Malam Pertama

296K 12.9K 222
                                    

Zahra membuka matanya saat ada sebuah tangan yang megusap pipinya dengan lembut. Mimpikah? Batin Zahra, memperhatikan apa yang kini ada dihadapannya. Ali tersenyum begitu manis kearahnya.

"Maaf" ucap Ali terdengar begitu lembut ditelinga Zahra. Berulang kali Ali membelai rambut panjang Zahra yang kini tak tertutup oleh kerudung "Apa kau lelah?"

"Tidak Mas" Zahra beranjak dari posisi berbaringnya kini ia duduk saling berhadapan dengan Ali.

Ali memegang ubun-ubun Zahra "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau akan kebaikannya dan kebaikan yang Engkau ciptakan padanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan sesuatu yang Engkau ciptakan padanya" Doa Ali tepat di ubun-ubun Zahra.

Zahra memejamkan matanya, mengamini setiap doa yang Ali ucapkan di ubun-ubunya.

"Berwudhulah, kita akan melaksanakan shalat dua rakaat!" Zahra hanya mengangguk menuruti perkataan Ali.

Dalam keheningan malam dua hamba Allah yang telah dihalalkan dalam sebuah hubungan yang diridhoi oleh Allah melaksanakan shalat dua rakaat dengan khusyuk.

"Ya Allah.. Berkahilah aku pada keluargaku, dan berkahilah mereka padaku. Ya Allah.. Satukanlah kami dengan kebaikan jika memang Engkau menghendakinya" itulah Doa yang Ali baca setelah melaksanakan shalat dua rakaat.

Zahra mencium punggung tangan Ali, air matanya menetes membasahi tangan Ali. Ia ikhlas memberikan apa yang selama ini ia jaga pada Ali. Kini Ali berhak memilikinya secara utuh.

"Wahai kekasih hatiku... Kau adalah wanita yang kelak akan menjadi ibu bagi anak-anakku" Ali berucap seraya membelai lembut pipi Zahra yang basah oleh air mata "Kau yang kelak menemani hari-hariku... " pipi Zahra bersemu merah mendengar setiap rayuan yang kini Ali ucapkan untuknya.

"Mas...." gumam Zahra terdengar begitu pelan saat Ali mengecup setiap inchi wajahnya.

Ali menghentikan kegiatannya, matanya menatap penuh pada wajah cantik Zahra yang kini terlihat bertambah cantik dengan semburat merah yang menghiasi kedua pipi tirusnya.

Zahra memegang erat mukena yang kini masih membalut tubuhnya "Aku..." Zahra berucap gugup, kepalanya menunduk dalam tak berani menatap wajah tampan sang suami.

Ali mengerti apa yang kini membuat Zahra terlihat begitu gugup sekaligus takut, senyuman tak dapat ia tahan... Sepertinya istri cantiknya ini takut kalau ia akan melakukannya dengan kasar. Perlahan Ali membuka mukena yang dikenakan oleh Zahra "Aku akan melakukannya dengan lembut sayang. Percayalah aku tidak akan menyakitimu" ucap Ali meyakinkan Zahra. Zahra mengangguk malu, hal itu terlihat begitu menggemaskan di mata Ali.

Malam itu... Malam yang ia kira akan berakhir menyedihkan karena Ali pergi meninggalkannya namun ternyata malam menyedihkan itu tak berlangsung lama karena tepat jam sepuluh malam, ketika ia hendak menyapa alam mimpi Ali kembali. Memberikan sebuah pengalaman yang sangat berkesan dan tak akan pernah ia lupakan sampai kapanpun.

~ • ~

Aku memperhatikan wajahnya yang terlelap. Ia memiliki halis yang tebal, bulu mata lentik dan hidung mancung.. Apa dia punya darah Arab kenapa fisiknya menyerupai pria-pria arab yang pernah kulihat di Arab ketika aku ikut Mama dan Papa umroh?

Tanpa dapat kucegah jari-jariku menyentuh lembut halis tebalnya. Wajahnya mengerut tak nyaman. Ekspresinya sungguh membuatku gemas, wajah tak nyamannya mengingatkanku pada Zidane putranya Mbak Nisya yang baru berusia dua tahun. Jari-jariku yang tadi fokus bermain di halis tebalnya kini beralih ke bulu matanya yang lentik, sepertinya bulu mataku kalah lentik dengan bulu matanya. Aku menghentikan keisenganku saat ia mulai melenguh tak nyaman, ia menenggelamkan wajahnya keatas bantal. Benar-benar Raja tidur apa yang kulakukan padanya sama sekali tak membuatnya terbangun. Kulirik jam yang menggantung didinding, jam baru menunjukkan pukul tiga dini hari namun mata ini enggan untuk kembali terpejam. Perlahan tanpa mau mengganggu tidur Mas Ali aku beranjak dari posisi berbaringku.

Tahajud.... Shalat sunah yang kini mulai rutin ku kerjakan. Semalam saja tak melaksanakannya aku merasa kalau aku benar-benar telah menjadi manusia yang merugi. Bagaimana mungkin aku akan menyianyiakan waktu dimana para malaikat turun kebumi dan Allah akan mengabulkan doa setiap hamba-Nya.

Aku mengambil Al Quran kecil berwarna biru yang selalu kubawa kemana-mana. Perlahan aku mulai membaca surah Al-Mulk. Surah ini menjadi surah yang selalu kubaca dikala aku telah selesai mengerjakan shalat tahajud.

Tak pernah sekalipun aku tak menangis ketika membaca surah ini. Bagaimana Allah telah menciptakan alam ini dari pada awal yang tiada apa-apa kepada yang ada dan seterusnya menjaga alam ini dengan penuh kesempurnaan. Allah berkuasa menciptakan dan mematikan sesuatu menurut kehendak-Nya. Dan dalam surah ini juga Allah menjelaskan bagaimana azab di neraka, dimana setiap kali sekumpulan manusia dicampakkan kedalam api neraka.

Waktu menjelang subuh masih panjang. Aku melirik kearah Mas Ali yang masih terlelap. Walaupun ragu perlahan aku mengguncang bahunya "Wahai suamiku...imamku" ucapku... Malu. Cukup malu aku memanggilnya dengan sebutan itu namun tak tahu kenapa aku ingin memanggilnya dengan sebutan itu.

Ia melengeuh panjang, perlahan matanya yang terpejam terbuka "Jam berapa?" suaranya terdengar serak.

"Jam empat kurang lima belas menit Mas" jawabku. Ia langsung beranjak dari tempat tidur.

"Astagfirullah, aku kesiangan" ucapnya, ia langsung memasuki kamar mandi.

Selagi ia ada dikamar mandi, aku membongkar tasnya. Ku ambil sebuah baju koko berwarna biru beserta sarung berwarna merah bata, kusimpan keduanya diatas tempat tidur. Ku gelar sajadah untuknya.

Ia berucap terima kasih saat aku membantunya mengancingkan bajunya.

Aku duduk terpekur dibelakangnya. Ia melaksanakan shalat tahajud dengan sangat khusyuk. Hatiku bergetar mendengar lantunan surah yang ia baca dalam shalatnya, ia membaca surah Al Mulk, bacaannya terdengar begitu indah.

Ya Allah betapa beruntungnya hamba memiliki suami seperti dia.
Aku harap Engkau segera menumbuhkan cinta untukku dan untuknya.
Dan semoga akupun dapat mencintai-Mu dengan sepenuh jiwa bersamanya.

~ • ~

Zahra mengerucutkan bibirnya kesal kearah Mamanya. Bagaimana tidak kesal tanpa sepengetahuannya Mama tercintanya telah memindahkan segala barang-barangnya kerumah ibu mertuanya.

"Mama enggak sayang sama Rara yah.. Masa anak sendiri diusir sih" Zahra memeluk erat pinggang Mamanya.

"Bukannya ngusir sayang.. Kamukan sekarang sudah punya suami, jadi sudah kewajibanmu tinggal dirumah suamimu"

Zahra melirik Ali yang kini sedang mengobrol dengan Papanya "Mas Ali enggak keberatan kok Mah kalau harus tinggal disini"

Ali mengerutkan keningnya mendengar ucapan Zahra. Kapan ia mengatakan setuju tinggal dirumah mertuanya? Jadi hanya senyumlah yang Ali berikan pada Zahra dan ibu mertuanya.

Istrinya seperti mempunyai dua kepribadian, kalau mereka sedang berdua istrinya akan bersikap sangat dewasa. Tak pernah sekalipun Zahra merengek padanya saat menginap di hotel selama dua hari kemarin tapi kenapa kini istrinya malah bertingkah seperti bocah lima tahun yang terus merengek pada Mamanya. Benar-benar aneh!

Cinta Dalam Diam | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang