Setelah memperhatikan penampilannya, ia mengecek persiapannya untuk presentasi bersama Calleb. Ya, malam penantian itu datang juga akhirnya. Malam dimana Amber harus menghabiskan waktunya semalaman membahas perusahaan bersama Calleb. Sebelumnya, mereka selalu ditemani Patrick, Ben, atau bahkan orang asing, tidak pernah hanya berduaan seperti saat ini.
Tanpa sadar, Amber kembali memperhatikan penampilannya di cermin. Setelah merasa puas, ia tersenyum dan mengerang pada saat yang bersamaan. Tidak pernah ia merasa seperti ini sebelumnya. Bukannya lebih memperhatikan bahan presentasinya, ia malah repot memilah-milah pakaian dalam closetnya. Ia begitu hati – hati dalam memilih penampilannya.
"Amber, he's nothing, so don't take it too personally." Amber mengucap kalimat itu beberapa kali sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan rumah dan berjalan menuju nerakanya.
Calleb membuka pintu setelah terdengar deringan bel yang kedua. Amber berdiri dengan tenang di depan pintu, dan tampak benar – benar profesional. "Kau terlalu formal," adalah kata pertama yang diucapkan Calleb pada Amber. Dan Amber langsung merasa salah dalam memilih outfit. Calleb tampak sangat sempurna dalam balutan kaus hitam dan jeans biru tua yang warnanya pudar. "Aku mengharapkan menghabiskan malam ini bersama teman, dan bukannya partner." Goda Calleb.
"Sayangnya, aku datang kesini sebagai partner dan bukannya teman." Amber tersenyum dingin sebelum masuk ke dalam rumah. "Kapan kita bisa mulai?"
Calleb menunjuk sofa dan berkata, "kau bisa bersiap – siap disana, aku akan bersiap – siap di dapur." Amber segera melangkah menuju sofa yang dipersilahkan Calleb dan menyiapkan bahan – bahan. "Buatlah dirimu senyaman mungkin. Wine?" Tawar Calleb.
Biasanya, Amber akan menolak tawaran minum itu, tapi ia sadar ia membutuhkan sedikit ketenangan jika bersama Calleb, dan segelas wine tidak akan memberikan efek yang keras. "Yes, red wine, plea..." Ucapan Amber terhenti ketika ia melihat Calleb telah membawakan segelas wine merah. "Rose wine, favoritmu." Calleb tersenyum.
Amber mengambil gelas itu dari tangan Calleb dan berkata dingin, "jangan bertindak seolah kau mengenalku, Calleb. Aku sudah berubah."
Calleb mengangkat alisnya dan membalas dengan tenang, "kau memang berubah, tapi ada beberapa hal yang sama."
"Sebaiknya kita langsung ke pokok tujuan saja."
"Dan melewatkan makan malam? Ayolah, aku sudah memasak special untukmu. Kau tidak boleh mengecewakanku." Calleb menarik tangan Amber dengan lembut dan membawanya ke meja makan. Disana telah tertata rapi makan malam untuk dua orang. Tidak ada kesan romantis dalam pengaturannya, namun lebih terkesan dalam. Kesan special.
"Kau? Memasak?"
"Bukankan aku pernah mengatakan kepadamu jika aku bisa memasak?"
"Aku tidak tahu kau masih melakukannya."
Calleb tersenyum lembut dan menarik lembut tangan Amber, membawanya ke salah satu tempat duduk dan meletakkan serbet di pangkuan gadis itu. "Nikmatilah, sekarang aku menjadi pelayanmu." Calleb tersenyum jahil.
Pertama – tama, Calleb menyajikan salad udang segar dengan saus alpukat. Calleb selalu menuangkan makanan untuk gadis itu dulu, baru kemudian menuangkan untuk dirinya sendiri. Amber akan memberikan penilaian-penilaian untuk setiap makanan yang disajikan Calleb. Baik dalam hal rasa, penyajian, atau cara servis Calleb. Untuk main course, Calleb memasak Ayam Saus Salsa dengan Mangga, dan terakhir sebagai penutup, ia menyajikan creme brulle.
"Meski kuakui ini memang bukan makanan terenak yang pernah kusantap, tapi tidak buruk untuk koki awal." Amber menggoda. "Awww, meski menyakitkan, aku akan berpura – pura menjadi gentleman sejati untuk menerima kritikanmu."
"Baiklah, jika demikian kau benar seorang gentleman, tentunya tidak akan memberikan harga untuk makan malam ini." Amber mengedip sambil tertawa. Ia meletakkan serbetnya dan berdiri, hendak mengisi ulang minumannya, ketika Calleb menarik tangannya, "untuk itu, aku tidak bisa menjanjikan apa – apa."
Amber terdiam, berusaha mencerna kalimat yang diucapkan Calleb. Calleb tersenyum menggoda dan membalas, "aku mengharapkan tawaran dinner darimu."
Amber menarik nafas lega dan tertawa, "wah, untuk itu aku tak bisa menjanjikan apa –apa. Aku bukanlah koki yang hebat sepertimu."
"Tidak masalah. Jika aku sampai sakit perut, aku tidak hanya mendapatkan koki, tapi juga perawat. Bukankah itu tawaran yang menarik?"
Amber tersenyum dan ketika berbalik ia melihat bahan – bahan yang telah ia persiapkan untuk presentasi. "Mungkin sekarang kita bisa lebih berkosentrasi setelah mengisi perut?" Calleb berdiri dan meletakkan serbetnya, "baiklah."
"Kurasa ruang tamu lebih nyaman." Kemudian Caleb berjalan menuju ruang tamu dengan Amber dibelakangnya. Alih – alih duduk di sofa, Caleb duduk di karpet ruang tamu dan menepuk – nepuk lantai di sebelahnya. Amber sempat merasakan keraguan sejenak, namun ia tetap duduk di lantai yang ditunjuk Caleb.
Amber mulai mengeluarkan berkas – berkasnya dan secara perlahan membahas mengenai project perusahaannya yang terbaru. Keuntungan apa yang akan didapat oleh Caleb sebagai investor dan target yang diharapkan, ketika Amber menengadah dari berkasnya dan melihat mata Caleb menguncinya.
Caleb bergerak maju, mempersempit jarak diantara keduanya. Tangannya mendekati wajah Amber dan dengan halus membelainya.
"Jang-an" Ucap Amber perlahan. Dan sebelum ia sempat memalingkan wajahnya, Caleb membelai bibir gadis itu. Mencecapnya dengan lembut, bahkan Amber mengira ia dalam mimpi sebelum Caleb menegaskan ciumannya.
Ciumannya terasa seperti wine. Manis dan memabukkan. Caleb menciumi sudut – sudut bibir Amber sebelum memfokuskan dirinya pada bibir lembut Amber. Mencicipi setiap sudutnya. Meneguk apa yang bisa didapatnya.
Ciumannya memabukkan. Mematikan. Menimbulkan pejar – pejar di hati Amber yang dianggap mati. Sudah jelas chemistry mereka tidak penah hilang. Bahkan bertambah seiring dengan berjalannya waktu.
Ciuman itu kini bukan lagi untuk merasakan. Amber dengan berani mulai membalas ciuman Caleb. Ciuman itu kini telah menjadi ajang pemenuhan kebutuhan.
Jari Amber membelai rambut lebat Caleb. Mengacak – acaknya. Caleb memeluk Amber dengan kuat, menegaskan bahwa bukan hanya Amber saja yang terhanyut dalam ciuman ini.
Hingga suara hp Amber menyadarkan keduanya. Sontak, Amber mendorong Caleb menjauh dan melihat dari keadaan Caleb, Amber berani bertaruh bahwa Caleb sama disorientasinya dengan dirinya.
Terengah – engah, Amber mundur perlahan sambil menata lagi ketenangan dirinya. "Ini tidak pernah terjadi dan tidak akan terjadi lagi." Ucapnya pelan dan dingin.
Amber menatap Caleb dan melihat mata pria itu dari berkabut berubah menjadi dingin, namun ia tidak mengatakan apa – apa.
"Sudah jelas aku bukan orang yang tepat menjelaskan perusahaan ini kepadamu." Amber berdiri dan merapihkan roknya,
Caleb bergeming, hanya matanya saja yang menatap Amber. "Let's call it a day, shall we?" Amber membereskan berkas – berkasnya, "aku akan meninggalkan beberapa berkas disini untuk kau pelajari terlebih dahulu. Aku sudah membuatnya sejelas mungkin, bila ada pertanyaan kau bisa menghubungiku atau Patrick. Tapi bila kau masih memerlukan penjelasan, aku akan menunjuk salah seorang senior associate untuk menjelaskannya."
Amber mengambil tasnya dan sebelum keluar pintu ia berkata, "selamat malam, Caleb. Terima kasih untuk dinnernya."
*****
Selangkah masuk menuju rumahnya, Amber menjatuhkan diri dan langsung menangis. Hanya satu ciuman. Hanya itu yang dibutuhkannya untuk menegaskan kebutuhannya akan Caleb. Bahkan waktu 6 tahun tidak memperkecil kebutuhannya.
Ia akan selalu mencintai Caleb, tidak peduli apa yang terjadi. Atau apa yang pria itu lakukan kepadanya. Hanya Caleb, dan runtuhlah si gunung es.
YOU ARE READING
Forgetting Him
RomanceDia kembali. Bukan hanya sebagai kenalan, namun ia kembali dengan menawarkan bantuan investasi yang dibutuhkan Amber untuk kelangsungan masa depan perusahaan Ben. Dan mimpi buruk pun kembali terulang.
Chapter 4
Start from the beginning
