"Thanks." Gumam Ava dan di balas anggukan oleh Hunter. Ava tidak mood untuk meminum pemberian Sahabatnya itu. Jadi,ia menaruh minuman itu di sisi lain.

Keduanya sekarang sama-sama terduduk di tanah yang di Lapisi kain tipis. Mereka sekarang memandang langit jingga dan matahari yang mulai tenggelam di telan bumi.

"Apa kau mau bercerita sekarang?" Tanya lelaki berambut gelap dan poni blondenya,Hunter.

Gadis itu hanya menggeleng lesu. Jemari-jemarinya mulai bergerak mengambil sekumpulan batu kecil lalu di lemparkan nya ke danau.

Hunter yang menyadari tingkah lakunya pun hanya bisa mengernyit kebingungan. Sebenarnya ada apa sih dengannya?. Tercipta keheningan di antara mereka sampai pada akhirnya Hunter angkat bicara.

"Aku mengerti." Sahut Hunter sarkas memecah keheningan. Ava tetap memandang kosong ke arah danau. Pikirannya telah di penuhi dengan kalimat-kalimat itu. Ia masih di hantui oleh rasa bersalah. Bersalah karena telah membuat sahabatnya menangis dan merusak hubungan mereka. Ia berusaha mengulangi kalimat yang di lontarkan sahabatnya Reva tadi sekaligus mencernanya, 'it's my fault. it's Okay. kali ini kau tidak perlu mementingkan hubunganku dengannya, itu urusanku.' Ava terus berpikir keras sampai kepalanya pusing tidak dapat mengerti kalimat itu.

Hunter menghembuskan nafas panjang. "Aku mengerti, kau butuh waktu untuk sendirian..." Di lihatnya wajah sahabatnya. Ava sama sekali tidak merespon. Hunter kembali mendengus pelan. "Jika kau mendengar perkataanku sekarang. Kusarankan untuk lampiaskan saja rasa itu melalui lemparan batu itu. Semuanya,"

Kemudian, Hunter bangkit berdiri dari duduknya melangkahkan kaki untuk menjauh dari sahabatnya. Ia memahami semua yang di alami sahabatnya sekaligus orang yang berhasil membuatnya luluh.

Ava menekuk kedua kakinya rapat-rapat dengan kedua tangannya dan memeluknya. Menenggelamkan wajahnya dalam-dalam di sana dan menangis sejadi-jadinya.

Ava mencengkeram kuat-kuat pergelangan tangannya sendiri yang tengah memeluk kedua lututnya.

Kemudian Ava menatapi matahari yang mulai tenggelam dengan tatapan kosong. Ava tersadar dan menoleh ke kanan & ke kiri. Keningnya berkerut keras ia tidak dapat menemukan sahabatnya. Mungkin Hunter sedang mencari minuman, pikir Ava.

Ava menunduk. Kakinya berhasil menopang kepalanya. Ia menatap tanah yang basah di dekat danau. Kemudian jemari-jemarinya kembali mengambil kerikil dan melemparnya ke danau.

Setelah lima belas menit Ava habiskan bersama kerikil itu. Ia menyadari tiada sosok Hunter bersamanya. Ia putuskan untuk meneriaki namanya karena tempat ini mulai sepi dan di ganti oleh suara jangkrik karena matahari sudah tenggelam.

Ava terus meneriaki nama Hunter sampai lima menit berlalu Hunter datang dengan senyuman yang terhias di wajahnya. Membuat pikiran Ava damai melihat senyumannya. Kemudian Hunter menyuruh Ava untuk berdiri dengan bahasa tubuh. Kening Ava berkerut samar di tatapnya kedua manik mata Hijau ke cokelatan milik Hunter lekat-lekat.

Kemudian Ava melirik dari bawah hingga atas. Ia menemukan kedua tangan Hunter yang di sembunyikan ke belakang tubuh membuat Ava menjadi penasaran.

"Apa itu?" Tanya Ava sambil menunjuk ke belakang tangan Hunter.

Pipi Hunter mulai memerah membuat seulas senyuman yang menghias di wajah Ava.

"Oh Ayolah. Apa yang kau sembunyikan dariku?" Tanya Ava sarkas. Lalu mengulurkan tangannya untuk menarik lengan Hunter tapi Ava kalah cepat dengan Hunter yang sudah menghindar.

Ava mendecak kesal. Hunter tersenyum jahil.

"Dari mana saja kau?" Tanya Ava cepat.

"Ada Seseorang membuatku bingung. Dia mengajakku ke sebuah danau. Kukira ia ingin membicarakan sesuatu sambil mentraktirku starbucks. Tapi malah aku yang harus menraktirnya,"

Dahi Ava berkerut hebat. Di tatapnya kelakuan sahabatnya, ia tidak mengerti sama sekali maksud lelaki itu.

"Ia membuatku menjadi patung. Entah, apa yang ada di pikirannya sekarang. Aku sudah berkali-kali mengajaknya berbicara tapi hasilnya nihil. Aku makin penasaran, sama seperti orang yang berada di hadapanku sekarang. Ia juga penasaran dengan apa yang sedang ku sembunyikan." Jelas Hunter dengan senyuman jahil serta pipi merah yang menghiasi wajahnya sekarang. Ava pun berpikir dengan keras mencoba mencerna setiap kalimat yang di lontarkan Hunter sampai pada akhirnya ia mengerti dan menyengir hebat.

"Jadi kau marah?"

Hunter menggeleng sambil menunduk. Ava melipat kedua tangannya di depan dada.

"Jika kau penasaran, katakan dulu apa yang kau sembunyikan di belakang punggungmu itu?" Tanyanya sambil memainkan kedua alisnya menunjuk ke belakang punggung Hunter.

Hunter tertawa pelan. "Baiklah, tapi kau harus menceritakan semua kepadaku." Tawar Hunter membuat Ava mengangguk tidak sabar.

Kemudian tangan Hunter mengulur ke depan menunjukan boneka penguin berukuran sedang.

Ava terkesiap. Matanya melebar. Ia tercengang hebat.

"That's so cute." Katanya seraya menerima boneka pemberian Hunter. Ava memang menyukai boneka penguin sejak kecil. Hunter sukses membuat sahabatnya kembali tersenyum.

Di peluknya rapat-rapat boneka itu.

Sekarang mereka tengah berjalan berdampingan menelusuri sebuah Danau yang di lengkapi beberapa mainan anak-anak seperti jungkat-jungkit, ayunan, dll.

"Kau ingin bercerita sekarang?" Tanya Hunter kemudian.

Gadis itu tampak merenung sebentar lalu melirik sahabatnya yang tengah menatapnya. Kemudian ia menelan ludahnya dengan susah payah.

"Baiklah," mulailah Ava membuka mulut untuk bercerita semuanya yang telah terjadi di kehidupannya. Ia menceritakan masalah Jacob dan Reva. Dari awal hingga akhir.

Jacob Sartorius •DEFINITELY•Where stories live. Discover now