Chapter Sixteen : Interested

Începe de la început
                                    

Radinka pun menghembuskan nafas dengan pelan, lalu mencoba kembali fokus dengan tugasnya. Yang Radinka tidak tahu, sedari tadi Abby sudah memerhatikan tingkah laku anehnya, dan yang lebih Radin tidak ketahui, tanpa ia sadari, Rafael telah berhasil mengambil perhatiannya sedikit demi sedikit.

Tidak terasa bel pulang telah mengalun indah di telinga Radin, sehingga Radin terlihat bergembira.

"Lo kenapa seneng Din?" Tanya Abby dengan heran.

"Hah? Seneng? Biasa aja deh," balas Radin singkat.

"Yakin? Kok gue mencium bau-bau kebohongan ya?"

"Lonya aja yang lagi boong kali."

"Terserah lo. Gue duluan ya, ga mau gue liat Ash masuk sampai ke depan kelas."

"Kenapa emang? Takut Ashton jual pesona? Takut Ashton tebar pesona? Takut anak-anak pada suka sama Ashton?" Tanya Radin bertubi-tubi, di tambah tatapan Radin yang jail. Tidak butuh waktu lama, pipi Abby kembali memerah seperti biasanya.

"Apan sih lo Din, ngaco, udah ah gue duluan, bye Radin," balas Abby sambil meninggalkan Radin.

Radin hanya bisa diam di kelas, menunggu Rafa. Mungkin Radin mulai sedikit gila, mengingat dengan maunya ia menuruti perkataan Rafael. Radin benar-benar menunggu Rafael, namun hampir tiga puluh menit Rafa tidak menampakkan dirinya di hadapan Radin. Merasa penantiannya sia-sia, akhirnya Radin memutuskan untuk pergi meninggalkan kelas, namun ketika Radin keluar kelas, tiba-tiba Zian sudah berdiri sambil menyandarkan bahu kanannya di dinding entah sejak kapan.

"Eh Dinka," sapa Zian dengan hangat.

"Zian, ada apa?" Tanya Radin dengan lembut. Entah mengapa, setiap melihat Zian, Radin selalu bertingkah ramah, tidak seperti ia melihat Rafa.

"Rafa nyuruh gue bilang ke lo, dia ada basket jadi lo harus nungguin dia."

"Dia pikir dia siapa sih? Bisa nyuruh gue seenaknya."

"Tapi lo mau aja ya disuruh dia, Dinka."

"Berisik Zian, kalau mau nyari ribut mending gue cabut." Radin pun benar-benar meninggalkan Zian, namun Zian langsung mengejarnya dan menarik Radin untuk mengikutinya. Zian membawanya menuju kelas, lalu Zian langsung duduk dengan manis, dan meminta Radin duduk di sebelahnya.

"Emang gue ke sini buat nyampein amanat dari Rafa, tapi selain itu gue kesini gue mau ngobrol sama lo bentar,soalnya gue juga mau basket," Zian pun menghela nafas pelan

"Dan gue harap, lo juga ga akan pergi, anggep aja lo nungguin gue, bukan nungguin Rafa."

"Emangnya apa bedanya gue nungguin lo sama nungguin Rafa, Zi?"

"Bedanya kalau lo nungguin Rafa, Rafa bakalan biasa aja, tapi kalau nungguin gue,"

"Apa?"

"Setidaknya lo udah bikin satu orang seneng di hari ini." ucap Zian dengan senyumnya yang sangat manis. Radin saja tidak tahan melihat senyum Zian. Sesaat kemudian, Zian langsung terbangun dari duduknya, lalu mengusap puncak kepala Radin dengan lembut.

"Yaudah gue duluan ya, doain gue semoga lancar, bye Dinka," ucap Zian sambil meninggalkan Radin. Radin tidak tahu dengan dirinya. Yang ia rasakan, usapan Zian telah memberikan sensasi aneh di dalam perutnya, yang ia tahu, ia tidak pernah merasakan sensai aneh itu sebelumnya.

Ilona

Memang bel pulang sudah berdering sedari tadi, namun Ilona tidak berniat untuk langsung pulang menuju rumahnya, Ilona merasa malas karna kejadian tadi. Ya, kejadian ia memergoki Rafa sedang bersama anak baru yang selalu menjadi pembicaraan banyak orang, Radinka. Merasa tidak ada kerjaan, Ilona pun membuka handphonenya, lalu ia pun mengirim pesan kepada Rina melalui jejaring sosial linenya.

HiddenUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum