Prolog

85.5K 2.4K 63
                                    

Hari Pernikahan merupakan hari yang dinanti oleh setiap pasangan, terutama mempelai wanita. Dituntun oleh seorang ayah menuju altar dan disambut oleh jabatan hangat mempelai pria yang akan mengikat janji sehidup semati dengannya dihadapan Tuhan. Dengan dikelilingi para tamu yang ikut merasakan sakralnya pernikahan hingga menitihkan air mata karena tak mampu menahan rasa haru mereka.

Namun sepertinya itu tidak berlaku bagi wanita yang berdiri di depan altar sana. Dengan gaun panjang warna putih dan wajahnya yang cantik terpoles make up dan wajah yang tertutupi oleh kelambu, indah tidak mampu menutupi kemarahannya. Hal itu wajar saja. Sebagai seorang wanita yang malam sebelumnya merasa berbunga-bunga sampai ingin melambung ke angkasa, kini Indah merasa seperti dilempar kembali ke jurang. Ia harus menelan pil pahit karena Rama, yang harusnya berperan menjadi mempelai prianya di pernikahan ini malahan kabur entah kemana.

Sebenarnya Indah bisa saja mengikuti jejak Rama dengan kabur untuk menghindari rasa malunya, tapi mengingat Orang tua lelaki itu sangat berharap banyak padanya menyebabkan Indah harus menahan agar tidak menangis tersedu-sedu dibalik kelambunya. Jika saat ini ia memegang pisau dan berada dihadapan Rama, mungkin Indah sudah menancapkan pisau itu sedalam-dalamnya di dada lelaki yang telah mengkhianatinya. Tapi, sepertinya Tuhan masih mau melindungi lelaki yang kini tertanam di benak Indah sebagai lelaki kurang ajar!

Sesampainya di depan altar, pendeta pun menyambut kedatangannya dengan heran sekaligus bingung. Wanita yang akan menikah itu hanya datang sendiri tanpa pendamping. Indah yang merasakan kegugupan itu hanya menundukkan kepala tanpa berani menatap ke arah sang pendeta. Terdengar keramaian bisikkan dari para tamu undangan yang terus memperdebatkan kemana perginya sang mempelai pria. Hal itu semakin memojokkan posisi Indah sebagai satu-satunya yang berdiri disana.

"Maaf, jika boleh saya tahu dimanakah mempelai pria-nya? Apakah pernikahan ini masih ingin dilanjutkan?" tanya pendeta yang menyentak Indah dari tundukkannya.

Indah sama sekali tidak bisa mengucapkan satu kata pun dari bibirnya yang dibalut lipstick merah marun. Semuanya terasa kaku baginya untuk mengeluarkan kata-kata. Sekarang habislah sudah masa depan yang ia rencanakan selama ini. Satu dibenaknya adalah sebuah perceraian. Saat ia hendak mengatakannya tiba-tiba posisi mempelai pria telah terisi. Pria itu kini memposisikan diri tepat di samping kiri Indah layaknya mempelai pria yang harusnya mendampinginya, dengan menegakkan tubuhnya.

"Ya, aku ingin melanjutkannya.." Ujar seorang lelaki yang tiba-tiba berdiri di samping kiri Indah seolah dialah mempelai yang ditunggu-tunggu. Indah hanya bisa tertegun melihat lelaki yang datang itu adalah Adrian, yang juga merupakan calon adik iparnya.

"Aku berdiri disini sebagai mempelai pria menggantikan Kakakku. Bisa kita mulai sumpahnya?" tanya Adrian dengan nada bicara yang datar dan ketus. Mata coklat terangnya menatap lurus ke depan.

Indah menggeram mendengar betapa mudahnya Lelaki ini mengucapkan kalimat yang seharusnya sebagai penentu hidupnya, "Kau? Untuk apa kau disini? aku akan mengatakan kepada pendeta bahwa aku ingin menceraikan..."

Belum selesai Indah melanjutkan omelannya, Adrian sudah membekap mulutnya, "Kakak ipar, ... Diamlah! Ucapkan saja sumpahmu." Ingatnya pelan sebelum akhirnya melepaskan tangannya yang sebelumnya mendekap mulut Indah.

Pendeta sedikit memiringkan kepalanya karena bingung. Tapi hal itu tak mengubah pendirian Adrian yang masih mematung disamping Indah dengan wajah dinginnya.

"Hei, coba kau lihat. Bukankah dia adalah adik Rama, si mempelai pria. Apakah ia melarikan diri karena dia sedang bersama wanita lain?" bisik salah satu tamu undangan wanita yang berbicara pada rekan sebelahnya.

Tiba-tiba Indah merasakan ada sesuatu yang menelungkup tangannya dengan hangat. "Beberapa menit yang lalu ia mengirim pesan bahwa dia belum siap menerima semua ini dan tidak ingin melanjutkan lebih jauh. Dan jika Ibu dan ayah menginginkan ini tetap berlanjut, maka carilah laki-laki lain untuk mendampingimu. Jadi, aku memutuskan bahwa akulah lelaki itu. " ucap Adrian yang menatap Indah dengan sepasang mata musangnya yang terkesan dingin.

Indah seperti melihat sesuatu yang tersembunyi dibalik mata tajam itu. Dan semakin lama, semakin membuat Indah merasakan bahwa ia mulai merasakan napasnya seolah berhenti. Tapi disisi lain ia sadar bahwa pengutaraan Adrian mengenai pesan Rama untuknya seakan menusuk tulangnya yang paling terdalam. Ia merasa bahwa lelaki itu sudah mempermainkan acara sakral ini seperti sebuah taruhan.

"Jadi, apakah pernikahan ini bisa kita mulai? Mengingat bahwa disini sudah ada mempelai pria?" tanya pendeta yang memecahkan pandangan pesona yang disiratkan oleh Indah untuk Adrian. Keduanya sama-sama mengangguk mendengar perintah dari sang pendeta untuk melanjutkan acara ini.

"Sekarang, apakah kau menerima pria ini sebagai suamimu? Menjaganya dalam keadaan sakit maupun sehat, dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan hidup maupun mati?" tanya pendeta kepada Indah yang terus menundukkan kepala dengan dalih menyembunyikan isak tangisnya.

"I-Iya." Balas Indah dengan suara bergetar karena isakkannya dibalik kelambu yang ia gunakan.

"Apakah kau menerima wanita ini sebagai istrimu? Menjaganya dalam keadaan sakit maupun sehat, dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan hidup maupun mati?" tanya pendeta kepada Adrian yang sejak awal terus menatap kearah pendeta dengan serius sebelum memandang ke arah Indah yang masih tersedu dibalik kelambunya.

Adrian meraih tangan Indah kedalam dekapan tangannya lagi dan memandangnya dengan senyuman hangat, "Ya, aku bersumpah sejuta kali bahwa aku tidak akan pernah membiarkannya pergi dari sisiku."

***

Lelaki yang mengucapkan janji setia untukku adalah orang yang hanya beberapa kali aku temui dan dia adalah adik iparku. – Indah

Aku bersumpah untuk setia kepadanya, wanita yang seharusnya menjadi kakak iparku. – Adrian

A Thousand Vows For You ( COMPLETED in Ebook Googleplay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang