Di bawah bayang-bayang Arvenna Consortium, Samantha Alyra Koesuma dan Theodore Aryasatya Wiratmadja bertemu sebagai dua jiwa yang sama-sama terbuat dari bara dan kebohongan. Theodore-Dewa Arvenna yang memerintah kerajaan swastanya dengan tatapan yan...
Samantha bergidik ketika namanya dipanggil langsung oleh Theodore. Samantha bukan gadis kikuk yang mudah terbaca. Ekspresi wajahnya selalu berbeda dengan gejolak batinnya — topeng sempurna dengan keluwesan seorang aktris yang sudah terlalu sering bermain dalam panggung kekuasaan.
Ia berdiri dengan percaya diri, menyunggingkan senyum manis yang sudah menjadi ciri khasnya.
"Miss Samantha Alyra Koesoema, Pak. Biasa dipanggil Samantha." Sebelum Theodore sempat menanggapi, Direktur Finance—Reynold—bangkit, terburu-buru mengambil alih. "Samantha adalah pengganti Bu Rika, Pak. Senior Finance Advisor yang baru."
К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.
Theodore akhirnya mengalihkan pandangan penuh ke Samantha. Tatapannya terasa seperti scanner dingin—menembus, bukan sekadar melihat.
"Baik," ujarnya pelan. "Jika Pak Reynold berani mengangkatmu, saya harap performamu memang sepadan." Samantha menahan napas, lalu memberi jawaban yang aman namun tepat sasaran: "Tentu, Pak."
Rapat kembali bergulir. Para direktur memaparkan capaian kuartalan, masalah operasional, dan solusi yang terdengar rapi. Samantha mengamati semuanya—profesional, kompeten, berpengalaman—namun baginya, semuanya terasa... datar.
Terlalu aman. Terlalu mudah dibaca. Terlalu memosankan.
Hingga suara Theodore memecah ritme ruangan.
"Baik. Terakhir. Katakan... jika saya beri kalian satu tahun untuk meningkatkan revenue sebesar lima belas persen, apakah kalian mampu?"
Pertanyaan itu jatuh seperti palu yang menghantam marmer dingin. Seketika mata Samantha melebar, seperti mendapat dorongan baru yang lebih menggugah.
Lain hal dengan para direktur yang menegang; wajah mereka berubah dalam hitungan detik. Angka itu bukan target—itu ancaman halus. Dalam sekejap mereka membolak-balik data, memikirkan cara paling aman untuk mempertahankan kursi mereka setahun ke depan. Tapi Theodore belum selesai.
"Katakan. Kalian ini umurnya jauh daripada saya, tentu kalian sudah punya pengalaman lebih dari saya. Jawablah, saya tidak akan menyela"
Theodore tidak sebodoh itu, untuk menilai kelayakan mereka hanya dengan sepatah pertanyaan. Tapi tentunya, pertanyaan itu akan membantu penilaian keseluruhannya. Para jajaran itu pun sudah cukup pintar untuk memahami pertanyaan Theodore, baik pertanyaan serius maupun yang ringan dengan lantunan candaan – semuanya memiliki bobot. Tambahan Theodore dimaksudkan untuk menenangkan mereka sehingga lebih mudah menjawab.
Namun semuanya berbeda dari yang Theodore inginkan, semuanya membisu, mulut kaku, dan hanya hembusan pelan AC sentral yang berani terdengar.
Jelas Theodore tidak puas. Kemudian dia merebahkan punggungnya penuh ke kursinya. Gerakan berbahaya yang selalu muncul sebelum Theodore menyerang dengan fakta dan logika lebih tajam. Perlahan ia memutar wajah ke arah Samantha, seolah sengaja mengabaikan seluruh direktur senior di ruangan itu yang tampak kalut dan menjadi pengecut.