#37 - Tensu Metsu

19.5K 1.1K 31
                                    

Tensu Metsu adalah urban legend Jepang tentang teror yang menghadang orang-orang yang melintasi jalanan di pegunungan. Cerita ini berdasarkan cerita yang ada di Jepang.

Seminggu yang lalu, aku mengemudikan mobil untuk pulang ke rumah beserta anak perempuanku dalam mobil saat itu. Aku sedang tergesa-gesa, jadi aku memutuskan untuk menyusuri jalan pintas dengan melalui sebuah jalan di pegunungan yang sunyi. Tiba-tiba, di tengah-tengah perjalanan, mesin mobilku mulai tersendat-sendat dan tidak lama berhenti di tengah jalan.

Ketika aku melihat telepon genggam, tidak ada sinyal sedikit pun. Kami benar-benar terjebak, di sebuah jalan pegunungan. Aku tidak tahu harus berbuat apa dan langit saat itu mulai beranjak gelap. Tidak ada tempat pengisian bahan bakar dekat situ dan tidak satu pun yang tampak melintasi jalan itu.

Sudah jelas kami harus menghabiskan malam ini di dalam mobil saja dan berharap ada yang melintas, berhenti dan memberi kami tumpangan. Matahari sudah tenggelam di balik gunung dan udara mulai dingin. Sebuah perasaan ngeri di balik heningnya suasana pegunungan di malam hari muncul dan yang terdengar hanyalah desiran angin yang menembus pepohonan.

Putriku sudah tidur di kursi penumpang, dan aku pun mulai menutup mata dan terlelap ketika aku mendengar suara yang aneh.

Suara itu seperti suara seseorang.

Aku tidak bisa mendengar dengan jelas suara apa itu. Kedengarannya seperti sebuah ocehan.

"Tensu Metsu! Tensu Metsu! Tensu Metsu!"

Awalnya, aku kira itu mimpi, tapi suara itu makin keras dan kian mendekat. Aku membuka mata dan melihat sekeliling.

"Tensu Metsu! Tensu Metsu! Tensu Metsu!"

Sesosok gelap lalu muncul dan mulai mendekati mobil. Yang aku lihat hanya sebuah bayangan. Tampak seperti seorang pria yang kelihatannya tengah menyeret-nyeret kakinya.

"Tensu Metsu! Tensu Metsu! Tensu Metsu!"

Tiba-tiba, suara itu berhenti. Berganti dengan ngerinya keheningan malam yang kembali.

Tidak lama kemudian, aku melihat sambil terperanjat ketakutan. Di samping itu, aku harus menghentikan diri untuk tidak berteriak sekencang mungkin.

Berdiri di jendela penumpang sosok paling menyeramkan yang pernah kulihat. Seperti seorang pria, tapi wajahnya sangat buruk dengan garis-garis wajah yang menakutkan.

Penampakannya benar-benar membuatku tak bisa berkata-kata. Tampak seperti setiap bagian dari kulit wajahnya terkelupas dan yang tersisa hanya darah dan urat-uratnya.

Dia tidak punya hidung dan telinga, sorot matanya yang tajam seakan menembus kaca jendela itu.

Aku memutar terus kunci kontak mobil dan mencoba menyalakannya, tapi tidak ada gunanya. Mobil itu hanya bergetar sebentar dan mati.

Di luar jendela itu, pria yang mengerikan itu mengeluarkan sebilah pisau. Dia mulai menggumam sendirian berulang-ulang.

"Tensu Metsu! Tensu Metsu! Tensu Metsu!"

Tiap kali mengatakannya, dia menusuk jendela dengan pisaunya - memukul dengan keras dan semakin beringas tiap kalinya. Aku terus mencoba untuk menyalakan mesin mobi. Air mata sudah daritadi mengalir di wajahku. Aku benar-benar tak berdaya untuk keluar dari sana.

"Tensu Metsu! Tensu Metsu! Tetsu Metsu!"

Tiba-tiba, hantaman keras terdengar dari jendela penumpang belakang. Kacanya pecah - menyebar ke seluruh tubuh putriku. Aku berteriak semakin histeris. Tangan pria itu menembus jendela dan masih menggenggam pisau tajamnya, sembari mengacungkannya ke arahku.

"Tensu Metsu! Tensu Metsu! Tensu Metsu!"

Tidak lama kemudain, ketika mencoba memutar sekali lagi kunci mobilku, entah bagaimana mesin itu berderung hidup. Sontak aku menginjak pedal gasnya dan memacu mobil sekencangnya dari cengkeram makhluk menyeramkan itu. Aku terus memacunya di tengah jalanan sempit pegunungan, meninggalkan pria itu di belakang.

Aku tidak tahu kemana kami pergi, aku hanya terus mengemudi dan memacu mobilku, tanpa pernah memandang ke belakang lagi.

Ketika itulah aku menyadari bahwa anak perempuanku diam tidak bergerak. Ketika aku berhenti untuk melihatnya, anakku hanya bergumam sendiri.

"Tensu Metsu! Tensu Metsu! Tensu Metsu!"

Seketika bulu kudukku berdiri.

Wajah putriku memucat dan dia gemetar. Aku mengguncang tubuhnya, berusaha menyadarkannya, tapi ketika dia membuka matanya, sungguh membuatku ketakutan.

Matanya berputar ke belakang - aku hanya melihat bola putih matanya. Dia mengencangkan rahangnya dan mulai mengeluarkan busa dari mulutnya. Wajahnya berubah. Dia bahkan tidak lagi terlihat seperti putriku. Dia terus mengerang, lagi dan lagi.

"Tensu Metsu! Tensu Metsu! Tensu Metsu!"

Aku melanjutkan memacu mobilku dan akhirnya sampai di riuhnya perkotaan. Kami langsung ke gereja dan aku memarkirkan mobil di sampingnya. Memapah tubuh anakku, kemudian segera membawanya masuk ke gereja dan berteriak meminta tolong.

Seorang pendeta tua muncul di depan pintunya dan menanyakan apa yang terjadi. Aku mulai menceritakan semua yang kutemui di jalan pegunungan. Dia memandang putriku, lalu mengambilnya dari lenganku dan membaringkannya di altar gereja.

Aku hanya dapat melihatnya, sambil menangis dan gemetar ketakutan, pendeta itu mengambil sebuah rosari dan menggengam salib kayu di hadapan putriku. Tidak lama kemudian, dia mulai membaca doa-doa dalam bahasa Latin.

Pendeta itu mengijinkan kami untuk tinggal di sana malam itu. Dia membawa putriku ke kamar yang lain dan menjaganya hingga semalam penuh, menggenggam tangannya, kemudian membalurinya dengan air suci seraya membaca ulang doa-doa untuknya. Dia juga menaruh sebuah alkitab di dadanya dan sebuah scapula di lehernya.

Dia memberitahu bahwa putriku tengah dirasuki oleh iblis dan harus melakukan ritual eksorsis untuknya. Dia bilang jika hal itu tidak dilakukan dan putriku dibiarkan terus begitu hingga 49 hari, dia tidak akan pernah sembuh lagi. Dia akan sepenuhnya kehilangan kesadarannya.

Pendeta itu mengatakan untuk mempercayakan anak perempuanku padanya agar dia bisa melakukan ritual yang seharusnya. Dia juga bilang kalau aku tetap tinggal, ada kemungkinan iblis itu juga bisa beralih merasukiku.

Seminggu telah berlalu sejak anak perempuanku mengalami hal itu dan pendeta itu masih merawatnya. Saya mengunjunginya tiap hari. Peristiwa ini membuatku merasa dia tidak seperti putriku lagi. Dia hanya menyeringai dan menatapku dengan pandangan mengerikan.

Aku benar-benar ingin putriku kembali.

Jika kau nanti menemukan dirimu tengah berkendara di pegunungan, apapun yang terjadi, jangan pernah berhenti...

Sumber: urbanlejen.wordpress.com

Serem juga kalau dibayangkan, untung mobilnya bisa nyala, kalau nggak..

Feedback + vote kalian sangat berarti dalam menetukan seberapa menarik kisah ini.

Creepypasta Jepang (Horor) JapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang