Cuaca sedang bersahabat sore itu. Matahari masih bersinar namun panas yang dipancarkan ke bumi tidak lagi sepanas hari-hari sebelumnya. Dari kejauhan, bangunan-bangunan khas Minang tampak begitu tegap berdiri. Atapnya yang melengkung menambah keindahan sore hari.
Pemandangan tersebut sempat dinikmati Billy dari jendela kantornya. Billy melirik arlojinya. Arlojinya menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit. Kurang 45 menit sebelum jam kantornya berakhir hari itu.
Billy kembali menatap langit sore dari balik kaca jendelanya. Entah mengapa, perasaannya tiba-tiba menjadi tidak enak. Dan kali itu, perasaannya terbukti. Tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, bunyi dentuman keras memekakkan telinganya. Secara tiba-tiba, ruangan yang dipijakinya bergetar hebat. Kursi yang didudukinya hampir menjatuhkan dirinya.
Reflek, Billy beranjak dari kursinya dan berlindung di bawah meja kantornya. Teriakan mulai membahana di seluruh penjuru ruangan. Dari ruangannya yang sarat dengan jendela, Billy bisa melihat dengan samar atap-atap bangunan di luar kantornya yang mulai roboh. Dia juga bisa melihat jalanan yang terbelah.
Mata Billy terbelalak nanar. Sambil merapatkan diri di bawah mejanya, Billy terus menghindar dari benda-benda yang jatuh di sekitarnya, termasuk eternit maupun kabinet-kabinet tempat penyimpanan dokumennya.
Kaca jendela kantor Billy mulai pecah. Lantai yang dipijaki Billy pun mulai retak. Berusaha menajamkan pandangannya dari debu-debu dan barang-barang yang terus berjatuhan di sekitarnya, Billy melihat debu putih mulai menyelimuti Pariaman, Padang, kota yang sudah menjadi tempat tinggalnya selama hampir tiga puluhan tahun ini. Percikan api pun mulai menambah ramai suasana sore itu.
Lantai kantor Billy hanya dua lantai. Dan dengan kacanya yang pecah, Billy dengan gampang bisa mendengar teriakan orang-orang yang sudah berlarian dan berkumpul di jalanan depan kantornya.
"TSUNAMI...."
Billy mendengar dengan jelas apa yang diteriakan oleh puluhan bahkan ratusan orang yang berada di jalanan. Mata Billy menatap ke depannya. Di hadapannya tersedia pemandangan yang mengerikan. Dari kejauhan, tampak ombak putih mendekati tempatnya berpijak. Billy membelalak ngeri. Hanya satu yang ada di pikiran Billy kala itu. "Aku akan mati..."
YOU ARE READING
Pariaman Triangle
Romance- Novel ini merupakan novel mature pertamaku. Ho2. Sudah diterbitkan oleh Penerbit Andi bertahun-tahun silam. Dalam novel, judulnya jadi agak 'dangdut', Balada Cinta di Tanah Bencana. Tapi judul asli sebelum berganti menjadi ke'dangdut'an adalah Par...
