bagian 1

16.1K 596 19
                                    

Yuki melangkah dengan langkah lamban memasuki ruang bos besarnya setelah tadi melihat pria tampan menjabat direktur dari perusahaan tempat dia bekerja sebagai sekretaris ini, sudah datang dan mungkin sekarang sedang duduk di singgasananya yang berada dalam ruangan yang sedang di tuju oleh yuki, mungkin juga sedang bergelut dengan banyaknya lembar-lembar berkas yang sebelumnya sudah yuki letakan dengan rapi di atas meja direktur tersebut. Dia memang sekretaris pria itu. Yuki mengangkat tangannya ragu-ragu untuk mengetuk pintu terutup di hadapannya tersebut. Ada banyak rasa ketakutan yang datang begitu saja sejak dia membulatkan tekad untuk menemui pria itu, membuat kakinya sedikit melemas karena rasa cemas efek ketakutannya yang juga sudah datang mengintimidasinya lewat pikirannya. Dari dulu dia sangat takut dengan bosnya itu, tatapan pria itu yang penuh intimidasi tanpa kesan lembut, ampuh membuatnya begitu sering menutup mulut saat berada di dekat pria itu, berbicara saja hanya jika tugasnya sebagai sekretaris pribadi mengharuskannya mengucapakan sepatah dua patah kata pada pria itu, sisanya dia lebih suka mengunci mulutnya rapat-rapat. Dan gerak ragu-ragu itu akhirnya menghasilkan ketukan pada pintu itu terdengar sedikit lemah, selang beberapa saat yuki masuk, bosnya tidak suka membuka mulut hanya untui keperluan yang tidak penting, salah satunya mengucapkan kalimat pendek "masuk" yang umumnya di gunakan bos-bos lainnya di dunia ini. Jadi tidak perlu menunggu pria itu membalas adab sopan santun antara sekretaris-bos seperti yang di lakukan bos lainnya, cukup masuk saja, bos tampan itu di jamin tidak akan marah walau tetap memberi tatapan tajam intimidasi kepada sang tamunya, tapi jangan takut karena tatapan itu sebenarnya memeng sudah jadi jati dirinya. Yuki menampakan dirinya dari balik pintu, menarik nafas saat tangannya menutup pintu ruangan itu tanpa menimbulkan suara yang akan menggangu bosnya, satu hal lagi tentang bosnya itu, dia tidak suka privasinya terbuka oleh umum, salah satunya adalah ruangan kerja,siapa saja yang masuk keranah privasinya ini, harus menutup pintu itu lagi atau akan mendapatkan deat glare dari sorot matanya, saat pertama kerja di sini, yuki sering mendapatkan tatapan itu, karena kesalahan yang menurutnya tidak seberapa, lupa menutup pintu.
Yuki merasakan gugup berlebihan saat berjalan mengarah pada pria itu yang duduk di balik meja kerjanya yang berada cukup jauh dari pintu masuk. Seiring langkah kakinya mendekati meja bosnya, entah mengapa yuki mengingat kembali bulan-bulan pertama dia kerja di sini yang membuatnya serasa ingin mati saja saat dia harus mengubah gaya hidup keteterannya menjadi sedisiplin mungkin mengikuti gaya hidup atasannya. Mengubah kebiasaan adalah hal tersulit dalam hidup siapapun, dan dia benar-benar tersiksa lahir dan batin melawan tekadnya untuk menhindari beberapa masalah yang mungkin saja akan di hadapinya. Membuatnya berkeras keluar dari dunia lamanya. Dia benar-benar tidak ingin mendapat amukan dari bosnya mengingat sang bos sudah terkenal begitu suka mengamuki pegawainya walaupum mereka sebenarnya hanya melakukan kesalahan lecil, jika perusahaan ini bukan yang terbaik di jakarta, bukan perusahaan impin setiap lulusan sarjana, mungkin dia sudah lama resign dari perusahaan ini. Tapi karena tempatnya kerja dan posisinya yang sangat mentereng bagi siapapun membuatnya membuang jauh pikirannya itu. Dia tidak ingin melepaskan posisinya di saat di luar sana banyak orang yang iri dengan posisinya, posisi impian setiap gadis muda jakarta , menjadi sekretaris al ghazaly kohler yang terkenal dengan kepintarannya , ketampanan dan kekayaannya, siapa yang tidak mau, apalagi jelas-jelas pria itu masih muda dan belum menikah walaupun sudah punya pendamping, tepatnya tunangan. pria itu memang bertunangan dan akan menikah.
Dan pada akhirnya sejak 3 tahun yang lalu dia adalah sekretaris bosnya al ghazaly, bosnya.
Yuki berhenti dengan memori masa lalunya saat sudah berada di depan meja pria itu. Pria itu masih tidak menatapnya walaupun dia sudah memberikan sapaan hormat, dan untung saja dia memang tidak pernah merasa kesal atau apapun terhadap sikap acuh pria itu. Kenyataannya dia memang tahu pria ini adalah makhluk sedingin es, spesies yang sangat cocok untuknya jika sudah menjabarkan bagaimana tatapannya, kalimatnya, bahkan gesturenya. Setelah sapaan hormat itu, yuki menyodorkan sesuatu yang sudah di pegang di tangannya sejak duduk di kursi kerjanya tadi keatas meja bosnya dengan tangan yang mengigil, ketakutan, 1 hal yang di yakininya , dia benar-benar mengumpulkan keberaniannya hanya untuk menyerahkan benda ini. Dan dia sadar betul alasan pemicu ketakutannya adalah sesuatu yang di berikannya kepada atasannya dengan wajah yang mampu membutakan mata setiap gadis yang menatapnya. Pria itu tampak menyelami lewat pandangan mata tajamnya benda yang menurutnya sudah kurang ajar diletakkan wanita berumur 25 tahun ini kepadanya. Tidak perlu waktu banyak sampai mata itu mengalihkan pandangan kepada yuki sebagai fokusnya. Dan pandangan semakin tajam, wanita itu saja bisa merasa ngeri di seluruh tubuhnya merasakan tatapan itu, pria itu seperti ingin menguliti kulitnya hidup- hidup.
"Jadi, bisa kau simpulkan kau ingin minikah nona yuki?" Tanya pria itu masih dengan sorot mata tajamnya yang sekarang sudah di padu padankan dengan suara penuh intimidasi. Yang di berikan kepada wanita atau sekretarisnya itu sebuah undangan pernikahan, undangan berwarna kuning emasb yang begitu menyiratkan kemewahan dengan beberapa huruf yang tercetak dengan jelas di depannya, yuki kato nama sekretarisnya. Al bisa mengejanya dengan jelas tanpan menggunakan intelektualnya. Dan persetan dengan barang itu dia benar-benar tidak tertarik atau sekedar menyentuh barang itu seinci pun, ada sosok yang menurutnya lebih tepat untuk memberi beberapa penjelasan secara langsung dan jelas tentang maksud kehadiran undangan itu di hadapannya. Sosok yang membuat emosi yang sudah mengendap beberapa hari yang lau datang lagi.
"Tunanganku tidak mau menunggu lebih lama Direktur" ucapnya getir penuh ketakutan dengan kepala yang ditundukkannya. Mungkin siapa saja yang melihat akan bingung menjabarkan maksud dari perbuatannya. Hanya pria itu yang tahu jawabanyan, dan juga sekretarianya itu. Dan nada bicaranya mengungkapkan rasa bersalah yang mendalam.
"Dan kau tidak mengatakan kepada verrel mu itu aku tidak mengizinkan kamu menikah karena pekerjaanmu?" Hardik suara pria itu yang serasa menggema membuat tubuh yuki meremang mendengarnya saking takutnya, sungguh dia tahu pria ini akan mengatakan hal ini padanya, tapi tetap saja dia merasa ketakutan terhadap hal yang sudah di ketahuinya. Meskipun kau tahu sudah akan mati , tapi kau tetap akan menghadapi kematian kan?
" tuan verrel sudah akan menetap di london bulan depan, deadlinenya tidak bisa di undur lagi, kami sudah harus secepatnya menikah dan pindah kesana. Dan anda tenang saja direktur, saya dan tuan verrel sudah mencari pengganti sekretaris terbaik di jakarta ini untuk anda", yuki berbicara dengan kepala masih tertunduk dan penuh dengan kalimat formalmya, termasuk menyebut tunangannya sekaligus kolega pria ini dengan sebutan formal.
" jadi sekarang kau berfikir untuk mengatur siapa yang akan menjadi pegawai di kantorku?" Wajah pria itu semakin mengeras walaupun wanita di depannya tidak melihat. Masih memilih menatap lantai yang tidak memiliki keistimewaan apa-apa untuk di pandang. Yuki mengerang dalam hati, terkadang menkomunikasikan sesuatu terasa sangat sulit pada pria ini,tentu saja dia tidak ada maksud seperti itu. Kenapa direkturnya ini harus berpikir macam-macam! Tapi apalagi yang harus di lakukannya selain menunduk sebagai pegawai yang baik.
"Saya minta maaf direktur" ucapnya pelan.
" apa yang di lakukan verrel padamu hinggan kau begitu tunduk padanya?" Tanya pria iti dengan nada sedikit halus tapi dengan kalimat menyindir yang sangat kentara hingga membuat harga diri yuki jatuh ke dasar bumi begitu mendengar pria yang sangat di hormatinya ini sedang melecehkan harga dirinya sebagai wanita. Yuki bukan gadis kemarin sore yang tidak tahu maksud dari perkataan
bosnya tersebut. Rasanya kalimat itu menikam hatinya.
" apa kau akan gila jika dia meninggalkanmu yuki kato?" Tanya pria itu dengan suara yang lebih melunak tanpa nada suara yang tajam, dingij ataupun sindiran walaupun masih menyisakan suara tegas meminta jawaban pasti.
" lihat aku" desisnya seakan tidak sabar mendapati gadis itu masih tertunduk menyembunyikan wajahnya. Perlahan yuki mengangkat kepalanya untuk menatap pria itu dengan kedua mata cokelatnya, tatapannya tepat menghujam mata al dan tanpa bisa ditahan matanya langsung berkaca-kaca dengan air mata yang hampir keluar begitu saja,entah karena ketakutan atau hal lainnya. Al sendiri tidak mengerti apa yang trjadi pada yuki. Seingatnya tidak ada kalimat yang menfaktori wanita cantik di depannya ini sampai harus berkaca-kaca menatapnya. Apalagi di lihatnya yuki juga berusaha menyembunyikan kesedihannya. Hatinya bertanya adakah kesalahannya sampai menyakiti wanita dewasanya ini? Ucapannya tadi terlalu kasar? Yuki sendiri mengenggam kuat telapak tangan menahan sakit berlebihan yang menerjang dadanya dengan penyebab yang hanya bisa di pahami oleh dirinya sendiri.
"Aku akan hancur jika kak verrel tidak ada di sampingku, direktur" ucapnya pelan dengan menekan perasaannya untuk tidak mengeluarkan air mata yang sudah berada dipelupuk matanya, untuk sebab apapun yuki tidak mau sampai atasannya melihatnya mengeluarkan air mata. Jika verrel bisa di katakan pengecualian.
" aku akan benar- benar hancur jika pernikahanku tidak terlaksana, jadi aku mohon direktur" lirih wanita itu lagi dengan segenap hatinya memandang atasannya dengan pandangan memelas. Tatapan lelahnya sekaligus frustasi menatap Al yang berkeras menahan yuki tetap berdiri di sampingnya sebagai sekretarianya. Baik pernikahan atau keinginan verrel untuk membawa wanita itu ke tanah elizabeth. Dia tidak bisa menyetujuinya. Tapi tatapn dari mata yuki sedikit demi sedikit membuatnya pertahannan dan keegoisan Al runtuh. Dia begitu ingin bersama verrel. Matanya mengatakan itu. Dia sedikit berfikir sebegitu besarkan pengaruh verrel bramasta pda sekretarianya ini? Sebenarnya yuki sering mengungkapkan keinginanya untuk resign dari kantor,tapi Al juga selalu menolaknya, alasannya karena dia membutuhkan yuki tetap berada di sampingnya, juga dengan tegas Al mengatakan tidak saat verrel yang datang memintanya mengizinkan yuki mengundurkan diri.***

Yuki berjalan keluar dari ruangan atasannya dengan langkah lesu, menyiratkan rasa sedih, sakit sekaligus luka yang mendalam di wajahnya, sedikit bersyukur dia berda di area ruangan atasannya yang terpisah dari ruangan karyawan jadi tidak ada 1pun yang melihatnya. Pria itu baru saja mengeluarkan kalimat untuknya. Tegas. Dia tahu alasan pria itu luluh padanya, entahlah dia benar atau salah, tapi rasanya kalimat terakhirnya di dalam ruangan itulah yang mngetuk pintu hati atasannya. Pria itu menuruti permintaanya. Mengeluarkan kalimat yang menyakitinya tanpa sebab yang terlihat. Sungguh sejujurnya kalimat itu sangat menyakitkan.
" bereskan barangmu, mulai hari ini kau tidak usah bekerja lagi. Mulai sekarang kau sudah resmi bukan karyawan di perusahaan ini lagi nona yuki. Dan selamt atas pernikahanmu, semoga kau bahagia"
Yuki menelungkupkan kepalanya di atas meja. Sekarang ada rasa sakit yang menjerat dadanya yang membuat air matanya mengalir dengan perlahan walau tanpa isakan. Air mata yang sudah di tahannya sejak berada di ruangan atasannya tadi. Banyak hal yang sekarang sedang di rasakannya. Salah satunya adalah perasaan berat meninggalkan tempat ini atau atasannya, entahlah yuki sendiri binggung dengan perasaannya.

Tbc..

the secretary and her cold bossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang