•IP 3 - Olahraga Basket

39.8K 2.2K 20
                                    

Setelah istirahat pertama, ada dua kelas yang akan berolahraga. Yaitu kelas X 4 dan X 5. Semua murid tersebut berbaris dengan rapi sesuai kelas masing-masing. Setelah barisan terlihat rapi, pak guru lalu menjelaskan materi apa yang akan mereka praktekan kali ini.

Para siswa memperhatikan dengan seksama penjelasan dari guru mereka. Di rasa penjelasannya cukup, mereka pun diminta untuk pemanasan terlebih dahulu untuk terhindar dari cedera serius saat berolahraga.

Pemanasan dipimpin oleh ketua kelas masing-masing. Ketua kelas memberi intruksi gerakkan agar teman-temannya mengikuti. Setelah pemanasan selesai dengan ditambah lari keliling lapangan 2 kali, mereka pun memulai praktek.

Sesuai yang diperintahkan oleh guru olahraga mereka, yang akan duluan praktek adalah laki-laki terlebih dahulu. Jadi yang perempuan dapat duduk dipinggir lapangan sambil tetap memperhatikan teknik-teknik yang akan di ajarkan.

Dalam olahraga kali ini, materi yang akan diajarkan yaitu bola basket. Sebagaimana mestinya materi tersebut harus dipraktekan langsung di lapangan. Saat ini mereka berada di lapangan indoor khusus basket.

Siswa laki-laki dari kelas X 4 telah rapi berbaris memanjang ke belakang. Berurutan sesuai nomor absen yang ada. Sedangkan siswa laki-laki dari kelas X 5, untuk sementara berada dipinggir lapangan menunggu giliran kelas mereka.

Pak Agus terlihat sedang mengajarkan teknik men-dribble bola yang baik dan memasukkan bola ke ring. Kemudian di serahkannya bola itu kepada anak lelaki yang berada di barisan pertama. Dengan gesit ditangkapnya bola itu dan men-dribble bola hingga memasukkannya ke ring. Dilanjutkan dengan teman yang di belakangnya, dan seterusnya.

"Eh itu tuh si Kenan." seru Fira ketika melihat giliran Kenan yang men-dribble bola.

Inara yang duduk di samping Fira pun dengan jelas mendengar apa yang dikatakan gadis itu. Ia memperhatikan lamat-lamat lelaki yang dimaksud oleh Fira, yang kini tengah men-dribble bola basket dan men-shootnya ke ring.

"Lemparan yang bagus!" seru pak Agus ketika melihat Kenan me-shoot bola dengan bagusnya.

Kenan hanya mengangguk, kemudian berjalan untuk mengambil tempat di pinggir lapangan bersama teman-temannya yang sudah duluan selesai.

Sementara Fira yang sedari tadi memerhatikannya menggigit kuku-kukunya melihat Kenan yang berada di seberang sana.

"Astaga gue bisa diabetes liatin dia lama-lama. Cakepnya subhanallah." pekiknya tertahan.

"Lebay amat lu." Ucap Dilla kepada temannya itu.

Inara yang sedari tadi juga memerhatikan Kenan membetulkan perkataan Fira barusan. Tampang Kenan yang tampan ditambah rambutnya yang membahana membuat tingkat ketampanannya bertambah. Inara akui itu. Baru kali ini Inara memuji lawan jenisnya, biasanya dia hanya memuji tokoh-tokoh dalam novel yang sering ia baca dengan karakter tak terduga.

Asya yang menyadari jika Inara yang terus memperhatikan Kenan itu pun langsung memukul pelan pundak gadis itu. Inara tersentak menoleh ke arah Asya dengan tatapan bertanya.

"Lo ngeliatin Kenan juga dari tadi?" pertanyaan itu membuat Inara menggeleng cepat. Asya hanya ber"oh" padahal ia tahu saja kalau Inara memperhatikan Kenan.

Kini giliran kelas X 5 yang praktek men-dribble dan men-shoot bola ke ring. Siswa lelaki itu pun dengan segera berbaris rapi menghadap ring basket. Pak Agus tak lagi menjelaskan bagaimana caranya, karena siswa sudah melihat X 4 tadi.

Tak terasa waktu pelajaran olahraga telah habis. Pak Agus segera memberikan intruksi kepada siswa untuk kembali ke kelas masing-masing. Tadi hanya siswa lelaki yang sempat menyelesaikan praktek, sedangkan yang perempuan akan dilanjutkan minggu depan.

"Sya!" panggil seseorang membuat Inara dan Asya yang berjalan beriringan untuk keluar gedung pun menoleh.

"Gue pulang telat. Lo pulang sendiri oke?" ujar Kenan ketika ia sudah tepat berada di hadapan gadis itu.

"Loh kok gitu sih? Gue kan berangkat sama lo, jadi lo harus anter gue pulang," ucapnya.

Kenan mendengus lalu melirik Inara yang juga ada di sana. Kenan tersenyum padanya, Inara dengan kaku membalas senyum Kenan.

"Ya lo pulang sama siapa kek, gue ada ekskul basket ntar pulangan." Ucap Kenan, pandangannya kembali ke sepupunya itu.

"Kan bisa lo anter gue dulu, baru balik lagi." Asya tak mau mengalah. Asya memang berangkat sekolah dengan Kenan, karena lelaki itu semalam menginap dirumahnya. Karena ayahnya tak bisa mengantarnya ke sekolah karena harus cepat sampai di kantor, jadilah ia berangkat bersama Kenan.

"Lo-"

"Yaudah, lo ikut sama gue aja Sya." Ucap Inara menengahi.

"Tapi kan rumah kita gak searah Na. Ntar gue nge-"

"Udah ikut aja. Masih syukur ada yang baik sama lo." Potong Kenan sebelum Asya menyelesaikan kalimatnya.

Tak mau lebih lama disana dan mendengar ocehan Asya, Kenan buru-buru berlari keluar meninggalkan dua gadis itu.

Asya mendengus kesal. Ia dan Inara pun meneruskan jalan mereka untuk ke ruang ganti baju. Karena setelah ini masih ada pelajaran selanjutnya.

000

"Makasih ya Na, makasih Om." ucap Asya begitu sampai di depan rumahnya.

"Sama-sama." Kemudian Asya keluar dari mobil yang mengantarnya pulang itu.

"Dah, Inara." Ucapnya sembari melambaikan tangannya.

Di perjalanan pulang, Inara masih sedikit membayangkan wajah Kenan. Entah mengapa ia tiba-tiba membayangkan cowok itu.

"Banyak dapat teman ya Na?" tanya Varrel, ayah Inara.

Inara mengangguk. "Iya, Yah. Inara seneng dapet temen banyak. Akhirnya Inara bisa punya teman juga." Ucapnya lega. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi mobil.

"Kamu jangan minder sama apa yang kamu punya. Harus tetap berinteraksi sama sekitar supaya orang mikir tentangmu itu tidak seburuk apa yang mereka pikirkan." Ucap ayahnya masih fokus ke jalan raya.

Inara membuang napas pelan sambil memejamkan matanya. Sebenarnya dulu ia sangat ingin bergabung dengan teman-temannya, ingin sekali mengobrol dengan yang lain. Tapi mau bagaimana, ketika ia mendekat pasti satu persatu temannya itu akan menjauh dengan perlahan. Kedatangannya itu seperti pengganggu, membuat orang risih. Itu yang membuatnya juga susah berinteraksi dengan teman sebayanya.

Tapi ia sangat bersyukur, kali ini ia mungkin takkan sendiri lagi di sekolah. Sudah banyak yang mau berteman dengannya. Pandangan orang terhadap kelebihannya itu mungkin kini telah berbeda karena orang disekitarnya pun bukan orang yang sama seperti dulu.

Ia tak apa jika memang mempunyai satu teman. Itu lebih dari sekedar kata baik. Karena mempunyai satu teman lebih berharga, daripada punya seribu teman yang hanya mementingkan diri sendiri.

Thanks for vote and commet

Tunggu part selanjutnya, see you

Salam,

Wulan Purnamasari

INDIGO PAIR 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang