❝Jiminie❞

4.2K 375 23
                                    

Apa yang terjadi saat aku koma? Apa yang telah kulupakan saat aku tidak sadarkan diri? Apa yang telah kulalui saat itu? Mengapa, aku merasa hampa ketika bangun? Seseorang bantu aku mengingatnya!-Min Yoongi

*Yoongi POV
Aku membereskan beberapa pakaian dan barang-barang yang entah siapa yang membawakannya kesini, baru pagi tadi aku melihat ruang mewah nan bersih ini. Ada yang membuatku kagum disisi meja nakasku, ada bunga yang kelihatan baru. Aku yakin seseorang menggantinyaa setiap hari, mana kala kulihat bak sampah kecil disampingnya bertumpuk beberapa bunga serupa jumlahnya bahkan tujuh dan delapan dengan yang ada divas kecil itu. Tidak ada yang memperlakukanku seperti itu sebelumnya jadi aku membawanya dengan senang ditasku. Entah itu baru atau sudah hampir kering aku tetap membawanya.
Mereka bilang ini hari kedelapan aku ada disini, namun perasaanku mengatakan baru hari ini. Padahal aku tidur cukup lama. Ya, aku koma. Saat membuka mata tadi pagi, pikiranku masih kosong, sama dengan ruang yang ku tempati tampak kosong. Tubuhku cukup lelah, aku masih belum ingat apa pun. Sampai seorang berpakaian putih mendatangiku. Ia tampak kaget dan berlari, apa aku menakutkan gumamku dalam diam. Ia datang lagi membawa seorang yang mungkin jabatannya lebih tinggi darinya. Memeriksaku dengan lembut, lalu tersenyum dan melepas beberapa peralatan medis yang tertempel ditubuhku. Aku berhasil mengumpulkan nyawaku, kepalaku berdenyut lalu sakit menimpanya. Sejenak kisah berputar dikepalaku, bagaikan film documenter sangat rinci tayang didalamnya. Seketika aku ingat, air mataku mengalir tanpa seizinku, aku mengingat kecelakaan yang menimpaku dan seseorang yang menyetir. Ya, orang itu lumayan dekat denganku, ia supir dirumah besarku. Aku tiba-tiba gelisah, aku ingin melihatnya, bagaimana keadaannya. Aku bertanya dengan orang tadi, ia dengan mudah mengatakan bahwa supirku meninggal saat kejadian itu. Aku berharap itu candaan, namun hei bangunlah kau melihatnya dia belumuran akan darah. Tidak lama setelah itu eomma dan appa datang. Eomma tampak mengeluarkan air mata seraya bersyukur. Lain halnya dengan appa, ia tampak bahagia dalam wajah khawatirnya.
Mereka menyuruhku untuk tetap disini beberapa hari kedepan, namun aku bersikeras untuk pulang hari ini. Kutatap lagi ruangan bernuansa putih ini, entah kenapa perasaanku mengatakan ada yang kurang. Kucek lagi barang-barang bawaanku, astaga seharusnya aku berpikir aku saja tidak tahu apa barang milikku yang telah ada disini. Aku ingat pintu ruangan ini terbuka sangat lebar, aku merasa ada seseorang menatapku dari luar saat kucoba mengarahkan pandanganku kesana, tidak ada seorangpun hadir didepan situ. Seketika aku berbidik ngeri dan langsung beranjak pulang sambil membawa tasku.
Eomma dan appa telah menunggu diparkiran, mereka tampak tersenyum menyambutku. Aku duduk dikursi belakang, lalu pikiranku beralih pada ajusshi. Dengan rasa gugup aku mengajak eomma dan appa untuk menemaniku kemakamnya, appa tampak melarang mengikat kondisiku yang belum stabil. Tapi, eomma mengangguk kearah appa seraya memegangi tangannya halus. Aku tersenyum kecut, aku ingin menangis lalu berseru dalam hatiku untuk menahannya dan keluarkan saat sudah dirumah.
Mobil sudah menyampai perkiran area pemakaman, aku melihat seseorang berbaju hitam baru keluar darisana, terlihat kain putih yang nampak kontras menempel pada lengan jas hitamnya, mungkin kerabatnya baru meninggal pikirku. Pikiranku kembali lagi pada ajusshi. Dibandingkan dengan appa ataupun eomma aku lebih dekat dengannya. Sebuah cerita, tidak ini cerita yang banyak berputar lagi dikepalaku, cerita-ceritaku dengan ajusshi membuat kepalaku kembali berdenyut. Aku mengusap kelipisku, appa tampak meraih bahuku dan menanyakan apa aku baik-baik saja, aku hanya mengangguk dan kembali berjalan.
Kami sampai disebuah blog yang didalamnya tertera nama, tanggal lahir dan wafat disebuah guci abu. Mataku memanas, aku tidak ingin menangis namun air mata itu keluar dengan mudahnya lalu menuruni pipi mulusku, kenapa? Sebuah bingkai foto kecil ada disamping guci abunya.
Fotonya yang tersenyum bersama seorang laki-laki, berdiri dan saling merangkul bahu masing-masing. Itu aku, benar-benar aku. Kudengar eomma mengatakan sesuatu, ia bilang ajusshi menyuruh keluarganya, jika ia meninggal dimakamnya harus diletakkan fotonya bersamaku. Aku memakluminya, ku pikir ia sangat menyayangiku. Ajusshi tidak mempunyai istri apalagi anak sedangkan keluarganya jauh dari tempatku tinggal, ia dekat denganku pastilah ia sangat menyayangiku. Tidak lama setelah itu kami beranjak pulang setelah memberi hormat.
Appa kembali menjalankan mobil, aku menggerutu didalam hati. Aku akan sendiri didalam rumah besar yang megah itu, appa maupun eomma passti akan meninggalkanku lagi sendiri. Aku terbiasa karna ada ajusshi tapi ini, ia sudah tidak ada baagaimana aku?.
Dua hari kemudian aku kembali sendiri, appa dan eomma kembali meninggalkanku untuk berbisnis dinegara tetangga. Aku hanya membiarkannya, mengingat sudah sangat sering mereka berperilaku seperti itu. Tapi, ini berbeda. Dulu ada ajusshi yang menemaniku, sekarang hanya beberapa pelayan dan pengurus rumah yang tidak terlalu dekat denganku. Lantas, aku berpikir sesaat, 'bagaimana aku menjalani hidup tanpanya?'.
Selama dua hari ini aku hanya bersembunyi dibalik selimut nyamanku. Aku ingin melakukan hal-hal menyenangkan, namun tubuhku enggan untuk bangun. Ponselku bergetar disisi meja nakasku. Sangat malas rasanya untuk mengangkat panggilan itu, tapi harus kuangkat bisa saja itu panggilan penting bukan?. Ternyata suara wanita paruh baya nan cantik menggema ditelingaku, ia menyuruhku mengecek balutan kain kasa yang melekat dikepalaku. Seketika kuusap kain itu, aku sedikit meringis 'wahh lumayan sakit ketika kusentuh' gumamku singkat.
Tidak banyak berpikir, kuturuti perintahnya. Dengan cepat membersihkan diri dan pergi kerumah sakit terakhir kukunjungi itu. Seseorang menungguku diluar, dengan jas hitam melekat ditubuhnya, ia menunduk lalu membukakan pintu mobil. Pasti dia supir baru yang diperintah eomma untuk mengantar jemputku menggantikan ajusshi.
Aku menggeleng kuserukan bahwa aku ingin pergi sendiri. Awalnya ia mencari alasan agar aku mau, namun nihil aku tetap pada pendirian, aku ingin sendiri. Seakan sudah tau bahwa aku mempunyai sifat keras kepala, ia tersenyum dan menunduk, membiarkanku untuk pergi sendiri menggunakan bus.
Aku berjalan menuju halte bus, tidak lama menunggu, bus datang dan aku bergegas masuk lalu duduk dikursi paling pojok, tempat kesukaanku. Selama perjalanan mataku hanya tertuju pada jalanan yang kulewati. Kepalaku berpikir, dikala aku tak tau apa yang sedang kupikirkan. Lalu melanda pening yang dilewatinya. Aku menganga, apa yang kupikirkan? Kini dikepalaku terbayang seorang laki-laki yang aku sendiri tidak mengetahui itu siapa.
Tak sengaja sorot mataku menatap rumah sakit yang tadi ingin kudatangi, dengan cepat ku tekan tombol berhenti didekatku lalu melangkah keluar dan berjalan masuk. Sesampainya didalam aku langsung menuju ruang yang eomma maksud, ternyata harus menunggu giliran dipanggil. Aku pun duduk dibangku yang sudah disiapkan untuk menunggu panggilan. Sembari menunggu aku membuka ponselku dan mencoba memainkannya.
Seseorang duduk tepat disebelahku, sontak pandanganku tertuju padanya. Ia hanya melihat datar kedepan. Singkat memang tatapanku tadi namun wajahnya dapat jelas kubayangkan diotakku. Wajahnya yang yang tampan, dengan garis rahang yang begitu tegas dan jangan melupakan mata sipitnya yang menatap tajam. Belum lagi aroma tubuhnya yang menyeruak masuk kesistem pernapasanku. Aku sedikit bingung, bagaimana bisa orang sakit memiliki aroma maskulin yang begitu kuat. Orang sakit? Aku mencoba melirik pakaian yang ia gunakan, benar saja ia memakai baju pasien rumah sakit. 'Uwaaahh, ia pasti merawat tubuhnya dengan baik.' Gumamku singkat.

comaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang