16. Begitu indah

5.5K 506 71
                                    

Cinta menghela nafasnya, sesaat setelah ia duduk di tepi ranjang dengan bantuan Fiza. Helaan nafas terdengar jelas darinya. Fiza melangkah keluar kamar sesaat setelah memandang wajah Cinta yang pucat pasi tanpa tenaga. Ia membuatkan segelas teh hangat yang telah dicampur oleh madu dan juga perasan lemon.

"Kak, minum dulu," ujar Fiza sembari memberikan segelas teh hangat kepada Cinta yang sedang menyandarkan kepalanya di kepala ranjang.

Cinta menyunggingkan senyumnya menahan rasa pening di kepalanya. Ia meminum teh itu dengan perlahan. Aroma lemon yang segar membuat rasa mualnya sedikit membaik.

"Thanks Fiz," ujar Cinta.

Fiza tersenyum, "Kakak yakin, Fiza tinggal sendirian di sini?"

Cinta mengangguk membalas pertanyaan Fiza.

"Kenapa Kakak nggak pulang ke rumah Bang Raka aja? Kan ramai di sana," tutur Fiza.

"Aku kangen tidur di apartemen. Di sini, baunya Raka masih berasa. Beda sama di sana," terang Cinta.

"Memangnya Bang Raka kemana?"

"Biasa, ada pekerjaan yang nggak bisa diganggu gugat."

"Masih ada nggak, stok pengacara keren kayak Bang Raka yang masih single? Mau dong Kak, satu!"

Cinta terkekeh mendengar Fiza merajuk. Semenjak berpisah dengan kekasihnya, Ricky, Fiza sangat terobsesi untuk memiliki kekasih kembali yang mirip dengan Raka.

"Masih, pasti masih ada. Kamu berdoa aja yang kencang tanpa henti, nanti pasti Raka versi yang lain akan datang," canda Cinta yang membuat Fiza mencebikkan mulutnya.

"Aamiin. Ya sudah, Fiza balik ke kantor dulu ya. Kalau ada apa - apa, Kakak telpon aku saja, ok? Aku nggak akan tidur malam ini," titah Fiza diikuti kekehan kecil dari Cinta.

"Iya, hati - hati ya di jalan. Sekali lagi, terima kasih ya, Fiz."

"Iya Kakak, sama - sama."

Cinta tersenyum, memandang punggung Fiza yang menghilang dari balik kamar apartemennya. Suara pintu yang tertutup pun terdengar ketika Fiza meninggalkan apartemen Cinta.

Cinta mengambil smartphone - nya setelah dirinya selesai melakukan ritual wajibnya sebelum tidur. Ia terdiam, memandang foto suaminya, Raka, yang sangat rapi dengan setelan jas hitamnya sebelum berangkat menuju Tarakan, Kalimantan Utara. Foto yang menjadi wallpaper smartphone-nya selama dua minggu terakhir. Kedua matanya mulai merebak. Berulang kali Cinta mencoba menghubungi Raka, namun smartphone suaminya itu tak pernah aktif.

Sudah seminggu lebih dirinya pun merasa lemah tak seperti biasanya. Morning sickness pun tak lagi bisa dihindarinya. Namun Cinta selalu menutupinya di depan ibu mertuanya selama ini. Semenjak mengetahui kehamilan Cinta, Raka memboyong istrinya itu untuk berpindah ke rumah orang tuanya. Raka tak ingin jika Cinta sendirian berada di apartemen ketika dirinya bertugas.

"Kamu baik-baik saja kan, Ka?" ucap Cinta menahan tangisnya.

"Aku kangen sama kamu," lanjut Cinta diiringi air matanya yang mulai mengalir.

Tangan kanannya terangkat untuk menyeka air matanya. Cinta tak tahu, apa yang sedang dilakukan Raka di perbatasan Indonesia dan Filipina itu. Cinta bersyukur, karena Raka masih memberi tahu kemana akan pergi. Ia tahu pekerjaan suaminya itu. Dan Cinta berjanji tak akan pernah menuntut apa pun dari Raka tentang pekerjaannya itu. Ia hanya berharap, Allah akan selalu melindungi Raka di manapun itu, dan apapun yang dilakukannya.

Ibu jari tangan kanan Cinta tampak sibuk memilih sebuah foto candid Raka. Cinta sengaja memotong bagian kepala Raka agar tak terlihat wajahnya. Lantas ia pun tanpa ragu memberikan sebuah caption indah di foto itu.

Cinta's CaptionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang