Journal - 1

80.2K 4.5K 181
                                    

Tiberon Liza Ferrenoca mendapat gelar PS SMA Nusa Bangsa ....

Tulisan di mading sekolah tidak berubah sebanyak apa pun aku membacanya. Aku mengucek mata, lalu membaca lagi.

Tiberon Liza Ferrenoca mendapat gelar PS SMA Nusa Bangsa ....

  "Ini kenyataan!" teriakku histeris.

Teriakanku membuat beberapa siswa yang lewat, lantas menoleh, bingung. Tetapi, aku tidak peduli.

Satu minggu yang lalu, antar sekolah mengadakan semacam test studi. Aku iseng ikut. Meski malamnya sama sekali tidak belajar. Aku malah bermain petasan bersama anak-anak di pekarangan rumah mereka. Lalu, paginya, aku telat mengikuti test empat puluh empat menit . At least, karena panik, aku menggunakan jurus 'dal-dil-dul-siapa-yang-beruntung ... A!'

Tapi sekarang, di depan mading pada jam dua lewat tiga menit dua puluh tujuh detik (ini hari bersejarah, mana bisa aku melupakan detailnya!). Aku terbukti mengalahkan tiga puluh sekolah yang juga mengikuti test. Dengan jurus dal-dil-dul!

Omaigad.

Aku langsung berlari penuh riang gembira.

Haha! Sekarang aku akan hengkang pada dunia membosankan ini dan say hello pada kehidupan baru! Aku yakin di SMA Nusa Bangsa semuanya bisa berjalan lancar.

  "DE!" Teriakku toa begitu melihat sosok Dea sedang berjalan menuju kantin sambil membaca buku.

Jangan langsung menilai dia cupu. Dea pasti sedang baca novel, ia selalu membawa sekitar tujuh buku untuk dibaca di sekolah tiap harinya. Bisa dikatakan, cewek bernama Dea seorang novelholic.

  "Apa?" Dea menandai novelnya dan berjalan ke arahku.

  "Lo tau gak?!" tanyaku histeris hingga membuat beberapa orang langsung berjengit.

Tapi aku tidak peduli. Ini hari bersejarahku, tahu!

  Dea mengerutkan dahinya, "enggak, kan lo belom ngasih tau apaan."

  "Ih, gitu banget lo," kataku pura-pura marah.

  Dea langsung tertawa, kadang sahabatku ini bisa menyebalkan akut. "Iya-iya. Apa?"

  "Gue. Pindah. Ke. SMA. Nusa. Bangsa."

Seorang Dea langsung tersungkur ke depan begitu enam kata itu meluncur dari mulut unyuku. Dia menatapku seakan berkata 'Lo-becanda-jangan-kelewatan.'

  "Iiih, ini tuh beneran," kataku yakin, menggoyang tubuh Dea yang tiba-tiba membeku.

  "Serius lo?" tanya Dea sambil merapikan roknya yang kotor sehabis tersungkur.

Ih! Meskipun aku lolos karena kekuatan Tuhan dan jurus dal-dil-dul, tapi aku gak sebego itu. Dulu, waktu TK aku pernah juara harapan ketiga lomba memasukan pensil ke dalam botol!

  Aku berdecak sebal, "ini tu serius tauk."

Dea terdiam sesaat. Sementara aku sudah memikirkan kehidupan membahagiakan yang kudapat jika berada di SMA Nusa Bangsa.

Secara, SMA Nusa Bangsa adalah sekolah terbagus nasional yang ada di ibukota. Fasilitas paling memadai. Anak-anak pinter tanpa ada label berandal sama sekali. Sopan santun dijunjung tinggi.

Dan besok, aku ada di antara mereka! How wonderful!!!

  "Tapi bukannya gelar PS cuman disandang selama satu tahun ajaran baru?" gumam Dea di sela-sela khayalan selangitku.

Aku langsung mendarat bebas dari ketinggian tiga ribu kaki.

  "Boong lu," tudingku langsung.

  Dea mengangkat bahunya, "buat apa gue boong?"

ST [4] - Tibby's JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang