First

135K 5.3K 154
                                    

ATTENTION!

Hulla, Assalamualaikum wr wb yaa😊

Bagi kakak kakak atau adek adek yang baru baca cerita ini, tolong ya bagi yang nggak suka sama cerita saya jangan langsung asal komen ngehina alias ngejudge gitu. Saya tau kok cerita saya emang nggak sebagus cerita di lapak lain, saya juga tau saya ini masih amatiran sekali, tapi tolong ya jangan ngehina gitu. Jujur aja saya kalo baca komentar yang ngehina ikut kepancing emosinya. Maksud saya gini loh, kalo emang nggak suka yaudah bisa langsung keluar dari lapak ini dan nggak usah dibaca. Gampang kan ya? Ngapain harus ribet-ribet nambahin dosa dengan cara ngehina karya orang lain? Saya udah banyak dosanya, jadi nggak perlu kok ditambahin lagi dosanya karna ngebalas komentar kalian yang ngehina gitu.

Terus nih ya, saya nggak pernah maksa kalian buat baca cerita saya, jadi kalo kalian nggak suka sama cerita saya ya terserah kalian, toh itu bukan urusan saya. Tapi sekali lagi tolong banget buat jangan ngehina. Nulis nggak semudah dan sesimple yang kalian pikir, jadi tolong banget untuk ngehargain saya. Tolong banget itu tangannya digunain baik-baik, jangan digunain buat ngetik perkataan-perkataan yang bersifat ngehina ya.

Saya terima kritikan kok, tapi tolong gunakan bahasa yang sopan ya.

Dan buat kalian pembaca pembaca yang udah baca cerita aku, dan yang buat ngasih vote dan juga buat yang udah komentar positif, baik itu berupa pujian maupun yang ngasih kritikan dengan bahasa yang sopan atas kekurangan cerita ini, saya ucapin terima kasih yang sebesar-besarnya yaa. You must know guys, cerita ini bakalan nothing tanpa kalian semua all😘

Love you buat kalian kalian😍😚😚

Oke gitu aja sih, thanks. Silahkan membaca~

Kathrine memegang benda bewarna putih berbentuk persegi itu dengan tangan yang bergemetar. Mulutnya sukses menganga sepenuhnya. Ia terpaku di sudut toilet itu, masih tak percaya atas fakta yang baru saja ia dapati saat ini. Setitik kristal bening tanpa sadar lolos dari pelupuk matanya. Tidak mungkin! Ia tidak mungkin hamil! Ini semua pasti salah! Ini keliru!

Kathrine menutup matanya rapat-rapat. Menarik nafasnya perlahan, lalu menghembuskannya. Ia mencoba untuk membuat dirinya agar tenang, ia tidak boleh panik. Karna semua ini pasti hanyalah mimpi! Iya, ini pasti mimpi! Ia hanya perlu membuka matanya kembali dan setelah itu ia pasti akan menemukan dirinya sendiri yang tengah berbaring diatas tempat tidur di kamarnya dengan tangan yang memeluk boneka teddy kesayangannya.

Ia lalu membuka matanya, namun hal yang tak diharapkannya terjadi. Ia tidak berada di atas tempat tidurnya, melainkan ia tengah berdiri di pojok toilet dengan baju tidur bewarna pastel bergambar beruang itu. Tatapannya teralih pada benda yang masih berada di genggamannya itu. Dan hasilnya masih sama, garis dua bewarna merah yang amat sangat tidak diinginkannya.

Ia hamil! Kenyataan yang sangat tak diinginkannya terjadi! Sungguh, ia tak menginginkan hal ini! Mungkin untuk saat ini, memiliki anak bukanlah keinginannya. Ia jauh-jauh pergi merantau ke Jakarta karna ia ingin hidup mandiri, kerja di perusahaan besar. Bukannya untuk hamil seperti ini. Apa yang akan ia ucapkan ke ibunya nanti? Bagaimana ia harus menjelaskan semuanya kepada sanak keluarganya di kampung? Dan... Apa ia harus memberitahu pada pria itu bahwa ia hamil? Tapi, apa pria itu akan bertanggung jawab. Atau pria itu akan bersikap seperti sinetron-sinetron di tv yang menceritakan tentang bahwa si wanita bilang kalau ia hamil, dan si pria dengan teganya berkata 'Kamu yakin kalau itu anakku?". Sungguh kasihan!

Kathrine memantapkan hatinya! Ia harus memberitahukan perihal ini kepada lelaki itu. Bagaimana pun juga lelaki itu harus bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya, dan lagipula anak yang berada di rahimnya ini anak lelaki itu juga. Ya, ia harus mengatakannya!

***

Kathrine menatap ragu pada kertas kecil berwarna gold yang tampak mewah itu. Di kertas itu, hanya tertera nama, nomor telfon kantor, alamat kantor, serta nomor telfon pribadi lelaki itu saja. Sejujurnya, ia sangat bingung untuk berbicara apa kepada lelaki itu. For a god sake! Ia dan lelaki itu tidaklah saling kenal, dan mereka dengan bodohnya melakukan hubungan itu tanpa sadar dan dalam keadaan mereka yang sedang mabuk. Bahkan, mereka hanya pernah bertemu satu kali! Dan itu pun telah lewat tiga minggu yang lalu. Entah lelaki itu masih mengingat dirinya atau tidak, ia tak tahu.

Kathrine menautkan jari-jarinya dengan gelisah, sembari berfikir apa yang akan ia ucapkan kepada lelaki itu nanti. Apa ia harus berucap seperti ini, "Hai! Aku Kathrine, wanita yang kau tiduri tiga minggu yang lalu. Dan bytheway, aku sedang hamil" atau "Aku hamil! Dan kau harus bertanggung jawab!".

Percayalah, jika semuanya mudah seperti itu tentu ia tak akan mungkin sepanik ini. Tapi, ini tak semudah yang kalian fikirkan! Ini sangat sulit.

Ah, sial!

Setelah menenangkan hati serta fikirannya, ia akhirnya memutuskan untuk segera menghubungi nomor telfon pribadi lelaki itu. Karna ini urusan pribadi mereka dan ini sangatlah secret, maka sangat tak mungkin jika ia menghubungi nomor telfon kantor lelaki itu.

Ia menunggu dengan gelisah. Berjalan mondar-mandir tak tentu arah menunggu sambungan telfon yang tak kunjung diangkat itu. Ia terus mencoba menghubungi nomor itu berkali-kali, sampai pada nada sambungan yang kelima akhirnya telfon itu pun diangkat.

"Halo? Selamat malam," sapanya dengan pelan saat sambungan telfon itu diangkat.

"Ya, selamat malam"

Oh Tuhan! Mendengar suara berat nan maskulin yang terdengar sangat dingin itu mampu membuat bulu kuduknya meremang seketika.

"Apa saya berbicara dengan David Alessandro saat ini?"

"Ya, saya sendiri. Ada apa?"

"Ehm, jadi begini..." Kathrine berdehem sebentar untuk membersihkan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa gatal, sekaligus untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Aku Kathrine, Kathrine Willson. Apa kau ingat bahwa kita bertemu di J Club  beberapa minggu yang lalu?"

Hening. Keheningan itu semakin membuat rasa gugup yang melanda dirinya kian semakin meningkat.

"Ah ya, aku ingat! Kau yang waktu itu menggantikan temanmu yang kala itu sedang bertaruh minum denganku? Am I right?"

Bagus. Untunglah lelaki itu ingat!

"Ya, Anda benar. Jadi-"

"Apa kau bisa langsung ke inti pembicaraan? Maaf, aku sedikit sibuk hari ini. Masih ada banyak hal yang harus aku kerjakan"

Oh, tipikal lelaki workaholic.

"Baiklah kita langsung ke intinya saja. Jadi bisakah kita bertemu? Ada satu hal yang ingin aku bicarakan dan ini sangat penting. Aku tak bisa jika harus menundanya,"

"Baiklah, mari kita bertemu. Besok kita akan bertemu di kantorku, saat jam makan siang. Akan aku kirimkan alamatnya nanti,"

"Ya, terserah kau saja. Kalau begitu, terima kasih telah memenuhi ajakanku. Dan maaf telah mengganggu waktumu, selamat malam"

Dan setelah itu telfon terputus. Akhirnya ia bisa bernafas dengan lega. Mungkin hanya untuk malam ini. Karna besok akan menjadi hari yang panjang untukknya.

***

Hello, guys! So, ini cerita pertama gue. Jadi gue sangat amat membutuhkan kritik serta saran dari kalian. Semoga aja ada yang berminat untuk baca cerita ini. Kalo ada yang berminat, gue bakalan lanjutin cerita ini. Tapi kalo nggak ada, yaudah say goodbye aja deh.

Give me a vote, please!

Love,
Nana.

The Baby's [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang