Part 9

106K 8.1K 24
                                    

Aku terbangun dari tidur, tengah berada di atas ranjangku. Bagaimana bisa aku di sini? Bukannya semalam aku sedang mengerjakan tugas?

Setengah melompat dari tempat tidur, aku langsung memerhatikan kertas-kertas yang berantakan diatas meja. Argh! Tadi malam aku belum sempat menyelesaikannya.

"Ah!" pemandangan di depanku sukses membuatku berteriak pagi-pagi.

"Masih pagi, kenapa teriak-teriak?"

"I—itu, ke—kenapa nggak pake baju?" Mas Ibnu yang hanya memakai handuk sebatas pinggang dengan santai berjalan ke walk in closetnya.

Bisa sakit jantung kalau setiap hari begitu, batinku. aku melirik jam dinding kamarku menunjukkan pukul tujuh. tidak ada waktu lagi lebih baik kubereskan saja semua ini terserah mau miss Clara marah yang penting aku sudah mengerjakannya semampuku.

Me : Na gawat. Aku nggak sempat siapin tugasnya! Tinggal slidenya sih. Datang cepet ya.  Ini aku lagi siap-siap.

Aku mempersiapkan diri dengan cepat mandi pakai baju lalu pergi sarapan. mas Ibnu, Arya dan Aira juga uda duduk rapi ditempatnya.

"Bisa kesedak kalau cara makanmu seperti itu," tegur mas Ibnu.

"Tau ah siapa suruh tadi malam ngak bangunin aku."

"Kan kamunya udah tidur kenapa harus dibangunin?"

"Iya tapi tugasku belum siap," aku mengelap mulutku dengan serbet. Mengambil tasku lalu beranjak dari tempat duduk.

"Aku antar?" sergah mas Ibnu yang juga bangkit dari kursinya.

"Ngak usah mau ada urusan lagi soalnya."

"Urusan apa?" duh. bisa ngak sih dia ngak tanya-tanya lagi disaat seperti ini aku udah telat nih.

"Eng.. itu semacam urusan wanita gitu," ucapku beralasan.

Mas Ibnu tampak menghela nafas. "Yaudah hati-hati, kalau ada apa-apa telpon aku. Inget hp tuh di cas kamu kan ada power bank digunakan kalau mendesak," omelnya panjang ini pasti karna kejadian mobilku yang mogok tempo hari.

"Iya," ucapku sambil menyalim mas Ibnu dan langsung bergegas berangkat ke kampus

***

"Waktunya tinggal 15 menit lagi apa terkejar?" ucap Diana.

"Diusahain dulu, kalau nggak sempat ya udah, rela nggak dapat nilai."

"Ya udah, sini mana laptop lo biar gue yang kerjain."

Aku menghidupkan laptopku membuka folder pekerjaan kami dan menyerahkannya ke Diana.

"Lo ngerjain gue ya Sha? Ini kan udah selesai apa nya lagi yang kurang?"

"Hah!" ucapku kaget.

"Ini kalo lo nggak percaya."

Diana menunjukkan slide yang seingatku baru kukerjakan setengah tadi malam. Sudah selesai?  nggak mungkin pikirku sambil menggeleng-gelengkan kepala. Bahkan slide nya sangat rapi lengkap dengan penjelasan, berbeda dengan yang kubuat tadi malam.

"Nggak. Nggak mungkin. Seingatku, tadi malam aku ketiduran, dan paginya pas bangun aku udah ada ditempat tidur. Meja juga masih berantakan kok."

"Terus siapa yang ngerjain? hantu gitu? atau lo yang sambil tidur ngetik terus beres?"

Aku mengendikkan bahu.

"Feeling gue pasti laki lo yang ngerjain. Siapa lagi yang di kamar lo, kalo bukan laki lo?" sambung Diana.

"Tapi, masa Mas Ibnu ngerti ngerjain beginian."

"Ck. lo ngeremehin laki lo? mana mungkin bokap lo nyuruh lo nikah sama orang bodoh Sha. Pasti dia cari kandidat yang terbaik buat lo, kali." Rentetan penjelasan panjang Diana masuk akal juga. "Lo harus berterima kasih sama laki lo kalo gini ceritanya."

Unfinished Fate [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang