BAB 2

55.8K 3.3K 232
                                    


Tasha inginnya jatuhin diri di semen, dan pura-pura pingsan aja. Tapi mengingat yang menyeretnya Kak Basel, mungkin lebih aman kalau dia ngikut aja. Motor Basel itu motor ninja, kalau badannya digeleng sama motor itu bisa-bisa dia mati.

Dan dia yakin Kak Basel bakal tega ngelakuinnya.

Tangannya dicengkram keras, dan diseret menuju entah kemana. Dia jadi ingin menangis, apa kata Mamah kalau tau anaknya bukan sekolah dan malah mau dibunuh? Astaga, gak akan lucu kalau ada berita, 'seorang remaja ditenggelamkan di got karena mengadu pada gurunya'.

Bikin malu yang ada.

Radius 5 meter lagi dia melihat rumah yang disulap jadi tempat nongkrong gerombolan anak-anak nakal disekolahnya. Rumahnya Mamih Ijahoh Mamih disini bukan berarti dia bandar pelacuran atau gimana ya omong-omong. 'Kenapa gue jadi mikir kesana kesini!' Teriaknya dalam hati.

Muka Tasha makin pucet sementara pikirannya berganti menjadi kasus-kasus di berita-berita di TV. Kalau dia diperkosa gimana? Atau dibunuh?!

Akhirnya atas inisiatif sendiri Tasha langsung berjongkok, tapi kepalanya menunduk, seperti sungkem kepada Kak Basel. Suara Tasha terdengar merengek, tapi yang jelas suaranya kedengeran kayak babi yang lagi sekarat.

"Kak ampun Kak, ampuni saya! Aduh kak, jangan aneh-aneh, nanti kakak masuk penjara gimana? Terus saya mau mati juga saya masih banyak dosa, ampun kak!" Sambil berteriak histeris Tasha gak mau buka mata.

"Anjis berisik! Bangun lo!"

"Engga Kak, saya gak berani bangun! Maafin saya dulu ya Kak ya."

"Siapa yang mau bunuh elo! Bangun!" bentakan Kak Basel membuatnya berdiri tegak dalam kurun waktu satu detik. Dia melihat mata coklat Kak Basel yang menatapnya jengkel, seolah-olah dia makhluk paling idiot sepanjang masa. "Awas lo berani teriak-teriak lagi."

Dengan cepat dia mengangguk dan pasrah pas dia digeret lagi.

Tuhan yang Maha Esa, dia dosa apa?

Sesampainya di warung Mamih Ijah, ada beberapa anak yang ngumpul di warung depan yang menyapa Basel. Tapi kakak kelasnya itu gak ngomong sedikitpun, dia cuman mengangguk singkat dan membawa Tasha masuk ke dalam. Tasha belum pernah tau gimana dalemnya rumah Mamih Ijah. Dia cuman pernah dengar bisik-bisik tentang rawannya tempat ini dan paling banter dia ngeliat dari jauh doangitu juga udah serem. Mana berani dia kesini?

Di dalemnya, Mamih Ijah yang ternyata udah tua menyambut Kak Basel dan Tasha dengan senyum lebar. Mungkin wanita paruh baya itu gak sadar bahwa pengeksekusian akan terjadi diwarungnya dan orang yang lagi tersenyum sangat manis itu bakal jadi tukang jagalnya.

"Eh Basel, ndak sekolah to kamu?"

Kak Basel menggeleng, dari belakang Tasha gak bisa liat ekspresi Kak Basel. "Engga Mih, tadi udah dikunciin sama Pak Rusli."

"Duh kebetulan, kamu disini to, titip warung bentar ya. Mamih mau beli sayur bentar."

Muka Tasha makin memucat, kali ini gak ada saksi. Gak ada saksi yang bakal membelanya dipersidangan kalau dia mau dibunuh sama Kak Basel. Dimana Park Sooha*nya? Atau Healer**nya? Astaga ya ampun. Dia baru mau buka mulutnya, kali aja Mamih Ijah bakal menyelamatkannya. Tapi, telat. Mamih Ijah udah ngacir duluan.

"Duduk."

"Tapi"

"duduk," suaranya Kak Basel terdengar lebih kasar, bikin dia ngerasa hawa dingin dipunggungnya. "Lo budek?"

Mata Tasha membesar, lalu dengan cepat Tasha langsung nurut buat duduk dikursi coklat panjang. Letak kursi itu membentuk sudut. Sementara Kak Basel duduk di sudut yang lainnya, dia dengan muka tegang duduk disudut yang lain.

Basel & TashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang