HAFSHAH BINTI UMAR (Bag 2)

1.2K 85 2
                                    


Rumah Tangga Hafshaf Dengan Rasulullah SAW

Rasulullah SAW melamar Hafshah kepada ayahnya Umar bin Khatab, lalu Beliau menikahinya pada tahun 3 H. Mahar dalam perkawinan tersebut sebanyak 400 dirham dan merupakan pernikahan yang kedua bagi Hafshah.

Setelah menikah dengan Rasulullah, Hafshah hidup dibawah lindungan Rasulullah SAW dan mendapat hak-haknya sebagai istri.

Di kediaman Rasulullah SAW, Hafshah menempati kamar khusus sama dengan Saudah binti Zum’ah dan Aisyah binti Abu Bakar.
Secara manusiawi naluri kewanitaan, Aisyah sangat mencemburui Hafshah karena umur mereka sebaya dan sama-sama putri dari sahabat Rasulullah SAW yang terhormat. Umar memahami hal tersebut sehingga berpesan kepada putrinya agar berusaha dekat dengan Aisyah dan mencintainya. Selain itu, Umar meminta agar Hafshah menjaga tindak-tanduknya sehingga di antara mereka berdua tidak terjadi perselisihan.

Pada suatu riwayat dikisahkan bahwa kebiasaan Rasulullah SAW bila pergi berperang mengajak sebagian istri-istri beliau. Pernah suatu ketika Rasulullah SAW pergi ke perang dengan ditemani oleh Aisyah dan Hafshah. Perasaan Hafshah tidak enak ketika Rasulullah SAW mendekati Aisyah, mengajak bercakap-cakap dan berjalan bersama-sama. Akhirnya Hafshah meminta tukar tempat dengan Aisyah saat kaum muslimin berhenti di suatu tempat untuk beristirahat.
Ketika rombongan berangkat, sebagaimana biasanya Rasulullah SAW mendekati Aisyah dan mengajak bercakap-cakap. Hafshah menutup mukanya dan menjawab dengan lirih, sedang Rasulullah tidak mengetahui bahwa yang ada dalam kemah tersebut adalah Hafshah. Sampai akhirnya lama kelamaan Rasulullah menyadari bahwa dalam kemah tersebut adalah Hafshah, sehingga hati beliau sakit hati dan marah.
Sangatlah manusiawi jika di antara istri-istri Rasulullah SAW sering terjadi kesalahpahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Apalagi mereka tinggal saling berdekatan satu sama lain. Tapi dengan lapang dada Rasulullah SAW mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara istri – istrinya.

Salah satu contoh lain adalah kejadian ketika Hafshah melihat Mariyah al-Qibtiyah datang menemui Nabi dalam suatu urusan. Mariyah berada jauh dari masjid, dan Rasulullah SAW menyuruhnya masuk ke dalam rumah Hafshah yang ketika itu sedang pergi ke rumah ayahnya. Ketika Hafshah pulang dari rumah ayahnya, Hafshah melihat tabir kamar tidurnya tertutup, sementara Rasulullah SAW dan Mariyah sedang berada di dalamnya. Melihat kejadian itu, amarah Hafshah meledak. Hafshah menangis penuh amarah. Rasulullah SAW berusaha membujuk dan meredakan amarah Hafshah, bahkan beliau bersumpah mengharamkan Mariyah baginya kalau Mariyah tidak meminta maaf pada Hafshah.  Rasulullah SAW juga meminta agar Hafshah merahasiakan kejadian tersebut.
Merupakan hal yang wajar jika istri-istri Rasulullah SAW merasa cemburu terhadap Mariyah, karena dialah satu-satunya wanita yang melahirkan putra Rasulullah SAW setelah Khadijah Binti Khuwailid. Kejadian itu segera menyebar, padahal Rasulullah SAW telah memerintahkan Hafshah untuk menutupi rahasia tersebut. Berita itu akhirnya diketahui oleh Rasulullah SAW sehingga beliau sangat marah pada Hafshah.
Sebagian riwayat mengatakan bahwa setelah kejadian tersebut, Rasulullah SAW menceraikan Hafshah, namun beberapa saat kemudian beliau merujuknya kembali karena melihat ayah Hafshah, Umar, sangat resah.

Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bermaksud menceraikan Hafshah, tetapi Jibril mendatangi beliau dengan maksud memerintahkan beliau untuk mempertahankan Hafshah sebagai istrinya karena dia adalah wanita yang berpendirian teguh.
Jibril mengatakan kepada Rasulullah SAW “Jangan kamu ceraikan dia, sesungguhnya dia adalah wanita yang gemar berpuasa dan menunaikan shalat (malam) dan sesungguhnya dia adalah istrimu di surga.”

Rasulullah SAW tetap mempertahankan Hafshah sebagai istrinya, karena Hafshah telah sangat menyesali perbuatannya dengan membuka rahasia dan membuat murka Rasulullah SAW. Umar bin Khatab mengingatkan putrinya agar tidak lagi membangkitkan amarah Rasulullah SAW dan senantiasa menaati serta mencari keridhaan beliau. Umar bin Khatab meletakkan keridhaan Rasulullah SAW pada tempat terpenting yang harus dilakukan oleh Hafshah.

HIKAYAT MUSLIMAH TELADANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang