16. Frank's Food

Começar do início
                                    

Keduanya melanjutkan menonton film hingga selesai. Kini seorang Luke Hemmings sedang menyiapkan dirinya untuk membeberkan salah satu dari beberapa alasan mengapa ia tidak menyukai Axel.

*

Lane sedang melihat story di snapchat saat ia merasa kalau Luke kelewat diam di sebelahnya. Takut-takut ada yang salah dengan cowoknya itu, Lane akhirnya bangkit duduk menghadap Luke. Lane terdiam melihat Luke yang hanya menatap kosong ke depan.

"Luke? Upil?" panggilnya sambil meletakan telapak tangannya di depan wajah cowok itu kemudian menggerakannya ke atas dan bawah secara bergantian.

Luke terlihat terkesiap. "E-eh? Gue ngelamun ya? Maaf, maaf," kata Luke kemudian menegakkan tubuhnya dan duduk seperti Lane.

Lane tersenyum dan sadar kalau memang ada yang salah dari Luke. Tapi, mengingat cowoknya itu memang lebih sering menyimpan apa yang ia rasakan sendiri, membuat Lane enggan menanyakan apakah ada yang salah atau tidak.

Di waktu yang bersamaan, Lane juga ingin Luke tahu kalau dirinya siap mendengarkan segala macam cerita cowok itu. Mulai dari yang paling menyenangkan, hingga sebaliknya.

"Kok lo nggak nanyain sih, gue kenapa?" tanya Luke.

Lane hanya tertawa dan tetap diam.

Luke menghela napasnya, lelah. "Lo jadi cewek gak peka banget," keluh Luke. Cowok itu sudah keburu keki melihat tingkah Lane.

"Gue emang gak pernah peka kalo di kodein. Lo pikir gue mind reader?"

Kali ini, bagian Luke yang ketawa. Alih-alih ngambek, cowok itu lebih memilih memeluk cewek dihadapannya kemudian berkata, "Lo ribet. Untung gue sayang."

Tidak usah ditanya lagi, muka Lane sudah pasti memerah hanya karena lima kata yang Luke ucapkan. Cewek itu sebenarnya tidak pernah mengerti dengan susunan kata 'pipi memerah'. Faktanya, jika Lane malu atau apa, bukan hanya pipinya saja yang merah, melainkan seluruh mukanya ikutan merah.

Seolah mukanya adalah perpaduan antara tomat yang busuk dan kepiting jomblo yang direbus.

Lane mendorong badan Luke yang sedang memeluknya. "ISH, PEGANG-PEGANG! Lo cabul! Anjir, gue korban pencabulan!" Lane berseru. "Eh, nggak deng, lebay banget gue. Peluk lagi dong, Pil," pintanya.

Luke tertawa kemudian kembali memeluk Lane. Cowok itu meletakkan kepalanya di atas kepala Lane. Tangan kanannya berada di belakang kepala cewek itu sedangkan yang satunya melingkar di punggungnya. "Lo gak jelas, untung gue sayang."

Mendengar Luke mengucapkan kalimat yang terkesan oh-so-sweet,Lane tidak dapat mengontrol mukanya agar tidak berubah warna lagi. Maka dari itu, Lane lebih memilih untuk melepaskan pelukan Luke dan berkata, "Ya ya ya stop. Gue tau lo sayang banget sama gue. Walaupun gue suka ribet dan gak jelas, gue tau lo tetep sayang sama gue."

Luke mendorong bahu Lane pelan kemudian berkata, "Yah, Si Patkai alay emang kalo lagi salting," balasnya dengan nada bercanda.

"Anjir masa iya gue dibilang Patkai? Heh, Sun Go Kong! Tawuran sini!" ujar Lane bersiap mengejar Luke yang telah terlihat kabur ke arah pintu kamarnya. Cowok itu tercengir sambil memegang daun pintu. "Kejar aku sini sayang."

Tepat ketika Lane berdiri dan baru saja akan berlari, cewek itu jatuh karena tulangnya memang belum benar sepenuhnya. "Ish, gue lupa kalo gue belum boleh jalan. Sakit banget anjir. Tulang gue bukan renggang kayaknya, tapi keropos," katanya sambil sesekali meringis.

Luke segera mengampiri Lane dan menggendongnya kemudian membantu cewek itu berbaring di kasur. "Yaah, maaf ya, gara-gara gue lo jadi sakit lagi. Gue lupa kalo tulang lo belum bener." Dari nada bicaranya, Luke terlihat menyesal padahal menurut Lane, itu bukanlah hal yang besar.

Stand on the GroundOnde histórias criam vida. Descubra agora