Part 2

15K 475 2
                                    

Huh, hari yang melelahkan, aku telah berkeliling desa mencari perusahaan seharian tapi aku sama sekali tak menemukannya. Desa apa ini? Tak ada satupun kerjaan yang bisa aku lakukan. Tidak mungkin aku bekerja sebagai petani ataupun peternak, setiap kali aku memikirkannya saja membuatku bergidik ngeri. Apa lagi melakukannya. Belum lagi pekerjaan itu tak menjamin kehidupanku.

Bisakah waktu diulang? Aku benci disini, ya Tuhan kenapa kau coba aku dengan cobaan begini? Bagaimana sekarang? Bagaimana cara aku melanjutkan hidupku? Andai waktu dapat di ulang, aku tidak akan mengecewakan ayah.

"Hey kau! Apa yang kau lakukan disini, hah? Bukannya mencari kerja malah bersenang-senang! Kau fikir hidup ini mudah?" Teriakan itu terdengar jelas ditelingaku, aku menggeram, orang ini benar-benar membuatku kesal. Aku menoleh mendapati seseorang yang paling ku benci. Pria angkuh ini benar-benar mengganggu hidupku. Aku sudah cukup sabar tinggal di desa terkutuk ini tapi menghadapi pria ini, benar-benar membuatku muak.

"Kau fikir aku disini bersenang-senang hah? Matamu buta? Tidak bisa melihat keringatku bercucuran?" Pria angkuh ini hanya diam dan menyilangkan tangannya di depan dada. Kulihat dia menghela nafas, dengan tampang tak berdosa, ia tampak seperti ingin menjelaskan sesuatu, yang aku yakini tidak akan kudengarkan.

"Kau tidak mendapat kerja?" Entah mengapa aku merasa ia bertanya seraya meremehkanku, aku hanya mengangguk lemah, rasanya terlalu malas untuk menjawab pertanyaannya.

"Di desa ini sangat mudah mencari pekerjaan! Tidak mungkin kau belum mendapat kerja, kecuali jika kau tidak niat kerja atau kau mencari perusahaan di desa ini, hm?" Pria ini tampak senang sekali meledekku, ia tertawa lepas. Sebenarnya terbuat dari apa pria di hadapanku ini? Aku harus selalu sabar menghadapi pria ini. Aku menghela nafas, menahan amarahku yang tertanam.

"Sudah puas?" Ujarku, aku hendak pergi meninggalkan pria angkuh ini, namun tertahan karena pria angkuh ini menarik tanganku. Aku menoleh, sebenarnya mau apa dia? Mengganggu hidupku saja.

"Belum, kau fikir disini ada perusahaan? Berfikirlah sebelum bertindak! Kau ini terlalu bodoh atau apa? Kalau kau ingin kerja ya sebagai petani bukan sebagai pegawai kantoran! Ayo ikut aku" Dia menarik tanganku, entah ingin membawaku kemana. Aku melepas tangannya dengan kasar, kami saling memandang, mungkin terlihat jelas mukaku merah karena menahan amarah.

"Kau mau membawaku kemana? Siapa kau, jangan mencampuri kehidupanku, aku bisa mengurus hidupku sendiri! Pergi kau, urusi dirimu sendiri, jangan pernah kau ganggu aku lagi! Ingat itu" Aku pergi dengan amarah yang tak bisa lagi tertahan, tapi sepertinya pria ini tidak mau mengalah, ia menarik tanganku. Menarik paksa, hingga aku berada di hadapannya. Ternyata pria ini kuat juga.

"Apaa?" Tanyaku menantang, ia hanya diam, memiringkan bibirnya. Rasanya aku ingin sekali mencabik bibirnya itu, agar tak berbicara seenaknya.

"Kau ingin kerja kan? Ayo, ikut aku, aku akan mengenalkanmu pada temanku supaya kau bisa bekerja di kebunnya" Apa pemikirannya ini bermasalah? Aku seorang pria keturunan Emirald harus bekerja di kebun yang ku yakin penuh dengan hewan-hewan menjijikan dan belum lagi aku pasti akan kepanasan. Oh tidak! Pencitraanku sebagai seorang 'lady killer' hancur begitu saja. Aku menggeleng, pria di hadapanku tampak mengernyit bingung melihatku.

"Apa yang kau fikirkan? Ayo, tidak ada waktu lagi!" Aku hanya menurut mengikuti dirinya, perjalanannya cukup jauh, harus menaiki pegunungan dulu. Kakiku terasa pegal, tapi kulihat pria di sampingku tampak biasa saja. Ia berjalan cepat mendahuluiku.

"Cepat, lambat sekali kau ini! Pantas orangtuamu membuangmu kemari" Whatt? Membuang? Kata-kata kasar itu sungguh membuatku geram. Seenaknya dia bicara begitu, adakah sesuatu disini untuk menyerang mulutnya itu. Tapi aku harus sabar, aku harus berjuang disini dan membuktikan bahwa aku mampu. Lihat saja nanti, aku akan membuktikan semuanya pada ayah dan ibu juga pria angkuh ini tertunya.

*^°_°^*

Aku memandang sekeliling, terlihat banyak orang yang tengah bekerja, ada yang menanam, menyiram maupun memanen. Yah, disini juga terlihat berbagai tanaman buah yang sangat menggiurkan, buah itu terlihat segar hingga membuat perutku berkicau. Aku lapar, itulah yang ada dipikiranku saat pertama kali melihat berbagai buah yang siap panen, mengingat aku belum makan dari pagi dan sudah berjalan jauh sejak pagi. Aku baru sadar ternyata hidup di desa itu menyebalkan! Rasanya membuatku menderita setiap detiknya!

Kebun ini -yang katanya milik temannya pria angkuh itu- ternyata cukup luas juga, selain buah ada tanaman teh, dan berbagai tanaman lainnya. Ya, bisa di bilang pria itu cukup kaya karena kekayaan ini hanya sebagian kecil dari kekayaan ayah 'keluarga Emirald', Ayah memiliki banyak sekali cabang perusahaan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tak ada yang tak mengenalnya, seorang pria kaya yang dermawan, baik hati, dan ramah. Kata-kata itu yang selalu kudengar dari berbagai awak media. Tapi kurasa mereka salah besar, tidak mungkin pria baik hati membuang anaknya ke desa dan membiarkannya dalam kesusahan! Ini namanya kejam, mereka memang tidak menyayangiku. Setiap kali teringat kedua orangtuaku rasanya hatiku panas, bagaimanapun caranya aku akan membuktikan, aku bisa hidup tanpa mereka yang tak lagi peduli padaku.

Ku tengokan kepala ke arah barat, terlihat pria angkuh itu yang tengah berbincang dengan temannya. Aku menghela nafas, apa aku harus bekerja disini? Untuk bangun pagi saja masih terasa berat, apalagi aku harus bangun pagi dan bekerja dengan terik matahari yang menyengat. Belum lagi, badanku akan terasa sakit, dan aku disini tidak akan bisa mandi air hangat untuk meredakan otot-ototku yang pegal ataupun tidak ada orang yang bisa memijitku. Kenapa hidup berjalan maju? Kenapa tidak mundur saja sih?! Aku ingin sekali mundur ke masa laluku yang indah, bukan masa depan yang suram seperti yang tengah aku alami sekarang.

Kulihat, mereka -pria angkuh dan temannya- berjalan mendekatiku. Aku mengalihkan pandangan, ku keluarkan sifatku yang angkuh, kini terdengar jelas suara mereka tepat dibelakangku, aku menoleh ke belakang, mendapati kedua pria itu yang tersenyum ramah padaku, aku tentu hanya membalas dengan senyum sinis. Ada apa dengan pria angkuh ini? Sejak kapan dia tersenyum ramah padaku? Dasar pria munafik. Aku terus berkomat-kamit pada hatiku, hatiku telah penuh dendam. Andai aku punya kekuasaan, sudah ku balas dendamku ini, sayang dunia sekarang, uang adalah segalanya, apa yang mustahil di dapat saja, bisa di dapat dengan mudah tentunya menggunakan uang, huh!

"Ehm, sudah puas melamunnya?" Aku tersadar dari lamunan, dan membalas singkat dengan deheman. Pria angkuh itu, benar-benar pria munafik, sok baik. Perkataannya yang begitu lembut padaku, membuatku muak.

"Oke Bryan, ini temanku--"

"Kau sudah mengatakannya tadi, bahwa dia temanmu" Kurasa ucapanku membuatnya geram, aku ingin tahu seberapa besar kesabarannya di depan temannya itu.

"Bisakah kau tidak memotong pembicaraanku? Aku belum selesai berbicara" Aku hanya menatapnya sekilas lalu mengalihkan padangan, tanganku ku silangkan di depan dada.

"Ya, cepat lanjutkan kau ingin bicara apa, hah? Tapi sebelumnya, aku lapar" Pria angkuh itu tampak marah, tapi aku tak perduli, pandanganku kini tertuju pada temannya. "Kau, emm-- siapa namanya?" Temannya pria angkuh itu terlihat tersenyum ramah padaku, apanya yang lucu? Apa dia ini sudah gila?

Pria itu menjulurkan tangannya padaku, masih dengan senyuman ramah. "Kenalkan namaku Erwin Prandi Ahmad, dan kau?"

Aku menyambut tangannya, dan tersenyum sinis. Berbeda dengan dirinya yang tersenyum ramah padaku. "Aku Bryan Em--" Aku merutuki diri sendiri, hampir saja aku lupa, aku tidak boleh membawa nama keluargaku. "Aku Bryan Afrains"

"Bryan, senang bertemu denganmu" Aku mengangguk, Erwin tampak berbeda dengan Adit dari sifatnya tentu.

"Erwin, aku lapar kulihat buahmu banyak yang siap dipetik"

"Apa-apaan kau?! Belum bekerja saja sudah meminta jatah" Sungguh menyebalkan, orang macam apa sih dia selalu saja mengganggu hidupku.

"Tidak apa, kau boleh memetik buah sepuasmu, karena hari ini kau adalah tamuku" Aku tersenyum kemenangan, pria angkuh itu terlihat geram.

~^°_°^~

Thanks udah mau baca cerita ini. Kalo ada kritikan jangan sungkan untuk ngomen.

Jangan lupa baca juga cerita aku yang judulnya "My Dream" yaa

You're MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang