15 (Jealous)

13.4K 1K 25
                                    

Gwen datang ke rumahku. Ah,tidak! Secara teknis, ini rumah Franzel yang kutinggali. Gwen datang tanpa memberitahuku. Teriakannya cukup merusak Minggu pagi yang seharusnya kuhabiskan dengan mengerjakan PR.

Franzel sampai mengeluh karena suara teriakan Gwen di lantai dasar membuatnya kehilangan konsentrasi untuk membaca. Aku memutar bola mata saat Franzel memberiku tatapan yang berarti, 'cepat turun dan tutup mulut temanmu itu!'

Akupun berdiri dengan malas menjahui meja belajarku. Aku kagum dengan teriakan Gwen yang bahkan bisa menembus seluruh dinding ruangan ini. Dia memang selalu tak suka menunggu, dia memang tidak sabaran.

"HOPE!!!! KELUARLAH, AKU BOSAN MENUNGGU!" teriakannya makin terdengar keras saat aku hendak menuruni tangga.

Kupercepat langkahku menuruni tangga, "Gwen, tutup mulutmu atau Franzel akan menendang... auuwhhh" aku meringis saat menuruni tangga karena tanpa sengaja pinggang bagian kananku menyenggol pinggiran tangga.

Gwen hanya menatapku sembari melipat kedua tangannya, sementara aku masih berjalan sedikit menyeret sambil memegangi pinggang. Sial, sepertinya benda keras itu mengenai tulang pinggangku.

"Itu hukuman karena kau telah membuatku lama menunggu," ucapnya sambil memandangi kukunya yang dicat dengan warna ungu gelap.

Beberapa pelayan yang ada di sekitar kami mencoba hendak menghampiriku karena khawatir, namun aku mengangkat tangan dan menolaknya, meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja.

"Kalian siapkan saja sesuatu untuk tamu istimewa ini," ucapku pada dua orang pelayan wanita yang tak kuketahui namanya itu.

Gwen tersenyum puas. "Jangan membuatku menunggu," imbuh Gwen sebelum dua pelayan itu pergi.

Aku menarik nafas dan berusaha meredam rasa sakitku yang perlahan memudar, meski terkadang masih nyeri. Kami duduk di sofa terempuk yang ada di ruang tengah.

"Aku sudah menemuinya," Gwen menyadarkan punggungnya di sofa coklat tua itu.

Aku juga ikut bersandar di sampingnya. "Bagaimana reaksinya?" Aku penasaran sekali.

Gwen tak langsung menjawab, dia seolah sedang berfikir untuk menyusun kalimat yang baik. Namun tak sampai sepuluh detik dia akhirnya menarik nafas. "Dia terkejut," ucapnya santai.

Kuberi Gwen tatapan menusukku. "Hanya itu?"

Dia tertawa puas. "Pipinya memerah, dan dia langsung terduduk di ranjangnya." Gwen menyipitkan mata, mengenang kejadian itu seolah dia tak menyangka bahwa respon Phill akan demikian. "Aku bukannya percaya diri, tapi sepertinya dia menyukaiku."

"Cepat sekali kau menyadarinya," komentarku singkat.

"Jadi, benar dia menyukaiku? Kau tahu itu? Dan kau menyembunyikannya dariku?" Gwen meminta penjelasan.

"Aku tak ingin mematahkan hatinya, karena kau terlihat membencinya dan sangat kecil kemungkinan kau akan suka dengannya. Dia bukan tipemu," ujarku mengalir begitu saja. Entah itu jujur dari pikiranku atau hanya alibiku untuk mengelak dari tuntutannya.

"Dia memang bukan tipeku," jawab Gwen datar. "Lalu, mengapa kau menyuruhku untuk menjenguknya? Itu sama saja kau memberi ruang untuknya berharap bahwa aku peduli padanya. Orang macam apa kau ini, Hope!" protes Gwen kesal. Biarkan saja dia mengomel, aku menyukainya, lebih tepatnya aku merindukanya.

Senyum tipisku kuberikan padanya. "Aku takkan melakukan itu jika ibunya tak memintaku untuk mendatangkanmu," jawabku jujur.

"Ibunya?"

Another HopeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant