Hari ini genap 3 bulan ia tinggal bersama para Ansori. Kegiatan hariannya dimulai sejak pukul 5 pagi. Memasak sarapan, menyiram tanaman, menyapu rumah dan halaman lalu bersiap-siap berangkat sekolah. Ben bergabung pukul lima 45 menit, tanpa mandi atau pun mencuci muka, warung mulai dibuka bersiap menyambut pelanggan. Miro, Ace dan Ibrahim masih tidur sedangkan Johan tinggal di barak. Ia sudah terbiasa berangkat sendiri ke sekolah, dengan otaknya yang encer ia dengan mudah menghapal nomor angkot, halte pemberhentian dan nama kawasan yang di laluinya. Kalau Johan pulang, ia diantar sampai sekolah dan diberi jajan. Ke-empat kakaknya sering memberinya uang, tapi itu dilakukan di belakang Ben karena si sulung itu masih seperempat hati menerima dirinya menjadi bagian dari keluarga.
Halaman depan disulap Jora menjadi taman cantik beraneka warna. Asoka si merah ditanam di dekat pagar. Alamanda atau lonceng emas berkelopak kuning dibiarkan tumbuh semarak. Kembang kertas dalam pot seperti rok ungu para penari kabaret parade Mardi Gras. Beluntas dipangkas rapi, dan petak-petak melati di tepi jalan kecil menuju teras rumah, mengundang kebencian Ibrahim.
"Ini rumah, bukan kuburan, kau bedebah taik!" Teriaknya pada Jora.
"Bodoh! Melati identik dengan perkawinan!" balas Jora tak kalah keras.
"Tahu apa kau soal kawin! Kau saja tak punya burung!"
"Nggak nyambung!"
Ibrahim selalu mencari gara-gara dengannya. Pagi hari, entah kenapa semua kelopak putih melatinya gugur seperti dipaksa meninggalkan batang dan daunnya, bunganya yang indah dan wangi kotor oleh tanah. Jora mengalamatkan tuduhan keji pembenci melati pada Ibrahim, kakaknya itu hanya mencibir dan mengatainya taik tukang fitnah. Saat ia memergoki Ibrahim mengencingi semua asoka, untuk pertama kali Jora mengayunkan tinjunya pada sang kakak.
"Air kencing itu pupuk alami!" Tinju Jora seperti cubitan bayi di ototnya.
"Kau, manusia gua!"
"Nah, sekarang kau bilang aku manusia gua, tempo hari tukang bantai melati, besok apalagi? Yang bikin bunga kau hancur itu musang, disangkanya anak itik, apa kau tak tahu binatang itu rabun jauh?"
Gigi Jora bergeretak menahan marah melihat raut Ibrahim yang kesenangan. Ia berputar meminta pertolongan pada siapa saja dan mendapati Ben duduk di dalam warung sambil merokok tak peduli dengan pertengkaran keduanya. Mungkin, jika Jora dicacah Ibrahim di depan matanya, Ben juga takkan ambil pusing. Jora melengos sebal dan tak percaya nasib sialnya pada pagi itu.
*******************************
"Aku tak suka wanita cantik," Kata Miro saat mereka berbelok ke sisi kanan. Melewati deretan rumah berwajah sama, kelabu yang menyedihkan.
"Kenapa?"
"Karena mereka bodoh." Puntung rokok dibuangnya sembarangan, jatuh tepat di dekat tiang listrik berkarat, di sebelah onggokan sampah dimana ada tulisan "cuma anjing yang buang sampah di sini" pada dinding di belakangnya.
Jora tertawa mendengar alasan Miro. "Banyak perempuan cantik yang pintar, tapi lebih banyak lagi yang menyebalkan karena sadar kalau mereka cantik."
"Betul. Seperti Sugar Kane saat ditanya dimana ayahnya yang musisi itu pernah menjadi konduktor, dijawabnya di Baltimore dan Ohio, hah! dasar pirang tolol, ia bahkan tak bisa membedakan orchestra conductor dan railroad conductor."
Jora terpingkal-pingkal mendengar Miro mengumpat Marilyn Monroe yang memerankan Sugar Kowalczyk di film "Some Like It Hot". Sejujurnya Jora juga setuju dengan pendapat Miro tapi ia juga kasihan pada Ms.Monroe yang selalu mendapatkan peran sebagai si pirang bodoh penggeruk kekayaan lelaki. Tapi menurut Jora, film yang juga dibintangi Jake Lemmon dan Tony Curtis itu adalah film komedi terbaik sepanjang masa dan ia tak pernah bosan menontonnya.