Dia adalah Nevan. Nevan Athala Ravel, seorang laki-laki berusia dua puluh tiga tahun. Ia bekerja sebagai barista di sebuah cafe yang ada di Bandung. Tingginya 175 sentimeter dan beratnya 65 kilogram. Memiliki warna kulit kuning langsat, dan suaranya sangat lembut. Rambutnya tertata rapi mengikuti tren anak muda zaman sekarang ‘Comma Hair’ menambah sentuhan kasual pada dirinya yang sederhana tapi menarik.
Setelah usai dengan kekasihnya tiga tahun yang lalu, rutinitas yang ia lakukan hanyalah bangun, bekerja, lalu pulang. Ia terus mengulanginya, seolah tidak ada lagi yang menarik di hidupnya. Hari-hari yang berjalan lurus seperti garis. Namun, kenangan tentang senyum dan tawa mantan kekasihnya itu masih melekat dan tidak benar-benar hilang.
Nevan mulai menjalin hubungan pada umur enam belas tahun, dan berakhir pada umur dua puluh tahun. Terhitung, Nevan menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya selama empat tahun. Wajar jika ia masih teringat kenangan manisnya—empat tahun bukanlah waktu yang sebentar.
Mantan kekasihnya itu bernama Naya Aveline, nama yang dulu pernah ada di dalam hati Nevan. Dialah orang yang membuat hidup Nevan jauh lebih berarti, meninggalkan kenangan manis yang tak terlupakan di dalam diri Nevan. Mereka berdua berpisah dengan cara yang paling dewasa: saling merelakan tanpa saling benci. Nevan percaya bahwa Naya sebenarnya adalah orang yang tepat, namun di waktu yang salah. Meskipun sudah saling merelakan, terkadang ia masih berharap kalau Naya dapat kembali ke dalam hidupnya.
*Jangan lupa vote, ya!🤍
YOU ARE READING
A Heart I Thought Was Empty
Teen FictionSetelah hubungan lamanya berakhir, Nevan berpikir bahwa cintanya benar-benar sudah habis di masa lalu. Ia sudah tidak pernah lagi menaruh harapan pada cinta. Sekarang ia hanya ingin melanjutkan hidup tanpa adanya seorang pendamping. Yang ia lakukan...
