Bab 4 : Surat Peringatan

1.1K 41 4
                                    

Apa yang sedang terjadi? Aku berusaha berpikir dan memutar otakku tetapi hasilnya nihil. Aku tidak mengerti. Mengapa ada yang menyerang Ace dengan brutal seperti ini? Siapa yang melakukannya? Apa motifnya? Bagaimana seseorang ini bisa melukai Ace yang seorang vampire? Bagaimana mungkin?

Suara gemerisik di belakangku membuatku tersadar bahwa aku tidak sendirian. Aku menoleh dan mendapati Alex membelakangiku. Alex sedang bergerak –gerak dengan gelisah.

“Apa yang sedang kau lakukan?” tanyaku dan aku terkejut mendapati suaraku terdengar gemetar. Alex membalikkan tubuhnya dan mengacungkan tangannya. Dia memegang sebuah ponsel.

“Kurasa kita harus memanggil polisi dan ambulans.”

Aku ingin membantah tetapi kusadari aku tak punya argumen yang cukup baik. Apa yang harus kukatakan? Bahwa Ace tidak memerlukan perawatan di rumah sakit? Atau jati diri Ace akan terungkap saat dokter dan para perawat memeriksanya?

“Apakah tidak ada yang bisa kita lakukan selain itu? Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Bisakah kau kemari dan melihat keadaannya?” Hanya itu yang bisa kulakukan untuk menahannya saat ini. Alex yang semula sedang memencet tombol –tombol di ponselnya kemudian berhenti dan menatapku.

“Kenapa?”

Aku mengerjapkan mataku dengan bingung. Aku sama sekali tidak mengerti maksud pertanyaannya. Alex berjalan mendekat dan berjongkok di sebelahku. Dia menatap Ace dengan cermat kemudian kembali menatapku. Dia memandangku dengan tatapan aneh.

“Aku pikir dia akan baik –baik saja jika pertolongan datang dengan cepat,” gumam Alex. Dia menimbang ponselnya lalu berhenti, menghadapkan ponselnya tepat dihadapanku. “Sayangnya, ponselku ternyata tidak bisa dinyalakan. Mungkin baterainya habis. Apakah kau membawa ponsel?”

Aku menyipitkan mata padanya. “Kau kelihatan tenang sekali.” Meskipun aku berkata begitu, aku lebih dari sekedar bersyukur dengan keadaan ini. Baik sikapnya yang tenang maupun ponselnya yang ternyata mati. Paling tidak aku tidak perlu menjadi panik berusaha mencari alasan supaya dia tidak mencoba mencari bantuan. Terlebih lagi, kau tahu, orang –orang bisa jadi kehilangan akal sehat saat berada dalam situasi ini. Menjadi panik, heboh, dan semacamnya. Menyusahkan. Ngomong –ngomong, bukankah itu adalah hal yang sia –sia jika sebenarnya si korban bisa dipastikan baik –baik saja dan dapat pulih seutuhnya dalam beberapa hari?

Alex menatapku datar. “Aku pikir kau mengenal lelaki ini dan kau terlihat sangat tenang. Jadi, aku menyimpulkan bahwa semuanya pasti akan baik –baik saja, bukankah begitu?”

Aku kehilangan kata –kata, tidak mampu membalas perkataannya.

“Gianna!” Aku dan Alex dengan serentak menoleh ke arah sumber yang meneriakkan namaku itu. Cedrid sedang berdiri di mulut gang dengan ekspresi horor melingkupi wajahnya. “Apa yang sedang terjadi?”

“Cedrid! Ini… Ace….” Belum sempat aku menyelesaikan kata –kataku, Cedrid sudah memutuskan untuk berlari mendekat dan berjongkok supaya dapat melihat keadaan Ace. Cedrid berjongkok tepat di tengah –tengah antara aku dan Alex

Apa yang sebenarnya terjadi?” Cedrid terlihat ngeri saat melihat keadaan Ace, sama seperti reaksiku beberapa waktu yang lalu.

“Aku tidak….”

“Apakah kau sudah menghubungi polisi? Ambulans?” potong Cedrid bahkan sebelum aku sempat mengutarakan pendapatku. Lalu, polisi? Ambulans? Apakah dia serius?

“Ponselku mati dan dia terlalu syok hingga tidak bergerak dari posisinya sejak tadi.” Cedrid menatap Alex dengan pandangan bertanya –tanya, seolah –olah baru menyadari bahwa ada seorang manusia di sini. (Omong kosong. Tentu saja Cedrid menyadarinya karena jelas –jelas saat dia berjongkok tadi, entah sengaja atau tidak, dia menyenggol Alex supaya memberinya ruang yang cukup luas untuk berada di antara kami). Sedangkan aku lebih memilih menyipitkan mataku pada Alex karena mendengar nada sarkasme dalam suaranya.

The GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang