Halo, saya datang lagi dengan cerita baru...cerita yang saya tulis dalam masa-masa bengong dan lupa kalau hutang saya masih banyak di wattpad. Ada beberapa syarat untuk membaca cerita ini:
1. Jangan tanya soal Troi, saya sudah menjelaskannya di profil. Kalau masih ada yang nekat bertanya, biar saya bunuh diri dulu, nanti arwah saya yang jawab.
2. Cerita ini berlabel dewasa dan kalian sudah tahu artinya apa. Saya tidak mau karena cerita saya, muncul lagi logo membaca sehat jilid II, membaca sehat jilid III, membaca sehat jilid rangkap atau membaca sehat lima sempurna, ditempel seperti cap POS di bagian depan cerita.
3. Tunggu, saya mau ketawa dulu....
4. Baca saja, nggak usah vote dan kalau berkenan tolong dikomentari. Tapi ingat komentar rasis akan saya bantai tanpa ampun.
5. Setelah cerita ini selesai, satu persatu Kivlan akan saya tarik dari peredaran, semua akan saya edit, evaluasi mungkin re-write, jadi jangan tanya kalau suatu waktu Sky musti pergi dari lapak.
6. Walaupun judulnya macam judul FTV, tapi ini bukan sepenuhnya cerita romansa.
7. Selamat membaca dan,
8. Salam rindu dari saya.
******************************
Negara ini sungguh ramai, kota ini jauh lebih penuh. Terlalu banyak belokan, persimpangan, lampu merah, manusia serta kemelaratan. Gedung pertama yang dilihatnya tinggi, kedua lebih tinggi dan yang ketiga sangat tinggi, seperti memang sudah takdirnya dulu mendahului. Cakaran atap gedung tidaklah menyentuh langit, membelai awan pun tidak, membuat istilah gedung pencakar langit jadi bualan semata. Nyaris tidak ada udara yang bisa menyelipkan diri di antaranya. Tumbuhan di tepian jalan meranggas minta dikasihani, keringat sepanas air mendidih. Tidak ada ruang untuk mengistirahatkan badan, karena waktu memaksa diri untuk terus berpacu jika tak ingin berakhir sebagai pecundang atau mati lebih cepat.Lanskap tertinggal di kiri kanannya sambung-menyambung dengan yang lain, berlarian dan berkejaran. Sesungguhnya diluar sana hiruk pikuk oleh suara bising. Angin mengendapkan umpatan bawahan pada atasan, gunjingan isteri-isteri tentang si janda dan bisik-bisik para dedengkot politik. Matahari seperti dijatuhkan tepat sejengkal di atas kepala, membakar semua bagian tubuh tak bersisa. Pikirnya, pantas semua orang di kota ini gampang tersulut emosinya, karena dipanggang api neraka tanpa tahu kesalahan apa yang telah diperbuat.
"Emang, si Aden mau kemana?"
Suara supir taksi memaksa pikirannya berhenti. Dan apa yang membuat lelaki di balik kemudi itu berpikir kalau ada sesuatu di dirinya yang bisa dikira seorang raden?
"Ehem. Saya mau ke rumah saudara."
"Pindah?" tanya si supir kembali. Ada dua koper besar tertonggok di bagasi.
"Iya."
Sungguh mengherankan. Ia mengingat dimana mengambil si pemuda dan alamat yang tadi ditunjukkan kepadanya. Kontras. Perumahan mewah dengan banderol harga sebuah hunian bisa di atas 3 milyar dengan perumahan pinggiran serta dikenal sebagai sarang perampok dan bandar narkoba. Apa mungkin anak ini diusir dari istananya sendiri? Si supir berpikir dan teringat akan buku dongeng anak perempuannya tentang seorang putri yang dikutuk ibu tiri, dijadikan budak dan dianiaya, tapi tidak sampai didepak. Ia rasa, pemuda ini disepak keluar oleh orangtuanya karena malu punya anak lelaki yang lebih seperti anak perempuan. Tapi, dimana ada orangtua seperti itu sekarang ini. Punya anak lelaki cantik justru bisa mendatangkan keuntungan, dijadikan artis atau paling tidak memajang wajahnya di billboard-billboard sebagai pengiklan produk kosmetik wanita.
Ah, ia tak mau memikirkannya. Itu urusan orang lain, urusannya adalah bagaimana bisa pulang cepat dengan uang ditangan untuk menyogok sang istri yang sudah 4 hari tak memberinya jatah. Malam ini pasti akan menjadi malam yang hangat dan panjang, uang hasil kerja keras hari ini akan berhadiah ranjang beserta tubuh lunak empuk milik perempuannya. Ah...si supir taksi tersenyum sambil memperbaiki letak burungnya yang terkungkung celana dan tak lagi memikirkan si pemuda cantik.
Taksi berhenti di sebuah jalan lokal dua arah, tepat di depan rumah makan Padang yang di sini bisa ditemukan di mana-mana, berserakan, dengan menu seragam hasil olahan tukang masak dari Jawa. Si supir taksi menoleh ke belakang.
"Den, gangnya sempit susah kalau mutar. Aden saya turunin di sini, nanti saya bantu angkat koper sampai ke alamat."
Seseorang pernah mengatakan kepadanya, dalam sebuah nangka busuk masih ada sebiji yang bagus, begitu pula di kolong langit, di antara semua yang busuk masih ada nurani yang baik. Ia senang bisa membuktikan ucapan itu namun tak ingin mengambil resiko, ingat, manusia di kota ini selalu menerapkan siaga satu untuk apa pun, karena di kedalaman hati selalu ada sarang setan kecil. Semua yang ada di dalam kedua koper adalah hartanya yang tertinggal.
"Tidak usah, saya bisa sendiri, saya kuat." Ia memamerkan lengannya yang kurus, lalu membayar argo dan mengucapkan terimakasih.
Supir taksi membantu menurunkan koper dan sekali lagi menawarkan diri, ia menggeleng dan tersenyum. Pemuda itu melangkah dan meninggalkan si supir taksi yang masih memandangnya hingga menghilang ke balik gang. Entah apa yang akan terjadi dan entah apa yang akan menanti, tak seorang pun tahu.
Kecuali dirinya dan Tuhan yang dengan senang hati menuntun langkahnya. Mulai hari ini dan selanjutnya, hidupnya adalah miliknya sendiri.
*******************************
Imagine Dragons ( I Bet My Life)