14 - Mungkin

34.7K 3.3K 302
                                    

Sesaat setelah bel pulang berbunyi, tibalah segerombol anak kelas IPA 1 yang datang ke UKS udah kayak orang mau ngajak tawuran.

Mereka tentu penasaran dengan keadaan Gina setelah kejadian tadi. Tak lupa mereka juga membawakan ransel milik Gina dan Dion.

Setelah beberapa lama, mereka satu persatu mulai keluar dari ruang UKS dan pulang ke rumah masing-masing setelah  melontarkan segenap doa untuk Gina agar cepat sembuh.

Kini di ruangan itu hanya tersisa Dion, Shandy dan Melin.

"Wow, lo bisa pingsan juga yak, Na. Jadi keliatan ceweknya," bacot Shandy dengan ekspresi wajah yang pengen banget dilempar pakai bedug.

"Kurang ajar lo Shan," desis Gina. Shandy tertawa melihat Gina yang pucat namun masih saja garang.

Dion hanya tersenyum tipis duduk di tepi kasur Gina.

"Demam lo udah turun." Dion menyentuh dahi Gina dengan telapak tangannya. "Masih anget, tapi nggak sepanas tadi."

"Tangan lo enak, dingin." Gina menggerak-gerakkan telapak tangan Dion ke dahi dan pipinya.

"Buset kayak umi sama abi lagi cium tangan," komentar Shandy yang lantas ngakak bersama Melin.

Gina mencebik dan segera melepas tangan Dion, ia kemudian meraih tangan Melin. "Yah... masih dinginan Dion," batin Gina.

"Enakkan tangan gue 'kan?" tanya Dion seolah mengetahui apa yang Gina pikirkan. Cowok itu tersenyum sembari kembali menyentuhkan tangannya ke dahi dan pipi Gina.

Melin dan Shandy yang melihat itupun langsung mesem-mesem.

Melin menangkupkan kedua tangannya ke pipi sambil berkata dengan nada envy, "kok so sweet?"

Tindakan Dion membuat Gina merona. Rona merah muda yang teramat samar karena wajahnya masih pucat pasi.

Tiba-tiba Melin merasakan getar di saku seragamnya. "Na, gue balik ya. Cemewew gue udah nunggu di depan nih," kata Melin setelah mencek ponselnya.

"Hati-hati ya, Lin."

"Yoi." Melin memasang tasnya dan melambaikan tangan seraya keluar dari ruangan itu.

"Sekarang lo pulang gimana, Na?" tanya Shandy.

"Gue kuat kok bawa motor."

"Nggak!" Shandy dan Gina menatap Dion heran karena suara cowok itu yang agak-agak nggak nyante. "Biar gue sama Shandy yang nganter lo."

"Waduw. Bentar lagi gue rapat paskib, Cuy."

"Bolos ae lah Shan," ucap Dion enteng.

Shandy menjitak kepala Dion. "Seandainya ini rapat biasa. Ini rapat penting dan gue itu ketuanya, Goblo."

"Gue nggak papa pulang sendiri, Gais."

"Eh Monyet, ngomong tuh yang singkron sama keadaan," kata Dion tajem. Gina jadi ciut melihat ekpresi Dion yang udah macem guru killer.

"Lo biar Dion deh yang nganter, Na," ujar Shandy kemudian beralih menatap Dion, "entar abis rapat gue jemput lo."

Dion mengangguk setuju dan Gina kayaknya juga udah pasrah dengan titah para paduka.

Shandy berjalan ke bibir pintu ruang UKS. "Yaudah cepetan siap-siap. Mumpung cuacanya udah nggak panas," suruhnya kemudian.

Dion membantu Gina bangkit dari kasur UKS.

"Kunci motor lo mana, Na?" tanya Shandy mengambil ransel Gina.

"Di kantong kecil sebelah kiri," sahut Dion. Shandy mengernyit mendengar Dion yang menjawab pertanyaannya.

Fangirl Enemy [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang