6. Pembuka Masa Lalu

Start from the beginning
                                    

"Lo tau gue nggak bisa, Rof," balas Faizal, pura-pura memasang raut melas. "Gue terlalu cinta sama ekskul gue sekarang ini."

Roffi, Aisha, dan sisa anak kelas sebelas yang lain tertawa terpingkal-pingkal. Sorot Faizal juga berkilat-kilat walau tawanya nggak sekeras yang lain.

Avrin mengerutkan kening. Sepertinya semua orang berbicara dengan bahasa isyarat yang tidak dia mengerti—atau, semoga saja, belum. Dia menoleh ke samping, setengah menghadap belakang, dan mendapati air muka clueless—tatapan datar dan bibir tanpa lengkungan—di seluruh ekspresi murid kelas sepuluh yang lain. Jadi gue nggak sendirian.

"Ayo deh," Faizal tiba-tiba sudah menjulang di depan Avrin. Dia kembali menarik le-ngan gadis itu, setengah memaksanya untuk berdiri. "Gue—eh, kami cabut dulu ya, guys!" pamit Faizal sambil berjalan ke arah pintu, diikuti Avrin. Tangannya yang lain melambai-lambai. Beberapa cewek tanpa malu meneriakinya dengan heboh. Avrin waswas mereka bakal jadi gosip panas besok pagi.

Duh. Belum sempat bertanya atau memikirkan macam-macam, Faizal sudah berbelok ke kelas berikutnya dengan luwes. Langkahnya terasa ringan saat menyeret Avrin di belakangnya, walau cekalannya sangat kuat dan Avrin sadar, sia-sia saja jika dia berusaha melepaskan diri. Pake ngotot plus ngomel-ngomel sekalipun.

Baru saja melangkahkan kaki bersama, sorak-sorakan lain menyambut mereka. Atau, lebih tepatnya, Faizal. Cowok itu terperangah dengan rahang menurun dan kelopak mata ter-singkap, membuat Avrin langsung menepiskan tangannya. Dia yakin, dalam keadaan normal, Faizal akan tetap siaga dan terus mengunci genggamannya.

"Waah, tepat banget guest utamanya dateng!" Kalimat pertama yang Avrin tangkap membuatnya—lagi-lagi—melupakan pikiran nggak-nggak tentang kulitnya yang bersentuhan dengan Faizal. Bukannya dia dan Kandika jarang melakukannya sih—saat mereka kecil, skinship sudah jadi makanan sehari-hari. Tapi, kakaknya kan sangat "disiplin" mengenai cowok. Perasaannya pada Bastian saja dibantah habis-habisan, protes pun tersiar saat Faizal dulu sempat gencar menghubunginya, apalagi kalau tahu cowok badung ini kembali bertingkah!

Siulan-siulan mulai berdendang dari satu sudut ke sudut lain. Faizal menyeringai. Dia sendiri nggak yakin, mereka menyambutnya karena datang bersama Avrin atau hendak menjebaknya seperti yang Aisha lakukan tadi.

"Eh, cewek!" Salah satu cowok melambai-lambai ke arah Avrin. "Sini deh, sini. Kita nonton video tahun lalu bareng. Dijamin ekspektasi lo bakal terjun payung deh!"

Faizal melotot mendengarnya. Dia menoleh ke arah Avrin, baru hendak mencegah saat cewek itu tahu-tahu sudah melenggang menjauhinya. Langkahnya pelan tapi lebar-lebar. Dan tepat saat Avrin baru berdiri di tengah kelas sambil menatap LCD lekat-lekat, intro lagu yang bersemangat mengudara.

"Red back, funnel web, blue-ringed octopus..." Baru sedetik baris awal Come to Australia terlontar, tawa-tawa saling menyembur. Membuat pipi Faizal memerah.

Mereka memutar video audisi tahun lalu. Ada Faizal yang memakai seragam terkancing rapat, dengan kemeja yang dimasukkan, dan kaus kaki yang tenggelam di balik kain celana. Bibirnya merepet menyanyikan kata demi kata sambil menunduk, dengan pronunciation yang kental dan fasih. Nyanyian yang harusnya tanpa melodi itu diedit hingga memiliki latar suara yang pas, tanpa sedikit pun cacat.

"Ini kerjaan anak TIK ya?!" tuduh Faizal setelah lagunya selesai. Dia tidak bisa terlalu lama menampakkan ekspresi khusus. Hanya cemberut dengan kening berkerut selama sedetik, lalu alisnya terangkat lebar-lebar. Senyumnya yang tadi masih bertengger lenyap tanpa jejak.

"Ini tradisi," celetuk salah satu cewek yang cekikikan di samping Avrin. "Tahun lalu, reputasi lo ngasih kesan yang beda, tau? Teladan banget, seolah takut kami nggak bakal nerima lo."

"Iya, gosipnya kan dia luntang-lantung nggak jelas, takut nggak punya ekskul!" sahut yang lain. Mendengar suara ini, Avrin cepat-cepat menoleh ke arah kirinya. Suara yang mirip dengan orang yang tadi berteriak-teriak di toilet. Tanpa bisa ditahan, Avrin menyeringai lebar-lebar.

"Hei, lo jangan ngeracuni Avrin, ya! Liat tuh, dia suka banget gue tersiksa gini! Seenaknya aja kalian ngebuka masa lalu orang! Ini sama aja kayak nyiptain aib slash isu yang sebenernya nggak perlu!" Faizal memprotes sambil menyedekapkan lengan. Tawa-tawa masih saling beradu. Pipi Faizal serta-merta memerah. Matanya melotot melihat Avrin terpingkal-pingkal sampai menggebrak meja tanpa sungkan. Jantungnya sedikit berdegup gugup, lalu memelesat terlalu cepat saat pintu tiba-tiba terbuka lebar.

"Ehem." Sebuah dehaman berwibawa menghentikan tawa juga video audisi Faizal yang sengaja diatur untuk berputar berulang kali. Siluet Joash berdiri tegap sambil mengintai seisi ruangan. Tatapannya berhenti saat menangkap Faizal. "Lo tahu peraturannya kan, Zal?"

"Yeee, yang mau pindah ekskul juga siapa." Faizal jadi lebih santai, menurunkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Dia kira tadi ada guru killer yang sengaja mengincarnya lalu memergokinya membikin keributan. Joash si ketua-OSIS-hampir-lengser sih bukan apa-apa. "Jangan mendadak jadi polisi ketertiban gitu dong. Kan kasihan anak-anak lain, ketakutan ngira pekan MOS masih berlanjut."

Joash menaikkan alis, spontan. Dia terperangah seolah baru diingatkan. Sedetik kemudian, senyumnya terbit dan matanya menyipit. Dia menyapa anak-anak kelas sepuluh sambil menyemangati mereka memilih dan menekuni ekskul, demi kemajuan dan kebaikan masa depan SMA mereka.

Tarikan dan embusan napas terdengar ketika Joash keluar. Avrin kembali mengerutkan kening. Hanya angkatan kelas sebelas yang melakukannya. Mengingat penyebabnya adalah Joash, kalau ada anak kelas dua belas lain, Avrin yakin mereka juga akan melakukan hal yang sama. Sebagai freshman, dia hanya mengerti nol pengetahuan. Bertanya sekarang atau nanti-nanti, di antara khalayak ramai maupun secara personal pada Kandika, juga percuma saja.

Satu ide terbit di pikiran Avrin. Dia mengangkat tangan dan menarik perhatian seluruh anak. "Apa pun pilihannya, yang penting ikut ekskul dan ada nilainya, kan?"

Salah satu cewek di barisan depan menganggukkan kepala. "Tapi minimal harus dapet nilai B. Nggak kenapa-kenapa sih kalo dapet C, cuman ngelihatnya ya gimana gitu."

Avrin tersenyum, mengangguk antusias (agak berlebihan, tapi dia sengaja melakukannya). "Makasih, Kak," balasnya. "Ayo, Zal, kita cari ekskul lain."

Bisik-bisik bergemuruh mengetahui Avrin menghilangkan "Kak" begitu memanggil Faizal. Tapi cowok itu tampak nggak keberatan. Dia menunggu Avrin menghampirinya, lalu keluar kelas bersama.

***

Avrin berjalan ke arah halaman tengah gedung empat lantai, tempat deretan kelas dan laboratorium terletak. Dia memantapkan langkah ke pojok ruang sebelah gudang pramuka. Meninggalkan Faizal beberapa langkah di belakangnya.

"Heh, lo mau ngapain?"

"Gue nggak protes lo tuntun ke mana-mana tadi. Jadi, sekarang, lo diem aja!" Avrin setengah mengancam. Dia membuka pintu, dan sesuai harapannya, Kandika ada di sana. Membalikkan badan dengan sedikit tercengang, kemudian tersenyum lebar.

"Udah nemu ekskul yang pas?"

"Udah dong!" sahut Avrin, bertepatan dengan Faizal memasuki ruangan. "Mulai hari ini, gue dedikasikan tenaga, waktu, dan pikiran gue buat ngurus ekskul Kakak. Enak, kan, Kak Kandika bisa ngawasin gue terus, nggak perlu khawatir gue terlalu fokus ke Bastian. Syukur-syukur kalo Kakak bisa mastiin gue tetep jadi diri sendiri."

Kandika menganga, hendak mengatakan sesuatu, namun menutup mulutnya kembali. Dia menjatuhkan pandangan ke balik bahu Avrin, intens.

Dalam sedetik, Avrinmenyadari bayangan Faizal ada di manik mata Kandika—yang malah mengisyaratkan cowokitu untuk tetap bungkam tanpa mengatakan apa-apa. Diam-diam, Avrin menelanludah. Tujuannya sekarang bukan hanya nilai ekskul sempurna di rapor, tapijuga menguak apa pun yang sekolah ini berusaha kubur rapat-rapat.

____________________________

Aku paling suka chapter ini nih! So far sih, wkwkwk.

Ada link videonya Come to Australia punya Scared Weird Little Guys. Pas pertama denger dulu, liriknya terngiang-ngiang. Bikin suka. Sebagian hal tentang Australia, plus lagunya, memang aku ambil dari materi semester satu kemarin. #nahlhoooo #ketahuan #kanpenulis #ahbanyakalasan :P

Semoga suka, ya! Makasih udah baca! >3< >w<

BerlawananWhere stories live. Discover now