Rev 16

1.7K 54 6
                                    

[Revinna POV]

Sejak hari dimana Ayah memberiku tawaran yang tak pernah kuduga itu, pikiranku yang mulai tenang kini kembali kacau. Pekerjaan kantor yang bahkan mulai kusukai, tiba-tiba saja nampak melelahkan bagiku. Ah, aku lelah. Aku penat, dan aku bingung.

Sudah dua hari aku dan Nando tidak saling bertemu. Keadaan dirumah juga masih baik-baik saja. Aku belum memberi tahu Mama pun Nando tentang tawaran Ayah untuk hibah ke Nova Scotia. Meskipun aku ingin, namun hati tak bisa berbohong kalau aku terlanjur jatuh cinta dengan negeri ini.

Sinar matahari menembus tirai coklat yang ada di dalam ruanganku. Mataku masih terpaut dan menatap kosong sinar keemasan itu. Matahari sedang berada di atas kepala, batinku.

Toh, pekerjaanku sudah kuselesaikan semua. Kini, aku menganggur.

"Permisi, Bu. Ada yang mau ketemu" Aku menoleh ketika tahu-tahu saja Sana sudah berada di ambang pintu. Aku kebanyakan melamun sampai tak sadar kalau pintuku terbuka.

Aku mengangguk sebagai tanda setuju dan langsung beranjak ke sofa tamu.

"Hai" Suara itu..

Aku agak terkejut karena seseorang yang Sana maksud adalah Nando. Bukan, bukannya aku tak senang dengan kedatangannya, hanya saja kepalaku seketika ngilu dan tak tahu harus berbuat apa kalau saja Nando tahu tentang ajakan Ayah.

"H-hai. Tumben kemari, Nan? Duduk dulu" Sapaku agak kagok namun dibalasnya dengan senyum ramah.

"Shift­ku baru aja ganti, jadi siangnya aku nganggur. Udah makan siang?"

Aku menggeleng.

"Ya, udah. Makan siang bareng aku, yuk. Ada warung mie ayam yang baru buka di ujung pertigaan, kata Rena enak banget, lho. Kita harus coba" Jelas Nando bersemangat.

Untuk beberapa alasan, hatiku tiba-tiba saja jadi adem. Tanpa pikir panjang, kuiyakan permintaan Nando dan segera keluar dari kantor.

Kami berhenti tepat di depan sebuah warung yang tidak terlalu besar namun ramai dipadati pengunjung. Aku sudah mengambil tempat duduk agak pojok karena hanya deretan inilah yang tersisa, sedang Nando tengah memesan makanan.

Usai memesan, ia duduk tepat di hadapanku. Masih dengan senyum manisnya yang tak pernah pudar, ia menatapku sambil memperbaiki rambut kecilku yang mencuat.

"Gimana kantor?" Tanya Nando.

"Baik-baik aja kok. Nggak usah khawatir kalau masalah kantor, aku ini ahlinya" Ia terkekeh pelan mendengar jawabanku lantas mencubit gemas pipiku.

"Swalayan gimana? Oh iya, Rena sama Maya apa kabar? Masih doyan gosip?"

Nando kembali tertawa.

"Ya, gitu, deh. Rena masih cerewet, masih sama seperti pertama kerja. Ya, Maya, ya, gitu. Masih setia sama mesin kasirnya" Kali ini aku yang terkekeh.

"Oh, iya, Rev. Jadi kamu udah ketemu sama Ayahmu?"

Pertanyaan Nando is on point. Ia benar-benar menyerangku kali ini. Tawaku tiba-tiba saja sirna lantas kualihkan pandangku ke arah lain. Melihat reaksiku, Nando langsung peka.

"Kenapa? Ada sesuatu?" Tanyanya, ia menyentuh kedua tanganku yang ada di meja.

Aku menggeleng. Kugigit bibir bawahku, cemas.

Untungnya, mie ayam pesanan kami tiba di waktu yang tepat. Nando melepaskan genggamannya dan sibuk menyodorkanku mangkuk berisi mie ayam plus pangsit itu. Ia juga menuangkanku segelas air putih.

Jika Aku LesbianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang