas tatapan Edward. Edward membimbingku duduk di tepi ranjang. Dia menggenggam tanganku erat.

"Kalau begitu, hari ini kamu istirahat saja. Aku akan menemanimu disini" aku lalu membaringkan tubuhku.

Edward mengikuti gerakanku dan berbaring disebelahku. Dia menarikku kedalam pelukannya dan membelai lembut punggungku.

"Tidurlah sayang. Cepatlah sembuh. Aku tak bisa melihatmu sakit begini" Edward mengecup puncak kepalaku. Aku membenamkan kepalaku kedalam dadanya yang bidang dan mulai memejamkan mataku.

***

(Author's POV)

Rie menatap nanar kearah benda ditangannya. Setelah hampir seminggu ini dia merasakan mual setiap kali makan.

Ditambah lagi dia belum juga mendapatkan haid, padahal sudah lewat satu minggu dari jadwal seharusnya. Membuatnya takut kalau dia hamil.

Diam-diam dia membeli testpack saat sedang berbelanja bulanan bersama Edward di supermarket. Dan sekarang, apa yang ditakutkannya, benar-benar terjadi. Rie hamil! Itu dibuktikan dari dua garis yang ada pada testpack ditangannya.

Sementara Edward masih tertidur pulas, Rie menangis dalam diam. 'Ya Tuhan, cobaan apalagi ini?' Pekik Rie dalam hati.

Memang Edward sudah berjanji akan segera menikahinya. Tapi itu dulu, sebelum Edward 'menikahi' wanita sialan itu.

Saat ini, tidak mungkin Edward menikahinya sebelum dia menceraikan iblis wanita itu. Rie mengangkat kakinya keatas dan memeluknya. Dia menundukkan kepalanya. Dia merasa sangat kalut.

Edward terbangun saat merasakan Rie tidak ada disampingnya. Ditepi ranjang dia melihat Rie terisak pelan. Dipeluknya dari belakang wanitanya. Diciuminya rambut dan puncak kepala Rie.

Tubuh Edward menegang melihat benda ditangan Rie. Diraihnya benda itu dan diamatinya. Melihat dua garis disana, tenggorokannya terasa tercekat. Dialihkannya pandangannya dari testpack, ke wajah Rie yang masih menunduk dan pipinya sudah basah karena airmata.

"Baby, kamu... hamil?" Tanya Edward hati-hati. Rie tak menjawab, tatapannya kosong. Edward mengeratkan pelukannya. "Baby, bicaralah sayang. Jangan diam saja seperti ini" dikecupnya pelipis Rie.

"Aku takut, Edward..." ujar Rie sangat pelan, hingga hampir tak terdengar.

"Apa yang kamu takutkan sayang? I'm here" Rie masih bergeming.

"Apa yang harus kukatakan pada papa dan mama? Mereka takkan pernah mengampuniku, bila tahu aku hamil. Terlebih lagi... kamu yang tak bisa menikahiku sebelum kamu menceraikan wanita iblis itu" Rie akhirnya menatap kearah Edward yang mulai menegang disampingnya.

Wajah pucat Rie menyiratkan kelelahan. Pipinya basah karena airmata yang tak henti-hentinya jatuh dari matanya. Rahang Edward mengeras, dipeluknya kembali wanitanya itu.

"Percayalah padaku sayang, aku akan segera menyelesaikan masalah ini dan menikahimu. Bersabarlah sayang" Rie menyandarkan kepalanya dibahu Edward. Memejamkan matanya, dan akhirnya tertidur karena kelelahan menangis. Edward membelai pelan kepala Rie.

'Maafkan aku sayang, sudah membuatmu seperti ini.' batin Edward.

**

Di sisi lain, diruangan CEO Malhotra Enterprises.

Raj mendapatkan berita tentang pernikahan Edward dengan Maggie Eldorado. Itu membuatnya sangat marah. Rahangnya mengeras. Terlebih lagi melihat foto pernikahan laki-laki yang begitu dipercayai oleh Shyla, sahabatnya yang sudah dianggapnya seperti adiknya itu.

"Sialan! Laki-laki itu sudah mengkhianati Shyla, dan gadis bodoh itu menutupi ini semua dengan keyakinan bodohnya. Tak akan kubiarkan Shyla kembali terluka karena laki-laki bajingan seperti dia" Dilemparkannya foto-foto itu ke lantai. Diambilnya ponsel di saku celananya. Memencet sebuah nomor.

"Ramon, siapkan jet untukku sore ini. Suruh Parker dan Ronald menungguku disana." Perintah Raj pada asistennya.

"....."

Raj lalu menutup teleponnya setelah mendengar jawaban dari Ramon. Kemudian memasukkan ponselnya kembali ke sakunya.

"Maaf Shyla, aku akan melakukan hal yang tidak kau sukai. Tapi aku tak rela melihatmu menderita karena pria-pria brengsek seperti Dev, Akira, dan sekarang... Edward."

Raj menatap pigura yang ada diatas mejanya dengan penuh kerinduan. Disana ada foto seorang gadis berumur 12 tahun memakai mahkota dari bunga, sedang menopang dagunya sambil tersenyum.

******

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

******

To be continue...

Love And SacrificeWhere stories live. Discover now