Seduction [18+]

90.8K 2.1K 60
                                    

Seduction [18+]

Aku menatap pintu kamar mandi itu dengan gelisah.

Sumpah, bukan apa, tapi ini benar - benar akan menjadi hal ternekat yang aku lakukan seumur hidupku.

Pembicaraanku dengan salah satu sahabatku beberapa waktu lalu terus terngiang di benakku. Aku ingat bagaimana ia meyakinkan bahwa apa yang aku lakukan ini akan baik - baik saja, tapi ada beberapa pertimbangan lain yang membuat diriku dilanda dilema. Di satu sisi aku ingin melakukan ini, tapi bagaimana kalau...

Oke. Aku sudah memikirkannya terlalu lama. Dari seminggu yang lalu, kemudian sampai tidak bisa tidur selama dua malam belakangan. Aku menarik napas dalam. Tidak akan sulit, bukan? Aku sudah memikirkan ini jauh dari sekedar matang. Tapi overthink. Paranoid. Aku harus menentukan pilihan untuk melakukannya atau tidak, sekarang juga! Dan ini akan menjadi keputusan yang bulat.

Tidak lama kemudian ia keluar dari kamar mandi, dengan rambut setengah basahnya dan handuk yang melilit di pinggang. Seketika rasa gugup menyerangku. Jantungku berdebar beberapa kali lebih kencang dari sebelumnya. Aroma after shave dan mint yang menguar pun membuat diriku rasanya ingin segera berhambur ke dalam pelukannya sekarang juga.

"Hei, kok bengong?"

Ia tersenyum kecil sambil memerhatikanku--yang sedari tadi menatap tubuhnya intens secara terang - terangan.

"E--eh itu..."

Aku setengah mengira ia akan mencium bibirku saat ia berjalan mendekat, tapi rupanya ia hanya mencium keningku dengan lembut dan penuh perasaan.

"Kamu istirahatlah. Aku tahu kamu kecapekan."

"Iya. Tapi itu..." Aku kesulitan mencari kalimat hingga rasanya aku ingin tenggelam saja sekarang. Matanya menatapku dengan intens, menungguku untuk melanjutkan ucapanku. Sialnya, itu malah membuatku bertambah grogi.

"Apa?"

"Em itu!" ujarku dengan volume yang agak keras. Mati - matian berusaha menahan grogi. "Teh kamu udah aku siapkan di meja, ya."

Ia menatapku sesaat, lalu tertawa kecil. "Ya aku tahu, Sayang. Bukannya kamu memang selalu menaruhnya di sana setiap hari?"

Oh, crap. Aku menggigit bibir menyadari kebodohanku. Astaga, bukannya ia malah akan curiga nantinya?

"Aku hanya... ingin memastikan kamu akan meminumnya," ujarku setengah merutuk.

Ia mengangguk sambil memamerkan senyum mautnya dengan yakin. Jantungku rasanya langsung berhenti berdetak. Andai saja ia tahu... "Pasti. Teh buatanmu 'kan memang yang terbaik."

Akhirnya ia mengambil cangkir teh tersebut dan membawanya masuk ke dalam ruang kerjanya.

Sementara aku, berdoa supaya semuanya berjalan dengan lancar...

***

Aku mematut diriku di depan cermin. Memerhatikan setiap jengkal tubuhku dan harus kuakui, pilihan sahabatku ini tidak buruk juga.

Warna merah terangnya kontras dengan kulitku yang putih. Dan bentuk branya mampu mengangkat payudaraku dengan sempurna, sehingga terlihat lebih besar dan berisi.

Tapi lagi - lagi, aku dilanda dilema. Aku tidak seberani itu untuk melakukan ini... Aku bahkan tidak bisa menebak apa reaksinya nanti. Berbagai kemungkinan buruk silih berganti berputar - putar dalam pikiranku. Bagaimana jika ia marah? Menolak? Kecewa?

Ya. Namun bagaimana aku bisa tahu, jika aku tidak mencobanya? Mungkin jika bukan sekarang, aku tidak memiliki kesempatan lagi lain kali.

"Percayalah, reaksinya akan bagus."

Our Love JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang