Aku sudah berusaha sebaik mungkin untuk membuat diriku terbebas dari jerat luka ini.
Tapi sayangnya, semua terlalu berat bagiku sampai membuatku pasrah.
Hingga laki-laki itu datang ke kehidupanku. Membantuku untuk mengenal dunia yang menyembunyikan...
Pagi itu Nadira memutuskan untuk pergi ke sekolah. Meskipun dirinya sempat menolak saat ditanyai oleh Reynald, dia akhirnya setuju sebab ada Mang Udin dan Bi Imah yang akan menemani papa nya di ruang VIP rumah sakit itu.
Eca mengetahui kondisi Nadira saat dia menceritakan semua yang terjadi. Dengan segera temannya itu memberikan nasihat dan ungkapan belasungkawa kepada Nadira.
"Lo harus kuat, Nad. Gue yakin akan ada jalan buat semua masalah lo."
Nadira hanya tersenyum kecut. Katakanlah, dia sedang bingung terhadap apa yang dia alami saat ini. Sejujurnya dia juga merasa bersalah karena telah membebani keluarga Reynald. Dia tidak mau terus-terusan bersandar pada keluarga itu. Bukannya dia menolak segala kebaikan mereka. Melainkan dia merasa keberadaan dirinya di sana justru malah merusak suasana keluarga hangat itu.
"Nad, gue curiga sebenernya dari kemarin. Soalnya sejauh yang gue lihat lo gak pernah ketemu sama gue lagi di jalan yang sama. Lo kan hampir tiap hari kalo mau pulang ketemu sama gue. Tapi-"
"Aku tinggal di rumah Reynald."
Eca kaget seketika. Dia menatap gadis itu tak percaya. "Lo-Lo serius, Nad? Gak salah denger kan gue?" tanyanya masih tidak yakin. Siapa juga cewek yang bisa masuk ke rumah cowok itu kecuali jika Reynald benar-benar punya pacar. Bahkan sekalipun temannya saja dia tak pernah mengundang ke rumahnya.
"Biasa aja lah, Ca. Kamu pikir aku kesana karena mau? Aku juga gak mau jadi beban di sana. Tapi, inilah yang terjadi. I dunno why..," ucap Nadira pelan mencoba untuk menjernihkan pikirannya kembali.
"Iya, sih. Tapi gue harap semuanya baik-baik aja. Gue tahu lo kuat, Nad. I feel you, kalo ada apa-apa hubungi gue ya," kata Eca menawarkan bantuannya.
Nadira tersenyum. Dia memeluk sahabatnya itu. "Makasih banyak ya, Ca. Kamu sahabat terbaikku. Maaf sudah banyak ngerepotin kamu dari dulu," kata Nadira.
"Iya, aman kok. Kayak siapa aja sih lo bilang kayak gitu haha," canda Eca kepada nya.
Tak lama kemudian, Rahma dan Sara yang kebetulan hendak melewati lorong pun menatap kedua gadis itu.
"Aduh, drama apa ini?" sindir Rahma sambil mengibaskan tangannya. Pura-pura kepanasan. Dengan cepat Sara menyikut bahu cewek itu.
"Kalian ini ya, jujur gue salut banget! Temen seperjuangan, sepermainan, sepertujuan, se-"
"Duluan ya, Nad, Ca," ucap Sara menyela ucapan Rahma yang sekarang mulutnya masih komat-kamit menggerutui Sara.
"Nad, sebenernya ada yang mau gue omongin juga ke lo..," ucap Eca tiba-tiba. Raut wajahnya serius. Ada ekspresi kesedihan yang tampak di wajahnya.
"Gue mau pindah sekolah, Nad," ucap Eca lagi.
"Hah? Pindah?"
"Iya.., orang tua gue bakalan pindah kerja di luar kota. Mau gak mau gue harus ikut pindah.., soalnya gak ada saudara gue di sini."
"Tapi kan kamu bisa tinggal aja di rumahku."
Eca menggeleng. "Sorry ya, Nad. Gue gak diizinin sama orang tua gue. Mau gak mau gue harus ngikutin apa kata mereka. Tapi lo jangan khawatir, kalo kita dah lulus, jangan lupa satu univ yang sama ya," kata Eca.
Nadira tersenyum saja. "Itu aku gak tahu. Tapi kok kamu pindah sih?"
"Ya mau gimana lagi? Nasib."
"Jadi, rumah lo di sini gimana?"
"Kata bokap gue, udah di-booking sama Pak Adly. Kalo gak salah dia pemilik restoran mi ayam yang cukup populer. Gue udah pernah kesana sih, kaget pas ada meja yang tulisannya 'kursi meledak', gue kira apaan, eh, kursinya yang bisa ngembang gitu pas didudukin," jelas Eca.
"Ya udah deh kalo gitu. Meksipun nanti bakalan kangen sih, tapi gue harap kamu jangan lupain aku ya, Ca hihi," kata Nadira.
"Don't worry, Nad! Gak akan kok!"
Mereka berdua pun tersenyum. Lalu kembali berjalan menuju kelas.
***
Sepulang sekolah, saat Nadira dan Eca melangkah keluar gerbang, dia dikejutkan oleh Diego yang menunggunya di parkiran. Nadira tak habis pikir dengan Diego. Bukankah dia sakit? Lihatlah wajah dan bibirnya begitu pucat dan hanya memakai Hoodie abu-abu. Cowok itu duduk di motor ninja nya.
"Loh, Diego? Bukannya lo sakit?" Eca terlebih dahulu menanyai cowok itu.
"Gue nunggu Nadira," jawab cowok itu singkat.
Nadira menatap cowok itu dengan heran. Lalu dia segera meletakkan telapak tangannya di dahi Diego.
"Astaga! Kamu panas banget, Di! Udah pulang! Ngapain sih di luar kayak begini, entar badan kamu tambah panas lagi," kata Nadira cemas.
"Gue mau jemput lo, biar gue yang anterin!" katanya lagi.
Nadira tidak habis pikir melihat tingkah laku cowok di depannya itu.
"Hm.., Nad. Gue minggat dulu ya, ntar gue nyusul lo ke RS," kata Eca berpamitan.
Nadira mengangguk saja. Dia segera memesan ojek. Tetapi buru-buru Diego memegang tangan gadis itu. "Gak usah, biar gue aja yang antarin lo."
"Kamu gila ya? Kamu lagi sakit loh! Ntar kalo kenapa-napa gimana?"
"Gue bilang gue masih kuat kok Nadira," kata Diego lagi.
Akhirnya, Nadira mengalah dan membiarkan cowok itu membawanya pulang. Tetapi dia lupa bahwa dia tak lagi tinggal di rumahnya yang dulu. Di sisi lain, Reynald menatap kedua orang itu dari jauh. Kedua matanya menatap tajam ke arah mereka. Ketidaksukaan. Ya, jelasnya mengarah kecemburuan.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.