Satu

7.5K 206 2
                                    

Enyahlah dari pikiranku! Jeritku menahan kesal yang memuncak.

Sebelumnya perkenalkan aku Lisna, Lisna Amanda.

Cewek peminim dengan tingkat kemenyean dan kepekaan yang tinggi.

Juga rasa sensitif yang berlebihan.

Aku labil, jutek, galak, tapi lumayan baik.

Semua cowok tidak ada yang berani melecehkanku sebagaimana mereka melakukan hal itu pada orang lain.

Karena apa?

Karena aku adalah juara silat tingkat provinsi. Dan semua jurus telah ku pelajari selama ini.

Ya aku ralat tentang kata tidak ada pada bagian cowok yang menggangguku.

Karena faktanya, beberapa hari lalu sosok penentang itu muncul. Dia tipe orang yang tingkat ke angkuhannya sangat tinggi. Juga sikap sopan santun yang rendah. Tapi sial yang benar-benar sial lagi!

Dia adalah juara Silat tingkat Nasional.

Pangkatnya melebihi pangkatku.

Dan aku sangat tidak menyukai fakta itu.

"Selamat pagi Lisna..."

Oh bagus, itu suaranya. Pandu sekarang tertawa melihat wajah jutekku karena mendapatkan hukuman 3 hari yang lalu dari wali kelasku sendiri.

Cowok itu selalu saja menggangguku tanpa berniat membantu. Dan aku sangat-sangat membencinya.

Tidak hanya itu. Dia juga membuat presepsi memiliki cowok badbooy seperti dalam tokoh novel menjadi lenyap dalam pikiranku.

Dia kesialan bagiku.

"Minggir!" Ucapku galak. Mendorong sepatu hitam miliknya dengan sapu yang sedang ku pegang. "Hey! Ku bilang minggir!"

Masa bodo dengan tatapan teman-temanku. Lagipula aku hanya ingin mengenyahkan cowok sialan ini sekarang juga.

"Kalau lagi di hukum jangan galak-galak. Aku malah kasian lihat sapunya. Pasti dia kesakitan, iya kan?"

Pandu memasang tampang so manisnya. Ugh! Aku mendengus kasar ke arahnya. Melempar sapu ke pojok ruangan tanpa peduli ada siapa di sana.

"Woahh..." jeritnya berlebihan. Kedua tangannya mengangkat ke atas. Mengisyaratkan menyerah. Tapi aku tahu itu hanya tipu dayanya saja. Dan aku? Tentu saja tidak akan berhenti sebelum dia juga berhenti untuk menggangguku lagi!

"Kalem dong Lis. Aku kan cuma bercanda. Kamu lagi PMS?" Tanyanya tepat sasaran.

Wajahku kini memerah. Merasa malu atas apa yang Pandu katakan tadi.

Sial! Kali ini aku akan melupakannya. Tapi awas nanti Pandu. Aku pasti akan menghabisimu!

*
Aku menguap berlebihan pada jam sejarah masih tersisa sekitar 30 menit 32 detik.

Ya aku menghitung setiap detiknya sejak tadi. Pelajaran ini sangat membosankan.

Kalau saja di dunia itu tidak ada batasan antara murid dan guru. Aku pasti akan menyuruhnya diam saat ini juga.

Tapi tidak bisa. Karena hukum itu berlaku untuk selamanya. Dan lupakan kesempatan itu akan datang bagaikan mimpi Indah padaku.

Aku meringis saat mendapati gulungan kertas kecil yang tepat mengenai kepalaku.

Mengganggu saja! Gerutuku dalam hati. Mengabaikan gulungan kertas tadi dan kembali masuk ke dalam alam mimpiku.

Saat tengah asik menahan kantuk yang luar biasa. Suara orang dari arah belakangku kontan membuatku menjerit dan naik ke atas kursi.

Sial! Dia hanya mempermalukanku saja. Buktinya jeritan "Lisna ada kecoa!" miliknya tidak benar-benar terjadi.

Pak Imam menatap jengkel ke arahku. Waduh, bahaya besar kalau seperti ini.

Jadi atas kesadaran diriku sendiri. Aku turun dari kursi dan kembali duduk manis.

Syukurnya. Aku tidak lagi mendapat hukuman darinya....

*

"Lo kenapa deh?"

Bobby, teman seperguruan silatku bertanya kalem. Cowok itu sudah terlihat siap dengan baju silatnya.

Setiap pulang sekolah aku memang langsung pergi latihan tanpa pulang.

Dan tempat latihanku bukan di sekolah. Tapi di tempat pamannya Bobby. Teman baikku.

Alasannya?

Karena aku tidak ingin Ayahku tahu tentang hal ini.

"Biasa" jawabku malas. Lalu mulai membuka tas dan mengambil baju silat milikku.

Bobby mangut-mangut. "Apa sebaiknya aku saja yang melawannya Lis. Biar dia kapok dan berhenti ganggu kamu."

Wih, alasan yang bagus. Mungkin akan lebih baik seperti itu. Mereka pasti imbang.

Cowok lawan cowok.

Tapi...tidak!. Bobby tidak perlu terlibat urusanku yang merepotkan itu. Aku bisa melakukannya sendiri.

"Tidak usah," tolakku halus. Lalu mulai masuk ke dalam ruang ganti. "Biar aku saja yang mengurusnya" walau aku sendiri tidak tahu dengan cara apa.

Bobby akhirnya mengangguk. Mengisyaratkan jika dia menungguku di ruang latihan.

Aku menyetujuinya. Lalu mulai mengganti pakaianku dengan cepat. Menyusul Bobby untuk memulai aksi latihanku kali ini.

*

Tbc...

Badboy I Love You! [1/7 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang